LMTF » 14

1.9K 369 39
                                    

"Yer, kita bisa ngomong?" suara dari seberang sana itu menjeda. "Gue tunggu di apartemennya Judha. Apartemen Hijau langit lantai 9 nomor 95."

"Cih."

Yeri langsung mematikan panggilan itu. Bukan, panggilan tersebut bukan dari Judha. Melainkan dari Jiva, si teman sehidup sematinya.

Memang benar apa yang dikatakan Danu. Lama kelama'an, pasti teman terbaikmu akan menikam dan mengoyak isi perutmu.

Yeri malas menanggapi Jiva. Ah, bahkan gadis itu tau dimana letak apartemen Judha. Dulu, ketika Yeri bertanya tidak ada orang yang menjawab. Judhapun begitu, bertindak seolah menyembunyikan tempat tinggalnya.

"Kenapa di cabut, Yer? Kan dulu kamu sendiri yang rekomendasi'in Suri."

Pandangan Yeri kini beralih kearah seseorang yang baru saja menyelesaikan berkas yang ia minta. Berkas tentang pencabutan beasiswa Suri.

"Om gak perlu tau."

Sesosok pria berkulit kuning langsat yang memakai setelan jas hitam dan dipanggil Om oleh Yeri itu adalah Rektor dari Universita. Omnya sendiri, bapaknya si Mika, Om Kaindra Pradhana namanya.

"Kamu nyabut beasiswa dengan alasan yang gak jelas, Om bisa nolak loh."

Yeri menunjukan senyum sinisnya. Jika dilihat-lihat, Yeri saat ini sudah kehilangan sikap sopan santunnya terhadap orang tua.

"Om gak berhak ngatur aku. Ini kampus milik keluarga aku. Jadi, Om hanya cukup turutin semua perintah." ketus Yeri yang kemudian pergi dari ruangan megah tanpa pamit ataupun mengucapkan salam perpisahan.

Sedangkan sang Om hanya menghela napas. Seingatnya dulu, Yasa tidak seangkuh keponakannya yang satu itu. Berbeda sekali dengan Danu. Ya, meskipun Danu itu tipe manusia yang irit bicara.

Paling tidak. Tidak ada yang seperti Yeri.

***

Yeri tidak mengerti lagi kenapa dirinya mengikuti perintah Jiva. Namun, jarinya itu tidak memencet angka sembilan untuk menuju lantai dimana Jiva dan Judha berada saat ini.

Di benak Yeri, di lantai sepuluh nanti ia bisa menikmati betapa segarnya angin yang berhembus di sore hari, dan melihat bagaimana sang ufuk timur ditelan oleh langit barat.

Karena lantai sembilan adalah lantai terakhir dimana apartemen dibangun. Dan tersisa lantai sepuluh dimana rooftop berada.

"Ah, ini beneran seger." suara Yeri seakan memenuhi seluruh kosongnya rooftop sore ini.

Tangannya melintang, matanya terpejam, dan hidungnya yang menghirup rakus rakus oksigen yang lewat. Setidaknya, beban yang ada diotaknya sedikit meluntur dengan refleksi singkat ini.

Mendadak, Yeri ingin amnesia saja saat ini. Tidak ada sesuatu hal baik yang harus ia ingat. Tidak kelakuannya, tidak pula dengan kenangan yang pernah ia buat bersama orang-orang terdekat.

Yeri merasa kalau semua orang yang dekat dengannya hanya terpaksa.

"TUHAN!! MAAFKAN AKU!!!"

Kepala Yeri sontak menoleh kearah sumber suara yang cukup keras itu. Ia terkejut dengan apa yang ia lihat. Pemandangan gila yang seumur hidup baru ia lihat pertama kali.

"SURI!!!" teriak Yeri ketika melihat Suri -yang berteriak tadi- terjun bebas dari gedung berlantai sembilan ini. Yang entah bagaimana bisa gadis cupu itu berada si rofftop.

Panik. Yeri saat ini panik ketika melihat bagaimana tubuh Suri yang sudah terkapar dibawah sana atau bagaimana darah yang mulai merembes dari tulang tengkorak gadis itu.

Sontak Yeri langsung berlari, menuruni tangga dan menuju lantai sembilan. Ia harus segera menemui Judha dan juga Jiva. Setidaknya itu yang bisa membuatnya lebih baik saat ini.

Karena Yeri sangat yakin, Suri bunuh diri karena dirinya. Karena beasiswanya sudah ia cabut.

"JUDHA!! JIVA!!!" teriak Yeri begitu keras dengan gedoran pintu yang bombastis. Saat ini Yeri mendadak lupa dengan apa yang dinamakan bel yang tinggal pencet.

Bukan Judha dan bukan Jiva, melainkan Jerka yang keluar dari bilik pintu berselimut cat berwarna putih bersih itu.

Yeri yang sudah panik bukan main itu langsung memeluk seseorang yang ada di depannya.

"Ada apa? Eh. Eh. Eh." kata Jerka yang sedikit kaget dengan keadaannya saat ini yang tengah dipeluk yeri.

"Gue takut." suara bergetar itu mengetuk dengan kuat dada Jerka. Dan cowok itu yakin kalau Yeri saat ini tengah menangis, karena ia merasakan basah di kaus tipis putihnya.

Sebenci apapun Jerka terhadap Yeri. Ia masihlah lelaki yang harus bersikap gentle terhadap perempuan. Ya, meskipun ia juga pernah menyakiti gadis ini.

"Ada apa? Jelasin." ucap Jerka dengan kalem dan dengan tangannya yang bergerak keatas-kebawah di punggung Yeri.

Yeri melepaskan pelukannya. Kepalanya yang semakin memberat itu terangkat untuk memandang Jerka dengan muka berantakam dan mata sembabnya.

"Sur-suri."

"Iya, kenapa sama Suri?" Jerka menanggapi dengan nada sabarnya.

"Suri loncat dari sini." lalu Yeri kembali menangis.

Jerka kaget bukan main mendengar ucapan Yeri. "Lo tadi disana?" dan Yeri menganggukan kepalanya. Jerka langsung membawa masuk Yeri ke dalam apartemennya, "Sekarang lo disini dulu. Gue kebawah, mau cek keadaan." ucap Jerkanya meyakinkan Yeri.

"Jangan tinggalin gue. Takut."

Jerka menghela napas. Perlahan jempolnya mengusap air mata Yeri yang sudah tidak berbentuk arusnya. "Ini gak lama. Dan gue bakalan cepet." lalu Jerka meninggalkan Yeri sendirian di apartemennya.

Apartemen yang berantakan layaknya kapal pecah. Dari penglihatan Yeri, banyak barang yang pecah disini. Banyak mendali yang dibuang di tempat sampah, bahkan televisi layar datar yang cukup besar di hancurkan. Yeri semakin takut.

Ada apa dengan Jerka?

Apakah ini masih berhubungan dengan dirinya?

Seketika itu, Yeri langsung merogoh isi tasnya dan mengambil headband yang sudah ia cuci bersih. Headband milik Jerka yang pernah ia hina.

Tidak sengaja pula, Yeri menemukan gambarnya yang cukup besar, dan ada tanda silang yang cukup besar disana.

Sebenci itukah cowok itu dengannya?

Dada Yeri ngilu bukan main. Ada Suri dan Jerka yang ia sakiti saat ini. Kenapa ia baru menyadarinya? Astaga, ia tidak pernah percaya kalau kata penyesalan berhasil membuatnya seterpuruk ini.

Ting.

BREAKING NEWS
Mahasiswi UTM SW Bunuh Diri Karena Beasiswa Di Cabut.

Yeri kaget. Jadi benar ini karena dirinya.

Ting.

Suri
Dasar pembunuh!

"Aaaaaaaa!!" Yeri melempar ponselnya. Berteriak dengan air mata yang ikut serta.

Lalu ponselnya itu berdering. Suri? Gadis itu beneran sudah meninggal?

 Suri? Gadis itu beneran sudah meninggal?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lifestyle : Missing The FashionistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang