Apa aku harus bangga dipermalukan cewek plastik di pinggir jalan?
Jawabannya, TIDAK.
"Apa maksud kata-kata lo?" sambil memasang pandangan mengintimidasi.
"Kakak jahat, huaaaaa!" Kembali menyerangku dengan tangisan membabi butanya,"Kemarin Kakak bilang mau bantu Shanti balikan sama Enno hiks ... hiksss ... tahunya sekarang jalan bareng!"
Ckk
"Dah, Shan, jangan cari masalah mending lo pulang!" Usir Enno sambil menyeret Shanti menjauhiku.
Pinter juga si Enno kumpret!
Tahu mantannya bakal jadi dendeng, diungsiin duluan.
"Stop!"
Praktis keduanya berhenti tapi masih memunggungiku,"Setelah buka gue mau ngomong sama kalian berdua!"
Tanpa ba bi bu ba lagi aku angkat kaki dan segera masuk ke dalam salah satu warteg.
Di sini ngga ada kafe, Cuy, jadi jangan harap bisa pesen caramel mocachino buat buka.
Aku duduk mengelilingi meja yang kupesan khusus bersama Enno juga Shanti. Saking khususnya aku musti ngangkat sendiri ini meja sama bangkunya sekalian.
Bukan maksud hati sok atau gimana cuman mau ngobrolnya lebih private gitu ja, makasih. Jadi buat abang-abang yang lagi ngopi dimohon untuk tidak mengganggu, terutama teman-teman Enno kumpret in the gang enam yang dari tadi pasang wajah super kepo.
Okhay sekian, welovu!
"Lo ngga mau duduk?" Pertanyaanku tertuju pada Shanti yang masih berdiri sejak tadi ditemani Enno kumpret yang mulai tidak karuan.
Keduanya pun duduk bersamaan begitu aku memberi isyarat dengan tangan, aku sudah cukup bersabar untuk tidak membotaki rambut karatan milik Shanti jadi aku beneran ogah buat mengawali obrolan terlebih dahulu.
Sambil menyeruput kolak pisang kudengar Shanti mulai menangis lagi meski tidak sekencang tadi.
Aku masih lapar, jadi kubiarkan saja dia menangis sepuasnya. Ini anak udah gedhe jadi biar aja mau-maunya dia sendiri kok nangis bukan aku yang nyuruh.
Seorang bapak yang baru mengerutkan dahi melihat tingkah Shanti tapi aku buru-buru memberi penjelasan dengan bahasa isyarat yang pasti dimengerti langsung tanpa pengulangan.
Ngga apa-apa Pak, ini anak emang belum sembuh.
"Udahan nangisnya?" gerutu Enno sambil menyodorkan tisu toilet yang biasa nangkring diatas meja,"Malu diliat orang."
Pinter, kalau ngerti kelakuan kalian bikin malu.
"No, balikan yuk! Shanti ngga rela kalo Enno sama mantannya Ello." Sedikir berjuang mengeluarkan suara dengan sedikit terisak.
"Jadi lo ngga rela gue jadian sama Enno?" Shanti menjawab dengan anggukan otomatis,"Ok gue bakal putusin En-"
"Lo ngga boleh gitu, Ay," protes Enno dibarengi wajah kecewa Shanti melihat tingkah Enno.
"Lo denger sendiri kan, Shan, kalau pun gue mutusin Enno demi lo belum tentu dia mau dan bakal balikan lagi sama lo," to the point, tegas, dan tanpa basa-basi.
Membuat Shanti tertunduk sambil memegangi hidupnya yang disumbat pakek daun sirih-nemu seadanya depan pager rumah orang-agar tidak terus berdarah. Enno tersenyum senang melihatku menang telak dari Shanti, Si Rambut Karatan.
"Perlu gue tegasin di sini, khususnya buat lo Santi!" Tanpa menunggu reaksi dari Shanti, "Gue ngga pernah ngerebut Enno dari lo, kalaupun Enno masih pacaran sama lo gue ngga tahu ..."
Senyuman Enno makin lebar, "...dan lo Enno kumpret, awas kalau lo main-main sama gue!"
Kini wajah Enno kumpret berubah muram karena memikirkan berbagai teror yang bakal terjadi.
"Ay, gue sama Shanti dah lama putus bahkan sebelum lo pisah sama Ello."
"Enno jahat!" Tangis Shanti kembali pecah, "Bukannya Enno mutusin Shanti buat Kanadia!"
Kedua mataku mengerjap kayak kelilipan barang ngga jelas mendengar fitnah yang dilontarkan Si Setan Rambut Karatan, "Beneran No?!"
"Ngga lah, Ay," mencoba memberi penjelasan,"Lo kan tahu gue dah lama cinta sama lo, kebetulan ja pas gue putus sama Shanti gue langsung jadian sama lo."
Enno nekad berlutut di hadapanku sambil menggenggam erat tanganku dan bilang,"Cinta gue cuma lo, Ay"
Preeetttttt!!
Barisan para brondong mulai tampak histeris bahkan cenderung main rusuh, "Lepasin!" Sambil melempar tangan Enno jauh-jauh.
"Gue ngga mau tahu, urus masalah mantan sampai kelar!" Sedikit berteriak sambil berdiri,"Gue mau pulang ..."
"Gue anter ya, Ay!" Balas Enno memotong kata-kataku.
"Sendirian!" Dengan mata melotot penuh aura membunuh.
Tapi kalau dipikir-pikir aku pulangnya gimana?
Jam buka puasa gini angkot sepi, tukang ojek juga ngilang ngga jelas. Bagaimana nasibku?
"Kanadia."
Siapa sich?
Awas kalo manggil-manggil lagi aku jetotin tuch pala ampe pecah.
"Kanadia?" suara yang memanggilku mulai ragu.
Perlahan aku berbalik dan mendapati sosok pria yang bukan Enno tepat di hadapanku tengah tersenyum manis.
Sosoknya bagai malaikat yang turun dari langit membangkitkan kenangan lama.
Ooh ... ini kisah sedihku
Kumeninggalkan dia
Betapa bodohnya aku
Dan kini aku menyesal
Melepas keindahan
Dan itu kamu
Tuhan, tolonglah aku
Kembalikan dia
Ke dalam pelukku
Karena ku tak bisa
Mengganti dirinya
Kuakui jujur aku tak sanggup
Sungguh aku tak bisa
Dan t'lah ku jalani semua
Cinta selain kamu
Tapi tak ada yang sama
Beribu cara kutempuh
Beribu cara kutempuh
Tuk melupakan kamu
Tapi tak mampu
Oooo... Sungguh aku tak bisa
Jujur aku tak sanggup
Sungguh aku tak bisa
Huuuuu....
***
Napak tilas, gile waktu itu gue galau banget nulis part ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanadia Chantiq
RomanceDitinggal pacar begitu saja lalu terjebak dengan browniess omesh akut Huaaa.... hidupku benar-benar tak karuaan dibuatnya!