Tidak. Ini terulang lagi.
Matahari sudah mulai menepi ke arah barat. Jendela kamarku terbuka lebar menampilkan sosoknya yang berdiri di sana menatapku dengan gembira.
"Farrel!"
Aku tidak menjawab. Bahkan diriku tidak duduk di meja belajar tempat bisa aku mengobrol dengannya. Aku di atas kasur. Tergeletak dengan kepala yang hampir pecah.
Rasanya menyakitkan, seperti tiba-tiba kau merasa seluruh dunia tidak ada yang menginginkanmu, seperti tiba-tiba kau tidak ada keinginan untuk melakukan apapun, bahkan berbicara.
Keningnya berkerut samar. Ia tampak memajukan tubuhnya sedikit untuk melihatku.
"Farrel sakit?"
Aku menggeleng. Menatap nanar hasil pemeriksaan kejiwaanku yang menyebalkan dan sebotol obat berwarna putih yang harus aku minum.
Aku meminum satu tablet darinya, meneguk satu gelas air di atas nakas dan mengambil napas panjang. Menetralkan pikiran yang entah kemana.
"Farrel?"
Aku merenggangkan tubuh. Kemudian berlari kecil duduk di meja tulisku. Berhadapan dengannya. "Ya, Flo?"
"Tadi kamu kenapa?"
"Tidak apa." Aku memaksakan senyum. Ugh hasil pemeriksaan yang menyebalkan.
"Bohong!"
Aku tertawa kecil. "Bohong apa sih, Flo?"
"Kamu 'kan bisa cerita padaku~!"
Tawaku berhenti. "Nggak ada yang perlu diceritakan. Sungguh."
"Tuh 'kan bohong lagi!"
Aku berdiri. Menatapnya dengan tatapan intimidasiku. "Tahu dari mana coba?"
"Tatapanmu yang bilang begitu padaku."
Aku terhenyak. Kemudian dengan cepat memutar bola mata, "Terserah deh." dan menutup jendela.
><
Farrel Esa Dione
Hasil pemeriksaan kejiwaanDidiagnosa mengidap Gangguan Depresi Mayor dikarenakan kondisi lingkungan keluarga yang berantakan, menganggu konsentrasi, aktivitas sehari-hari dan lain-lain.
><
KAMU SEDANG MEMBACA
Setelah Dia Pergi
Historia Corta15+ Aku sering kali menatapnya dikala senggang dari kaca jendela kamarku. Dia adalah seorang gadis dengan senyum manis yang tinggal tepat di sebelah rumahku. Kami sering bertukar sapa, saling bercakap, menjalin hubungan pertemanan dengan baik di a...