Srek. Bruk!
"Floreeeen!" Aku melampirkan senyuman lebar. Dia membalasnya dengan senyuman serupa.
"Ada apa?"
"Hari ini ulangannya mudah sekali. Aku dapat nilai paling tinggi di kelas lho!" Aku membanggakan diri padanya.
Dia tertawa.
"Kau 'kan memang membaca terus kerjaannya. Wajar sajalah."
Aku terkekeh. "Ah, iya. Kau tidak punya hal kau lakukan selain memandang cakrawala?"
Dia sedikit tersentak, kemudian menggeleng.
"Bagaimana kalau kau mencoba melukis cakrawala?" celetukku asal.
Sesaat tubuhnya mematung, kedua mata cokelat itu tampak berbeda beberapa detik. Seolah ada sesuatu yang menghalangi sinarnya.
Perlahan, sudut bibirnya tertarik ke atas. Aku tidak suka melihat senyumnya kali ini, senyuman ini bukan dia. Bukan
"Aku tidak punya alatnya."
"Bagaimana jika aku pinjamkan?" Sebelum dia selesai menjawab aku sudah lebih dulu menjauhi jendela dan mengacak isi lemariku.
"Dulu aku juga tidak punya hobi. Jadi aku mencari beberpaa kegiatan hingga akhirnya menetap menjadi pembaca buku fiksi maupun non fiksi," kataku sedikit keras.
Ketemu! Aku segera berdiri dengan wajah senang dan menyerahkannya pada Floren.
"Nah. Kau bisa belajar menggambarkan keindaahan yang kamu lihat."
Dia menerima itu dengan gemetar. Kemudian memeluk kanvas dan beberapa peralatan lukis yang kuberikan.
"Makasih," ucapnya tanpa suara melalui gerakan bibir.
Setelahnya dia menutup jendelanya rapat-rapat.
26/04/2018
![](https://img.wattpad.com/cover/141735856-288-k877066.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Dia Pergi
Short Story15+ Aku sering kali menatapnya dikala senggang dari kaca jendela kamarku. Dia adalah seorang gadis dengan senyum manis yang tinggal tepat di sebelah rumahku. Kami sering bertukar sapa, saling bercakap, menjalin hubungan pertemanan dengan baik di a...