Aku terbangun di atas kasur putih dan berhadapan dengan lampu yang terasa begitu menyilaukan.
"Farrel. Apa yang kau lakukan?"
Aku menoleh. Dia sosok yang sudah lama tak kulihat wajahnya. Sosok yang dahulu gagah, keriput mulai tampak diwajahnya, namun wibawa yang dimilikinya tidak luntur sedikitpun.
"Papa," panggilku dengan suara serak.
Papa bergerak memberikan segelas air padaku. Aku meninumnya dengan segera. "Tidak apa-apa."
Aku menatap pergelangan tangan dan telapak tangan kiriku yang diperban. Senyumanku terbentuk tanpa sadar. Kemudian rasanya hampa. Aku masih di sini dan itu menyebalkan sekali.
"Bukan hanya ditangan. Punggungmu juga penuh luka kecil." Dia menatapku lurus. "Bahkan kamarmu penuh dengan benda tajam."
Aku bergeming. Tidak ingin membahasnya.
"Jelaskan." Kedua mata itu menatapku lurus. Menimbulkan ketegasan yang membuatku membeku.
"Apaan sih, Pa." Aku membalikan tubuh. Berusaha tidak menatapnya.
"Farrel." Suara itu memelan. Kemudian helaan napasnya terdengar, cukup dalam dan panjang.
"Kau mau pulang tidak? Sebenarnya lukamu tidak terlalu parah." Dia mengambil jeda sejenak. "Kau boleh pulang kapanpun kau mau. Papa pergi dulu."
Langkah kakinya terdengar menjauh, dan lenyap saat suara pintu menutup.
Aku mendudukan diri. Menunggu beberapa menit berselang agar tidak berpapasan dengannnya dan memutuskan untuk pulang saat ini juga.
"Aku kangen, Floren. Dia marah tidak ya?"
31/05/2018
A/N: Ayo semangat bentar lagi buka puasa :D
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Dia Pergi
Short Story15+ Aku sering kali menatapnya dikala senggang dari kaca jendela kamarku. Dia adalah seorang gadis dengan senyum manis yang tinggal tepat di sebelah rumahku. Kami sering bertukar sapa, saling bercakap, menjalin hubungan pertemanan dengan baik di a...