Part 5. Menerima Kenyataan

544 42 1
                                    

Selamat membaca
Jangan lupa bahagia
Sorry For Typo
Yang Baik Pasti Vote

***

Toh, apa salahnya modus ke cewek gua sendiri?
- Bastian Steel -

***

Aldi tidak sengaja melihat Salsha bersama seorang pria lain lagi. Ia bingung kenapa ia malah menyukai bad girl seperti Salsha. Ia akui ia bad boy, tapi ia bukan playboy. Jujur, hatinya sakit melihat Salsha selalu berganti-ganti pasangan. Niatnya untuk menyatakan perasaannya pun seketika hancur. Tapi ia berjanji akan membuat Salsha sadar kalau ada dirinya yang selalu menyayangi gadis itu.

Bani yang juga ada di samping Aldi yang sudah pasti melihat Salsha bergandengan dengan pria baru lagi. Ia tahu jelas apa yang dirasakan sahabatnya. Ia bukan cowok sepopuler Aldi, tapi ia juga tahu rasanya jatuh cinta. Apalagi harus menerima kenyataan bahwa cinta yang ia punya hanya miliknya, bukan milik gadis yang ia cintai. Ya dengan kata lain, cintanya bertepuk sebelah tangan.

"Come on. Lo udah sering liat dia kek gini." Bani menyadarkan Aldi.

"Tapi sama saja rasanya. Sakit. Gua udah suka sama dia itu dari dulu. Tapi sampai sekarang gua belum bisa dapetin dia."

"Ya elah. Galau mulu. Gua aja yang gini-gini aja, happy-happy aja, tuh. Cinta mah nggak kemana, jodoh udah pasti ketemu. Jadi, slow aja. Santai aja. Relax."

"Dia mantan pacarnya Bastian juga."

"Bastian? Cowok yang dijodohin sama (Namakamu) itu?"

"Ya."

"Bastian sekolah di sekolah Iqbaal dulu, kan?"

"Kenapa emang?"

"Ada kemungkinan dia kenal Iqbaal. Iqbaal kan dulu kapten basket di sekolahnya. Sekarang Bastian yang kapten. Lo pasti mikir sama dong kayak gua." Bani melihat ekspresi Aldi yang berubah.

"Bisa jadi, sih. Waktu kita kelas 3, Bastian udah masuk kelas 1, kan?"

"Yap." Bani mengangguk mantap.

"Kayaknya mereka kenal, deh. Coba lo cari tahu. Takutnya Bastian ada sangkut pautnya dengan Iqbaal. Kalau misalnya benar, berarti gua salah mengiyakan perjodohan (Namakamu)."

"Ya, semoga aja, nggak. Mungkin mereka kenal, tapi nggak akrab gitu."

"Semoga, deh." Aldi seketika cemas. Ia benar-benar tidak ingin adiknya terpaut lagi dengan Iqbaal. Pria yang selalu menjadi saingannya dalam segala hal itu sudah menyakiti hati kembarannya. Jelas saja ia tidak terima. Maka dari itu ia akan berusaha menjauhkan (Namakamu) dari semua yang bersangkutan dengan Iqbaal.

***

(Namakamu) duduk di balkon kamarnya. Hari ini ia tidak bertemu Bastian seharian. Rasanya ia merindukan brondong itu. Ia tidak terlalu ambil pusing karena besok ia akan datang memberi dukungan untuk tim basket Bastian. Ia tersenyum jika ia memikirkan Bastian. Entah mengapa pria yang lebih muda darinya itu mampu menarik hatinya yang sudah jatuh terlalu dalam itu. Hanya Bastian yang mampu melakukan hal itu.

(Namakamu) menoleh ke sumber suara. Ponselnya berdering. Ia masuk ke kamarnya untuk melihat siapa yang menelpon. Dalam hatinya ia berharap Bastianlah yang menghubunginya dan benar saja dugaannya. Nama serta foto Bastian tertera di layar ponselnya. Ia tersenyum manis lalu mengangkat telepon dari Bastian itu.

"Halo," sapa Bastian di seberang sana.

"Hai," balas (Namakamu) tersenyum walau Bastian tidak bisa melihatnya.

He's My BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang