Hari ini, aku menceritakan semuanya pada Defia. Dan ternyata, responnya sama kagetnya saat pertama kali aku membaca surat dari Galang.Dia tidak mengerti kenapa seperti ini. Dia tidak menyangka, Galang yang begitu cueknya padaku (bahkan kita jarang ngobrol) bisa suka padaku juga.
"Ini seriously Galang, Nath?!" tanya Defia setelah dia membaca surat dari Galang.
Aku mengangguk.
"I'll never guess you both. Maksud gue, kalian itu sama-sama aneh dan .... Oke gue speechless. Ternyata Galang sama kayak lo ya. Pinter nyembunyiin perasaan, tapi bedanya dia lebih alus sampe lo gak nyadar."
"Ya, begitulah." Aku mengedikkan bahu, sementara Defia masih terus melihat surat itu tak percaya.
"Gue mau ketemu Galang, Def. Tapi kenapa dia gak pernah masuk, sih?"
Defia menatapku sesaat, namun pandangannya terfokus ke depan karena ketua kelas kami mengumumkan suatu hal.
"Nih, ternyata gue dapet info, katanya perpisahan kelas duabelas gak jadi jalan-jalan. Nanti semuanya diadain di sekolah. Acaranya malem, dan setiap kelas harus nampilin sesuatu gitu."
"Kayak prom night gitu dong? Sok barat banget dah sekolah kita." Aku tertawa kecil saat Defia menanyakan itu.
"Ya semacam itu lah. Gue harap sih, satu kelas bisa nampilin sesuatu."
"GAAAAK!" Semuanya menjawab serentak.
"Yah kalo gitu harus ada yang wakilin kelas kita."
Tiba-tiba Defia berdiri.
"Kalau gitu biar Galang sama Natha aja! Kan Galang pinter main piano, Natha pinter nyanyi."
Kalau sudah begitu, pasti semuanya akan terwujud.
Dan aku tidak bisa membayangkan saat hari itu datang.
*
Defia itu lucu sekali. Dia pintar memanfaatkan waktu agar aku bisa bersama Galang.
At least untuk terakhir kalinya.
Terimakasih ya Def. Gue beruntung ketemu sahabat kayak lo.
KAMU SEDANG MEMBACA
101 Ways To Say I Love You
القصة القصيرة"Harga diri; Itu lebih dari sekedar menyatakan rasa." Ya itu menurutku, sampai akhirnya statement itu dihancurkan oleh seseorang laki-laki yang paling sulit dipahami. Galang.