"Halo, Nov. Rencana selanjutnya?"
...
-Author Pov-
Sementara acara pesta masih belum sepenuhnya selesai, Ditto membopong tubuh Rayna yang tak berdaya menuju salah satu kamar di hotel tersebut.
'Bawa dia ke lantai 14. Pilih kamar yang mana aja terserah. Semua kamar di lantai itu udah gue booking.'
Ia membuka pintu kamar terdekat dari lift. Keringatnya mengucur deras ketika membayangkan apa yang harus ia lakukan.
'Lakuin tugas lo sebagai cowok. Bikin dia bunting, meskipun dia lagi pingsan.'
Dengan gemetar, Ditto membaringkan tubuh Rayna di atas kasur. Untuk kesekian kalinya, ia meneguk ludahnya.
'Maka Rayna bakal jadi milik lo seutuhnya.'
Ditto melepaskan dasinya, dan menggunakannya untuk menutup mata Rayna. Ia beranjak ke arah lemari dan kontainer untuk mencari sesuatu.
"Gotcha!" lirihnya ketika menemukan tali rafia di dalam laci.
Ia bergegas mengikatkannya ke tangan dan kaki Rayna dengan sedikit kencang. Ditto memang tidak ingin gadisnya itu kenapa-napa, tapi ia juga tidak ingin Rayna memberontak ketika benar-benar sadar.
Pelan tapi pasti, jemarinya bergerak membuka dress yang dikenakan gadis itu. Mengobrak-abrik pakaian yang menempel pada Rayna hingga terlihat setengah telanjang.
Setelah dirasa cukup, Ditto mendekatkan wajahnya di sekitar leher jenjang Rayna yang terekspos. Membubuhkan beberapa kissmark di tempat-tempat yang sekiranya 'terlihat'.
Atmosfer yang dialaminya kini mulai memanas. Ia menarik nafas dalam, mulai membuka setelannya dan melemparnya ke sembarang arah.
Ditto kembali mendekatkan wajahnya. Menatap dalam wajah indah yang selalu diimpikannnya.
Hingga satu kecupan mendarat di bibir lembut milik Rayna.
Ditto melepaskan ciuman searahnya itu setelah beberapa detik, dan kemudian membelai pipi milik gadis dibawahnya.
Ada hal lain yang harus ia lakukan sekarang meskipun ia juga tidak tau apakah itu hal yang benar ataukan salah, pikirnya.
Ditto bangkit mengambil sesuatu di saku celananya yang terlempar agak jauh.
Ia menatap benda tersebut sejenak dan kembali mendekati Rayna.
...
-Rayna Pov-
Ugh.. Kepala gue rasanya mau pecah saking pusingnya. Penglihatan gue ditutup sama sesuatu yang entah gue ga tau apaan. Kaki sama tangan gue juga gabisa gerak gara-gara diiket.
Shit. Apa yang terjadi semalem sampe ngebuat gue kaya gini?!
"L-lepasin gue!" gue bahkan kehabisan tenaga untuk sekedar teriak.
"Hm? Lo udah bangun yah?" tunggu, kayanya gue kenal suara itu deh.
"Ditto..?" orang itu tak bersuara.
"Lo Ditto kan?" gue ngerasain belaiannya di wajah gue.
"Lepasin gue, kampret!" jari orang tersebut kemudian melepas ikatan yang menutup kepala gue.