"Semuanya normal. Saya rasa ini menjadi kontrol terakhir kamu. Dan terapi yang selama ini kamu jalani sudah cukup araya" ucap dokter fuhrer dengan sopan. Senyum araya mengembang.
"Benar dok? Terimakasih banyak untuk selama ini" balas araya. Dokter fuhrer hanya mengangguk.
"Tapi jangan lupa menjaga kesehatan dan makan yang sehat sehat" dokter fuhrer berpesan.
"Kalau begitu saya permisi dok. Sampai bertemu lagi" araya menjabat tangan dokter fuhrer. Setelah itu pergi meninggalkan klinik. Ia menuju parkiran untuk mengambil mobilnya. Saat hendak membuka pintu mobil tiba tiba mulut araya dibekap oleh seseorang dari belakang. Araya mencoba meronta tapi tubuhnya semakin lemas dan pandangannya menjadi hitam.
***
Perlahan araya mengerjapkan mata. Mencoba memahami keberadaannya. Ia meringis kesakitan kala ia menggerakkan tubuhnya. Saat menyadari bahwa ia tak dapat menggerakan tubuhnya, ia mencoba menolehkan kepalanya ke segala arah. Dan ia melihat tubuhnya telah terikat diatas papan kayu yang cukup tebal. Tangannya berada disisi tubuhnya. Kakinya rapat dan terikat.
Dibawah penerangan ruangan yang samar samar, Ia menatap ke seorang pria dengan tubuh kekar berjalan menghampirinya. Ia menekan tombol yang tak jauh dari papan itu. Papan kayu itu perlahan berdiri bersama tubuh araya yang terikat dipapan itu.
BUGGGHHH
"Arrrgghh" ringis araya kala pria kekar itu menonjok tepat dipipi araya. Belum sempat araya bertanya.
BUGGHHH
Pria itu kembali memukul araya tepat diperutnya. Berkali kali araya dipukul oleh pria asing tersebut. Kepala araya mulai pusing dan memar dimana mana."Cukup!" Seorang gadis menghentikan aktifitas pria kekar tersebut. Perlahan ia berjalan menghampiri araya. Mata araya terbelalak tak percaya. Gadis itu tak lain adalah cindy.
"Gimana sayang? Sakit?" Tanya cindy dengan lembut berlagak simpati. Araya menatap tajam wajah cindy.
"Ini akibatnya karna lo main main sama gue." Cindy mengelus pipi araya lalu ia menyeringai.
"Ba a?! (Gila lo ya!?)" Tanya araya meremehkan. Araya menyeringai.
"Gimana bisa gue cinta sama orang sebrengsek lo cin?" Timpalnya lagi.
"Whatever you say! Gua ngga peduli. Sekarang. Mau ngga mau suka ngga suka lo tetep milik gue !! Hahaha" cindy tertawa penuh kemenangan.
"Rambut lo, mata lo, hidung lo, bibir lo, kaki dan tangan lo, semua tubuh lo" cindy berkata seraya mengelus setiap inci tubuh araya dengan lembut.
"SEMUA MILIK GUEEEEE!!!!! HAHAHHAA. Lo tau kenapa gue lakuin ini? Hah?! Lo tau ngga!!!!". Araya masih belum menjawab.
"Araya. Apa lo ngga inget? Hah?! Lo ngga inget gadis kecil yang lo tolong 11 tahun lalu? Gadis kecil malang yang dibully. Dipukuli dengan batu oleh sekelompok anak laki laki yang nakal? Dan lo!! Lo dateng nolong dia. Lo gendong dia.. Lo obati luka dilutut dan tanganya. Anak itu kesepian. Dan mulai taruh harapan pada lo. lo tau siapa dia?! Dia itu GUEE!!! LO YANG UDAH BIKIN GUE JADI LESBI!! LO YANG BIKIN GUE JATUH CINTA SAMA LO!!! LO YANG UDAH JANJI MAU TERUS TEMENAN SAMA GUE, ADA DISISI GUE! Tapi apa? Lo justru kembali ke Thailand!!" Racau cindy tak terkontrol. Araya terdiam seribu bahasa. Ia mencoba mengingat memori itu. Tiga empat menit araya ingat. Mereka nemang pernah bertemu. Tapi hanya tiga kali. Niat araya hanya menolong cindy saat itu.
"Gue pikir lo bukan hero gue yang kembali lagi. Tapi, setelah gue cari data lo dari sekolah. Gue tau itu lo. Tapi lo ngga inget gue!! IYA KAAN?!! Itu sebabnya gue lakuin hal yang sama. Gue mau kita kenal dari nol. Gue cinta sama lo araya! GUE CINTAAA!!! Tapi kenapa lo begini?!" Lanjut cindy. Araya berdecak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Araya 1 [END]
FanficAraya Pachthiraphan. Gadis tampan asal Thailand ini masih keturunan Indonesia. Sejak sepeninggal ayahnya, ia bersama Som, mommynya memutuskan untuk hijrah ke Indonesia. Memulai hidup baru adalah tujuan utama Mommynya bersama Araya. Ketampanan serta...