"Jadi tuch bocah pacar lo, Nad?" tanya Luna berulang kali seolah tak percaya dengan penjelasan Enno tentang kenapa ia bisa ... aih, sudah jangan dibahas, MALU!
Dan dengan terpaksa aku mengiyakan semua itu hanya karena tidak tega melihatnya dihajar orang sekantor.
Kanadia BODOH!
Harusnya kubiarkan saja dia mati dibakar massa bukan malah membelanya.
"Udac dech, Lun. Ngga penting banget buat dibahas!" Semprot ku sewot, lalu membenamkan wajah ke dalam meja.
"Kok ngga penting sich, Ay?"
Aduch, jangan mulai lagi dech! Capek lahir bathin,dach!
"Padahal bagi gue, lo yang paling penting di dunia ini."
Aku mendongak dan mendapati Enno yang tersenyum lebar padaku.
"Hoek!" Balasku sambil menirukan suara muntahan, "Ngga keren banget gombalan lo!"
"Aih, Nad! Sama pacar sendiri jangan galak-galak!" Patrick dari jauh sambil membawa sekotak pizza dan beberapa kaleng minuman, "Lagian kapan lagi lo pacarin brondong... jadi mending yang ada sekarang jangan lo sia-siain," lanjut Patrick sok bijak dan langsung mendapat hadiah lemparan kertas yang sengaja kuremas tak beraturan sebelumnya.
Semua orang yang ada di dalam kantor tertawa melihat tingkah Patrick yang menghindari seranganku dengan gaya khas the Matrix.
"Hai, Bro!" Sapa Patrick pada Enno yang setia duduk disampingku, "Sorry buat yang tadi!"
Enno menyentuh ujung bibirnya yang sobek akibat bogem mentah Patrick, "Ngga apa-apa," sambil tersenyum menerima sekaleng minuman dari Patrick.
"Kenal di mana lo sama Kanadia?" tanya Patrick sambil menengak minumannya. Kalau dipikir-pikir nih bule somplak kepo banget dari tadi kerjanya nanya-nanya mulu kayak orang nyasar.
"Ehmm... di mana ya? Udah lama banget sich!" Sambil garuk-garuk kepala ngga jelas.
"Udah lama????" Luna melirikku mencoba menyelidiki sesuatu, "Emang gimana critanya?!"
"Kebetulan gue adiknya Ello."
Kontan saja pernyataan Enno membuatku diserang pandangan tak percaya semua orang.
"Biasa aja keless, ngga usah melotot juga!" Kataku mencoba setenang mungkin.
"Gila lo, Nad. Ini sich namanya CLBK," balas Pak Wiryo manager HRD yang kebetulan ikut nimbrung, "Cinta Lama Belum Kelar tapi yang nerusin adekknya hahahahaha..." tawa Pak Wiryo bersama yang lain turut menggema tak terkendali.
Haduch, bunuh saja aku kalau terus kayak gini. Malu banget jadi bulan-bulanan orang sekantor, ditambah Enno yang tidak tahu diri ikutan ketawa.
"Mau kemana lo?" tanya Luna ketika melihatku berdiri sambil meraih tas diatas meja.
"Pulang, kerjaan gue dah selesai," balasku dengan nada jutek tanpa basa basi.
"Ay, tungguin!" Teriak Enno, mengejarku masuk ke dalam lift.
Di dalam lift hanya ada aku dan Enno berdua, entah apa yang bocah itu pikirkan? Perlahan tangannya menyentuh jemari tanganku lalu dengan kuat menggenggamnya. Kontan saja jantungku berdetak kencang.
"Makasih ya!"
"..."
"Makasih udah ngakuin gue sebagai pacar lo," tanpa menoleh padaku.
Entah perasaanku saja atau memang benar wajah Enno berubah memerah dengan senyuman yang tak pernah lepas darinya. Aku membuang muka saat Enno mencuri pandang kearahku.
"Ay?!"
"..."
"Kok diem sich?"
"Trus ngomong apaan?"
"Kalau gitu ngga usah ngomong."
"Trus mau ngapain?"
Enno tersenyum mesum hingga akhirnya mendorong tubuhku menabrak dinding. Kedua tangannya memerangkap tubuh kecilku. Leherku terasa kian panas oleh sapuan lidahnya yang diselingi lumatan kasar yang pastinya akan menimbulkan bekas yang sulit untuk hilang nantinya.
Aku mendorong Enno agar menjauh dariku tapi percuma, malah dengan mudah Enno mengunci gerakan tanganku dan melanjutkan ciumannya yang kini beralih di bibir. Aku benar -benar tidak bisa berpikir kalau terus seperti ini, kakiku terasa sangat lemas dibuatnya. Membalas ciumannya adalah satu-satunya hal bisa kulakukan sekarang.
Enno menyatukan keningnya dengan keningku sambil menutup mata dan berkata, "I love you..." napas Enno terasa menderu keras di telinga,"... Marry me." Mata Enno tak lagi terpejam tapi kini menatap tajam padaku.
Ini lamaran kedua Enno padaku dan lebih hebatnya lagi dia melamarku di dalam lift.
Ting!
Lift terbuka, aku dan Enno reflek berpura-pura seperti tidak terjadi sesuatu. Jantungku masih maraton karena ulah Enno kini harus ditambah lagi dengan kejutan lain.
Bang Maliq.
Belum lagi begitu masuk ke dalam lift dan ia langsung menyapaku dengan sebuah senyuman mautnya membuat Enno menggeram di sisiku. Tanpa menunggu ijin dariku atau bang Maliq Enno berdiri di antara kami membentuk sebuah benteng dengan tubuhnya.
Hancrit, nih bocah ngga bisa liat orang seneng dikit, tapi apa Bang Maliq liat yang tadi ya? Semoga aja ngga!
"Baru pulang, Nad." Sedikit membungkukkan badan hanya untuk melihatku.
"Iya." Jawabku dengan senyum manis, tapi Enno justru kian menghalangi pandanganku untuk melihat bang Maliq sambil berpura-pura menekan tombol lift.
"Temen kamu, Nad?" Dengan pandangan menilai kearah Enno.
"Bukan." Jawabku dengan nada tegas dan pandangan membunuh pada Enno jika ia ingin melakukan hal aneh maka aku tidak akan segan untuk membunuhnya.
"Gue bukan temen Nadia," Bang Maliq seolah heran dengan jawaban Enno, "Kenalin gue Enno tunangan sekaligus calon suami Kanadia!" Enno menjabat tangan Bang Maliq dengan mantap.
Tuhan, ini hari terberat dalam hidupku!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanadia Chantiq
RomanceDitinggal pacar begitu saja lalu terjebak dengan browniess omesh akut Huaaa.... hidupku benar-benar tak karuaan dibuatnya!