Bab. 12 - Keraguan

7.9K 465 18
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang ada di dalam dada.
— QS . Al-Hajj : 46

🌹🌹🌹

Jalanan menuju halte disore ini nampak begitu sepi. Nayra berjalan seorang diri tatkala dirinya baru keluar dari lingkungan sekolah, sebab tadi ia ada keperluan dengan gurunya.

Sesampainya di halte hanya ada satu orang yang sedang berdiri di sana, sambil sibuk menatap layar ponselnya.

Akhirnya Nayra menjatuhkan tubuhnya disalah satu deretan kursi halte yang kosong. Beristirahat sejenak sambil menunggu bus yang akan mengantarnya pulang.

Beberapa saat Nayra menunggu, tibalah sebuah bus yang berhenti tepat di depan halte. Seseorang yang tadi berdiri di sana pun sudah tak nampak dipandangan.

Mungkin dia sudah naik. Batin Nayra.

Nayra bergegas mendekati bus. Namun baru saja satu kakinya naik, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang sedang meminta tolong.

Akhirnya Nayra mengurungkan niatnya dan langsung mencari sumber suara yang tadi ia dengar. Tak jauh dari halte Nayra melihat seorang wanita sedang tergeletak di pinggir jalan dan meringis kesakitan sambil memegangi perutnya yang besar.

Tanpa pikir panjang Nayra segera menghampirinya. Lalu mencoba mencari bantuan.

Nayra memberhentikan sebuah mobil yang melintas di sana. "Pak, tolong bantu saya. Ini urgent."

Beruntung seseorang yang Nayra mintai tolong langsung bersedia membantu, mau mengantar mereka ke rumah sakit terdekat.

"Mas, Mbak, Sus!" Nayra meminta bantuan kepada petugas rumah sakit sesampainya di sana.

"Ada apa?" tanya seorang lelaki pada Nayra.

"I-i-itu," jawab Nayra dengan napas yang tersengal-sengal. Namun jarinya yang menujuk wanita tadi sudah cukup membuat lelaki itu mengerti.

Berulang kali bibir Nayra melantunkan ayat suci Al-qur'an tatkala wanita hamil tadi tengah diperiksa. Nayra sangat berharap wanita tadi dan anak yang ada di dalam kandungannya baik-baik saja.

Dua puluh menit terlewat, seorang lelaki berjas putih akhirnya keluar dari dalam ruangan. Seketika wajah Nayra pucat karena ia tidak siap apabila harus mendengar berita yang buruk.

"Kamu yang bawa ibu tadi, 'kan?" tanya lelaki yang baru saja keluar itu.

"I-iya, Kak Hafiz," balas Nayra gugup.

"Yasudah, ayo ikut saya." Hafiz berjalan duluan di depan Nayra.

"Mau kemana, Kak?" Nayra bingung karena Hafiz membawanya ke lain tempat. Bukan ke ruang wanita tadi.

"Kita ke tempat administrasi, ya. Agar ibu hamil tadi bisa secepatnya di operasi."

"Operasi?"

"Iya. Air ketubannya sudah pecah, jadi mau tidak mau ibu itu harus segera di operasi caesar. Kalau tidak---"

"Yaudah, Kak. Operasi aja. Tolong lakuin yang terbaik," sergah Nayra cepat.

Sepanjang perjalanan menuju resepsionis, beberapa orang tampak tidak senang melihat mereka berjalan berdampingan. Ada yang menatap Nayra sinis, bahkan ada beberapa suster yang membicarakannya.

"Siapa si dia berani banget jalan sama dokter Hafiz."

"Iya, ya. Sok kecantikan banget. Kita aja yang udah lama kerja di sini aja nggak berani deket-deket dokter Hafiz."

Cinta Sendirian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang