Yi Sib (20)

5.3K 276 72
                                    

Ellen POV

Aku berdiri tepat disebelah sebuah gundukan tanah basah yang menjulang tinggi dengan hiasan taburan bunga diatasnya. Aku melirik untuk kesekian kalinya kearah papan nama yang terbuat dari batu marmer berwarna coklat tersebut. Lagi lagi air mataku mengalir tanpa aku sadari. Hancur. Kandas. Semuanya telah hilang dan sirna. Segala harapan telah usai sampai disini. Ini seperti aku membunuh diriku sendiri. Aku masih ingat detik detik saat aku meninggalkannya hingga kecelakaan itu terjadi. Dipapan itu tertulis dengan jelas nama orang yang aku cintai. Ku kasihi. Ku sayangi sepenuh hati. ARAYA PACHTHIRAPHAN.

Masih pantaskah aku katakan bahwa aku menyesal? Tapi apakah aku juga salah jika pada kenyataannya hatiku juga hancur setelah mengetahui semua fakta yang ada? Gadis jalang itu. Dan araya. Mereka telah bersetubuh. Aku tidak paham dan tidak dapat mengerti dosa apa yang telah aku perbuat hingga aku mengalami semua ini.

Diantara daun daun kering yang telah gugur dari pohon yang tak berada jauh dari pemakaman araya. Aku jatuh tersungkur dengan disangga kedua lututku yang terasa sangat lemah. Tubuhku bergetar. Aku menengadahkan wajahku melihat orang orang yang masih tersisa ditempat araya istirahat yang terakhir kalinya. Mereka berusaha menahan tangisnya kecuali wanita paruh baya yang sedari tadi tak henti menangis seraya memeluk batu marmer tersebut. Sementara ayahku masih setia mengelus pundakku dan aku dapat melihat kak Beam yang terus menangis dipelukan kak Forth agar orang orang tak melihatnya. Dan bibi pong masih berada disisi mami araya.

Araya. Aku ingin berjalan bersama araya. Dalam hujan dan malam gelap seperti dulu. Tapi kini aku tak bisa melihat matanya.

Aku ingin berdua dengan araya. Di antara daun gugur. Tapi aku resah. Bisakah araya melihat itu?

Aku mengingat kembali segala memori yang telah ku jalani bersama araya sejak aku mengenalnya. Tak bisakah aku menghidupkannya kembali? Haruskah aku pergi kesekolah hogwarts dan bertemu voldemort agar bisa membangkitkan araya? Atau aku harus meminta pertolongan pada ibu penguasa laut atau bapak dan ibu penguasa gunung? Hidupku benar benar hancur. Aku benar benar tidak terima jika araya sampai mati karna menolongku dari kecelakaan mobil itu. Seharusnya aku tidak lari begitu saja kan?, padahal aku tau araya berusaha keras mengejarku. Tapi aku mengabaikannya. Tapi apa aku salah? Bahkan seseorang yang kuanggap kakak sendiri seperti ruka bersekongkol dengan jalang licik itu. Aku masih tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa araya melakukan itu. Kenapa?

Isak tangisku semakin menjadi. Ini semakin membuat dadaku sesak. Aku meraba tanah makam araya. Yang kuingat terakhir, wajahnya yang pucat penuh lebam dan bercak luka yang telah dibersihkan sebelum ia dimasukkan kedalam peti. Aku ingat pula saat terjadi kecelakaan itu. Tubuh dan kepalanya dipenuhi oleh darah segar yang mengalir menggenang disekitar tubuhnya. Aku membatu. Bahkan tak bisa berkata apapun lagi.

"Arrrrrrgggghhhhh" aku sadar aku teriak begitu keras hingga semua orang terkejut. Mereka tak protes. Tapi sungguh itu keluar begitu saja dimulutku. Kak Beam menghampiri ku. Lalu memeluk tubuhku dengan penuh pengertian.

"Ellen. Bangun lah ellen.. bangun" ucap kak beam menepuk nepuk pundakku.

"Ellen!!"


































Aku membelalakan mataku cepat. Mimpi itu. Mimpi itu datang lagi. Aku merasakan peluhku membasahi tubuhku. Aku melirik kesekitar ruangan yang putih ini dengan Aroma obat yang khas.

"Kau mengigau lagi ellen. Apa yang kau mimpikan" aku meneggakkan tubuhku dan bersandar disofa tempat aku terbaring tadi. Aku menoleh ke arah kak Beam yang kini menyerahkan sebotol air mineral dan satu bungkus roti.

Araya 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang