13. Gengsi

13 4 0
                                    


Saat sedang duduk, tak lama kemudian aku melihat Galang yang berjalan menuju kantin.

Tiba-tiba aku teringat soal kemarin. Langsung aku berlari kecil ke arahnya meski aku deg-degan setengah mati.

"Kemarin lo mau ngomong apa?" tanyaku datar. Aku tidak mengerti kenapa setiap aku berbicara padanya, refleks gaya bicaraku berubah jadi seperti itu. Padahal aku sangat senang berada di dekatnya.

"Nggak mau ngomong apa-apa." Galang mengangkat kedua bahu.

"Lah apaan sih. Nggak jelas lo." Shit! Kenapa aku justru bicara seperti itu!, "Jadi ngapain kemarin lo ngajak gue ngomong? Gue pikir ada yang penting."

"Emang kalo mau ngomong sama lo harus hal yang penting doang, ya? Serius amat. Santai kali." Galang tertawa pelan. "Gue cuma mau nanya. Lo tau soal orang yang suka ngasih jus ke gue?"

Aku membelalakkan mata. "L-lo ngapain nanya gue. Ya gue gak tau lah. Ada banyak orang di kelas kenapa harus gue yang lo tanya. Kalo lo pikir itu gue yang kasih, lo salah. Itu bukan gue."

Bego! Bego! Bego! Lo bego Renatha!!

"Loh, kok lo jadi ngegas? Kan gue cuma nanya, bukan nuduh lo yang ngasih jusnya. Kalau lo gak tau ya nggak papa." Aku tidak tahu kenapa Galang masih bisa sesantai itu ketika ada orang yang galak padanya. Itu alasanku suka padanya.

"Ya gue gak tau siapa, Galang." Aku menarik napasku diam-diam. Kok aku jadi begini, sih?!

"Oh. Ya udah." Galang tersenyum tipis. Aku semakin takut. "Gue pikir lo tahu."

"Nggak tau gue." Aku melipat tangan di depan dada, lalu melihat ke arah lain. Aku tidak sadar kalau saat itu aku bisa dibilang sombong. Ya jujur, aku gengsi lah. Bahkan aku tidak mengulas senyum sedikitpun padanya.

Terkadang ucapan dan gayaku di depannya tidak pernah sesuai dengan hatiku. Aku sebenarnya tidak ingin bersikap seperti itu. Aku hanya takut, dia akan mengetahuinya.

"Oke. Duluan." Lalu Galang meninggalkanku. Huft Renatha, kamu manusia paling bodoh!

*

Kurasa dia berbohong.

101 Ways To Say I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang