Makan malam berlangsung hening. Papa tampak berusaha mencari topik, tapi tak berhasil. Aku sendiri enggan mengobrol dengannya, fokus melahap makanan restoran mahal yang dipesannya.
Setengah piring habis. Dia mulai angkat bicara. "Maukah Farrel memaafkan Papa? Papa akan di rumah lebih banyak, Papa akan bersama Farrel lebih sering, Papa akan menjaga Farrel agar tidak pergi dan kecewa."
"Kenapa begitu?" Aku meletakan sendok dan garpu. Nafsu makanku tandas sudah.
"Karena, Papa ... baru menyesal, Nak." Laki-laki tua itu tersenyum tipis, meninggalkan sendu yang berbekas.
"Menyesal akan apa?"
"Papa pikir, kehilangan tidak akan semenyakitkan ini. Ternyata sakit sekali." Dia menatapku dalam. "Maaf selama ini Papa salah sama kamu. Papa egois dan nggak peduli sama kamu. Papa cepat marah dan itu membuatmu menderita."
Senyumnya hilang, berganti menjadi tatapan sendu yang sempurna dengan penyesalan yang pekat. "Maaf. Papa baru belajar rasanya kehilangan."
Aku bergeming. Bingung mencerna semua informasi dari kejadian ini. Bukannya beberapa waktu lalu Papa dan Mama hanya sibuk bertengkar tanpa memedulikanku, bahkan Mama malah meangakhiri rumah tangga ini.
Sekarang, Papa menyesal dan minta maaf padaku? Ajaib sekali.
"Farrel mau maafin Papa?" Dia menunggu jawaban dariku.
Iya dan tidak, pilihan yang sulit. Bagaimana aku bisa mengiyakan setelah semua penderitaan sepi yang menjeratku bertahun-tahun? Bagaimana juga aku berkata tidak setelah melihat ketulusan dan penyesalan diwajahnya yang semakin tua itu?
Dia menghela napas, karena aku bergeming begitu lama. Kemudian melanjutkan makannya dengan tenang. Aku tidak melanjutkan makan, sibuk berkutat dengan pikiranku sendiri bahkan sampai kami berjalan pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Dia Pergi
Short Story15+ Aku sering kali menatapnya dikala senggang dari kaca jendela kamarku. Dia adalah seorang gadis dengan senyum manis yang tinggal tepat di sebelah rumahku. Kami sering bertukar sapa, saling bercakap, menjalin hubungan pertemanan dengan baik di a...