Aku pergi sekolah. Rasanya aneh tidak membaca buku pelajaran berhari-hari. Seperti ada yang kurang.
Karena kebiasaaan yang terlanjur terbentuk, aku menarik tirai jendela. Di sana seorang gadis manis berambut cokelat menatapku dengan mata bundarnya. Seolah menungguku sekian lama.
"Kamu ... marah?"
Aku menutup jendela dan berlalu pergi begitu saja. Mengeyahkan wajahnya dari ingatanku.
-0-
"Kamu beneran marah?"
Gadis itu di sana lagi. Matahari telah meninggi, sekolahku sudah selesai dan dia tetap ada di sana dengan pertanyaan yang sama.
Aku tertegun. "Kalau aku marah kenapa? Kalau nggak juga kenapa?"
"Maaf."
Dia menurunkan kertas itu dari wajahnya. Tubuhnya sedikit membungkuk dengan rasa bersalah.
"Kau salah apa sih sampai begitu?" Aku melemparkan tas ke atas kasur dan mendudukan diri di atas kursi.
Dia menunduk. Tangannya mencoret catatannya dengan kaku.
"Kalau aku tidak salah, kamu tidak akan marah. Ya 'kan?"
Aku tertawa. "Siapa yang bilang aku marah?"
Keningnya tampak berkerut, bingung.
"Kemarin ... ? Tadi pagi?"
"Aku hanya tidak mood. Bukan salahmu. Jadi jangan minta maaf begitu." Aku melemparkan senyum lebar padanya.
"Salahku karena moodmu tidak membaik."
"Apa katamu?" Tubuhku merangsek maju.
Dia tampak terkejut dan tatapannnya seakan marah padaku. Bibirnya mengerucut sebal.
"Lupakan saja. Jangan pernah bergerak begitu! Aku kaget tahu!"
Tuh kan dia marah. Aku kembali ke posisi semula dan tertawa kecil. "Maaf."
19 April 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Dia Pergi
Short Story15+ Aku sering kali menatapnya dikala senggang dari kaca jendela kamarku. Dia adalah seorang gadis dengan senyum manis yang tinggal tepat di sebelah rumahku. Kami sering bertukar sapa, saling bercakap, menjalin hubungan pertemanan dengan baik di a...