Cuplikan sebelumnya
" Brother, Lihat kami membawa siapa." Seruan Janiero membuat Dalton yang sedari tadi fokus mengamati sniper ditangannya menoleh pada Janiero.
+++
" Sepertinya ada pekerjaan yang sedang menungguku." Ujar Janiero saat melihat perubahan Dalton.
Ekspresi Dalton berubah cepat saat ia melihat sosok Chilla ditengah markas. Seperti perkataan Janiero, Dalton sangatlah senang dengan kehadiran Chilla. Sangat – sangat senang hingga ia ingin meledakkan kepala Janiero yang sudah lebih dulu melarikan diri dengan sniper ditangan Dalton. Geraman Dalton membuat Chilla menunduk sedih melihat ketidaksukaan Dalton akan kehadirannya. Sepertinya ia sudah mengganggu waktu kerja pria itu.
" Aku letakkan berkas yang kau minta disini."
Enrico merasa bahwa Dalton memerlukan waktu berdua dengan Chilla pun pamit meninggalkan kedua orang tersebut. Chilla terdiam di tempatnya berdiri sedangkan Dalton mengontrol dirinya untuk lebih tenang. Ya, beberapa hari ini ia sengaja menyibukkan diri dengan pekerjaan karena ia takut tidak dapat menahan diri dan menyerang Chilla di tengah malam.
"Kemarilah, Chilla." Dalton meminta Chilla untuk mendekat.
Chilla melangkah mendekat dengan takut – takut. Ia berdiri berjarak satu meter dari Dalton dan memperhatikan sniper yang berada ditangan Dalton. Pria itu ternyata sedang membersihkan senjata laras panjang itu.
" Lebih dekat, Chilla." Chilla melangkah selangkah lebih dekat.
" Lagi." Dan selangkah lagi lebih dekat lagi Chilla pada Dalton.
Dalton yang tidak sabar dengan tingkah ragu – ragu Chilla langsung menarik pinggang Chilla hingga gadis itu terkesiap saat punggungnya menabrak dada Dalton.
" Kau terlalu lamban."
Pipi Chilla merona mendengar ejekan dari Dalton, terlebih posisi mereka sekarang. Dimana Chilla duduk dipangkuan Dalton sedangkan Dalton melanjutkan pekerjaannya tanpa terganggu sedikitpun. Hembusan napas Dalton di tengkuknya membuat Chilla menahan perasaannya yang berdesir. Diam dalam posisi seperti itu dalam waktu yang lama akan berbahaya bahkan pikiran Chilla sudah membayangkan hal yang tidak - tidak. Chilla turun secara tiba – tiba dari pangkuan Dalton dan melangkah kesudut ruangan lalu berpura – pura mengamati handgun yang tertata disana.
" Apa yang kau lihat?" Suara Dalton selalu bisa membuat Chilla terperanjat kaget.
" Aku hanya penasaran kenapa senjata – senjata ini sangat keren! Iya,Sangat keren!" Chilla mengelus – ngelus dadanya sambil menjawab asal pertanyaan Dalton dan memberikan senyum selebar mungkin pada Dalton.
Dalton tersenyum tipis melihat reaksi berlebihan Chilla. Ia tahu gadis itu luar dalam. Gadis itu sangat tidak pandai berakting dan seperti buku terbuka untuk dibaca. Chilla hanya terlalu gugup berada didekatnya seperti dulu saat ia baru mengenal gadis itu.
" Apa aku boleh memegang mereka?" Suara Chilla menyentak Dalton untuk kembali ke masa sekarang.
" Tentu saja."
Mendapat izin dari Dalton, Chilla mengelus senjata – senjata itu dengan kagum. Diam – diam, Dalton menahan senyumannya. Ekspresi kagum Chilla sekarang persis seperti saat waktu gadis itu pertama kali ke markasnya. Sangat lucu dan polos.
" Wah.. Mereka sangat bagus." Chilla bahkan dapat melihat bayangan dirinya sendiri dari badan – badan pistol yang mengkilat itu.
" Ya, tapi ada yang lebih bagus dari itu." Kata Dalton.
" Apa?" Tanya Chilla penasaran.
Dalton membawa Chilla duduk ditempatnya tadi lalu ia melangkah ke lemari kaca yang bersebelahan dengan lemari granat dan membuka laci teratas lemari itu. Ia mengambil sebuah kotak persegi berwarna hitam dari dalam. Dalton meletakkan kotak tersebut diatas meja dan menyodorkan kotak itu pada Chilla.
" Bukalah." Dalton meminta Chilla untuk membuka kotak tersebut.
Sesuai permintaan Dalton, Chilla membuka kotak tersebut. Ia melihat sebuah pistol berwarna emas didalam kotak tersebut. Chilla mengeluarkan pistol tersebut dari dalam kotak dan melihat badan pistol itu dengan terkagum – kagum. Pistol dengan ukiran inisial A.C.D.L. Inisial itu membuat Chilla mengerutkan keningnya tapi ia tidak terlalu mempermasalahkan inisial itu yang mungkin hanya sebuah kode.
" Pistol itu untukmu." Ujar Dalton yang entah sejak kapan berada dibelakang Chilla dan memeluk pinggangnya.
" Pistol ini untukku?" Chilla menutup mulutnya tidak percaya seraya melihat kembali pistol yang berada ditangannya.
" Iya." Karena itu memang milikmu. Dalton menghirup dalam aroma Chilla yang begitu ia rindukan. Sudah lama sejak ia berdekatan dengan Chilla dan ia benar – benar merindukan aroma gadis itu.
" Tapi aku tidak tahu cara pakainya." Chilla meletakkan kembali pistol itu ke kotak.
" Saat kau ingin menembak, kau tinggal menarik pelatuknya dan.... Dorr" Dalton mengambil tangan Chilla dan pistol tadi lalu menghadap cermin kaca di seberang tempat duduk mereka dan memperagakan cara menembak yang benar. Tidak ada bunyi tembakan karena pistol itu masih kosong belum terisi peluru.
" Simpan pistol ini bersamamu, Chilla. Kau bisa menggunakannya disaat genting." Dalton mengambil pistol tersebut dari tangan Chilla lalu mengisi pistol itu dengan peluru.
" Baiklah." Chilla menerima pistol itu dan memasukkan benda yang mungkin akan ia gunakan suatu hari nanti kedalam tas tangannya.
Dalton menggantungkan kembali sniper yang telah selesai ia bersihkan itu di lemari lalu menggandeng tangan Chilla keluar dari ruangan tersebut dan masuk kedalam mobil Porsche hitam milik Dalton. Pria itu memasangkan seatbelt pada tubuh Chilla sebelum menstarter mobilnya.
" Kita akan kemana?" Tanya Chilla penasaran.
" Makan siang." Jawab Dalton singkat dan mulai menjalankan mobilnya.
Semua momen kebersamaan Dalton dan Chilla diam – diam di abadikan oleh seseorang yang sedari tadi bersembunyi dibalik semak – semak. Ia mengambil hasil cetakan yang langsung jadi dari hasil potretannya untuk seseorang sebelum meninggalkan tempat itu.
~
Sebuah kiriman paket membuat seseorang duduk dibalik meja mengeraskan rahangnya. Whitesnake mendapat kiriman gambar dari mata – mata yang ia bayar. Beberapa foto yang membuat giginya bergemeletuk karena emosi yang menguasainya. Foto dimana Dalton sedang menggandeng tangan seorang perempuan dan masuk kedalam mobil berdua. Dalton telah berhasil mempermainkannya dan Lucy. Wanita itu berhasil Dalton sembunyikan dengan baik selama setahun terakhir dan ternyata Dalton masih bersama dengan wanita itu hingga kini.
" Daddy." Seruan Lucy membuat Whitesnake terkesiap terlebih ia melihat Lucy berada didepan pintu ruang kerjanya.
" Ada apa sayang?" Whitesnake meletakkan gambar – gambar itu diatas meja dengan hati – hati lalu melangkah mendekati Lucy.
" Temani aku makan." Rengek Lucy.
" Fine. Tapi Daddy kekamar mandi dulu baru menyusulmu keruang makan." Whitesnake mengusap rambut Lucy.
" Okay, Daddy." Sahut Lucy dengan riang. Sebelum benar – benar pergi, Lucy sempat melirik sekilas meja Whitesnake dengan tatapanyang tidak terbaca.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
His Lover (Mafia Series)
Любовные романы(18+) Mata itu.. Selalu membius dan menghanyutkan setiap aku menatap kedalamnya. Mata itu.. Selalu memperlihatkan sorot kerinduan yang tidak ku pahami. - Achilla Camile Peterson Private secara acak !! Silahkan difollow terlebih dahulu untuk kenyaman...