Yi Sib Hok (26)

4.1K 261 41
                                    

Araya's POV

Aku terbangun, kepalaku masih terasa berat. Sedikit demi sedikit aku mencoba mengumpulkan kesadaranku. Sampai akhirnya aku benar bebar sadar dan melihat jelas Ellen sudah berpakaian rapi sambil merapikan pakaiannya dan memasukkannya kedalam koper.

Seketika aku berdiri. Aku memperhatikannya dengan bingung. Dia masih mengabaikanku. Lalu terbesit ingatan tentang pertengkaranku dengan Ellen semalam.

Flashback

"Ellen!!!" Aku menyebut namanya dengan nada tinggi. Seketika darahku terasa mendidih. Mataku terbelalak. Tingkahnya tak hanya membuat aku kaget, tapi juga Sena dan Poey. Pasalnya, aku baru saja melihat Ellen meminum minuman beralkohol. Sejak kapan ia berani melakukannya.

Aku merebut gelas yang masih tersisa sedikit wine lalu melemparnya kesembarang arah hingga gelas itu pecah. Kutatap Ellen dalam dalam. Tanpa berpikir panjang. Aku mencengkram pipinya hingga mulutnya terbuka. Lalu ku masukkan jariku kedalam mulutnya dan menekan bagian ujung lidahnya dengan tujuan agar ia bisa memuntahkan semua yang ia minum.

Belum sempat aku berhasil  membuat Ellen memuntahkannya, Ellen menendangku tepat pada ulu hati hingga aku terpental.

"Brengsek!!" Umpatnya. Sena dan Poey terkesiap melihat apa yang Ellen lakukan. Ulu hati ku benar benar terasa sakit dan in membuat ku sedikit mual.

Ellen berdiri dengan sempoyongan. Lalu berjalan menuju balkon kamar. Tapi, aku berhasil berdiri dan menarik tangannya sebelum dia membuka pintu balkon.

"Sejak kapan kamu seperti ini?!" Tanya ku. Dia tak menjawab. Matanya sayu dan ia menarik sudut bibirnya membentuk senyuman. Tidak, itu lebih seperti ia menyeringai.

Kali ini dia mendorongku. Dia benar benar sudah dibawah pengaruh alkohol.

"Bukankah minum adalah cara yang baik untuk menenangkan diri?" Tanya Ellen.

"Jawab aku sejak kapan kamu seperti ini?" Aku tak menjawab tapi justru bertanya balik. Tapi dia tak menjawab lagi.

"Jawab Ell..."

"Hey brengsek!! " bentaknya memotong ucapanku. Tangannya terangkat dan jari telunjuknya menekan nekan dadaku. Wajahnya mengeras.

"Lo! Lo denger baik baik. Jangan pernah tanya kenapa gue kaya gini! Jangan tanya gue begini sejak kapan! Lo punya otak kan? Seharusnya lo gunain otak lo sebaik mungkin!!! Udah berapa banyak lo bohongin gua? Hah?!! Berapa banyak ARAYA!!!?" Ia berkata dengan nada serak menahan isak tangisnya.

"Iya Ellen. Aku tau aku salah. Aku udah bohong dan khianatin kamu" ucapku.

"Hey Tuan Araya Pachthiraphan yang TER. HOR. MAT! LO NGESEX DENGAN JALANG ITU!! LO TRANSGENDER! LO PURA PURA KOMA! DAN SEKARANG LO JUGA PURA PURA KECELAKAAN LAGI! SEHARUSNYA LO ITU NGGAK PERNAH HADIR DIHIDUP GUA! buat apa? Buat apa lo dateng merubah gua jadi permata tapi ujungnya lo khianatin gue? BUAT APA BRENGSEK???! MAU BERAPA KALI LAGI LO BOHONGIN GUE? HAH!!? JAWAB!!!"  Ellen terus saja meracau. Sementara aku. Aku hanya diam seribu bahasa.

"Kenapa? Nggak bisa jawab?!  Apa karna lo pikir lo udah rubah gua. Trus gua bisa membiarkan kelakuan busuk lo?! Lo pikir dengan lo beralasan karena lo mau lindungin gua dari jalang itu. Atau lo nggak mau bikin gua sakit bakal bikin gua terima sama kelakuan lo?!" Lanjutnya. Aku meraih tangannya.

"Ellen. Aku akan lakuin apapun buat tebus semua kesalahan aku. Dan aku akuin aku bohong. Tapi aku bohong demi kebaikan hubungan kita. Meskipun aku tau caranya salah" ucapku.

"Araya YANG BAJINGAN!!! Lo denger baik baik ya!! Nggak ada kebohongan yang baik!! Lo itu egois!! Lo itu sebenernya cuma mau lindungin diri lo sendiri!  Lo takut ketauan kalo lo cewek dan sebagai gantinya lo mau ngesex sama dia? Hati dan otak lo dimana? Sedangkan gua dirumah lagi berbunga bunga karena orang yang gua sayang orang yang gua suka juga suka dan sayang sama gua! Tapi lo ngesex di belakang gua araya!!  Kenapa lo harus bikin gua jatuh cinta sama lo araya?! KENA....?!!! "  Ellen tak melanjutkan perkataanya karena isak tangisnya yang kini tak bisa ia tahan. Aku masih terdiam. Rasanya sesak sekali dadaku saat mendengar isi hati Ellen. Aku tak menjawab apapun. Dan mencoba menghampirinya untuk memeluknya. Belum sempat aku memeluk. Dengan sigap dia mendorong dadaku. Dia terus menangis. Aku bisa tau betapa sesak hatinya saat semua isi hatinya ia keluarkan. Aku benar benar menyesal.

Araya 1 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang