13

23 10 5
                                    

"Dia Reina Putri dari kelas 12-2, tetanggaku. Memangnya ada apa? Kau mengenalnya?,"

Setelah aku keluar dari UKS, Sean memaksaku pulang-dia juga memaksa untuk mengantarku. Khawatir katanya. Aku yang masih penasaran dengan gadis di UKS tadi, akhirnya menanyakannya pada Sean.

Ternyata di kakak kelas. Jadi agak tak enak hati untuk bertanya langsung padanya. Tapi, aku sangat yakin jika gambar itu, adalah gambar yang sama dengan gambar yang ada di keningku. Tak sama persis, tapi entah mengapa aku yakin itu mempunyai makna yang sama.

"Aku hanya penasaran dengannya, tadi bertemu saat di UKS,"

"Dia orang yang bagaimana?,"

Sungguh, aku sangat ingin tahu lebih banyak tentangnya. Sangat penasaran.

"Aku tak terlalu mengenalnya. Kurasa dia orangnya pendiam, juga tak banyak teman. Setahuku hanya itu,"

"Aaah, begitu ya,"

"Oiya, kenapa pagi tadi kau bisa terlambat?," Sean mengubah topik pembicaraan. Kalau dipikir, rasanya sudah lama sekali aku tak berbicara dengannya.

"Tentu saja karena bangun kesingan, apalagi kalau bukan itu?,"

"Yaah, aku bisa menduganya,"

"Itu juga salahmu"

"Kenapa bisa salahku?,"

"Biasanya kan kau yang membangunkanku. Tapi akhir-akhir ini kau hilang. Kurasa kau benar-benar menghindariku. Kenapa?,"

"Siapa yang menghindar? Aku hanya berusaha lebih fokus belajar. Aku sudah tingkat akhir, pastinya kalau tak mau mengulang setahun lagi,"

"Sejak kapan Seanku ini rajin belajar? Ternyata kau sudah besar ya," ejekku sambil mengusap-usap rambutnya.

"Dan sejak kapan aku menjadi Seanmu?," 

"Sejak dulu sampai kapanpun, Sean akan selalu menjadi milikku," aku mengatakannya setengah bercanda, tak melihat perubahan raut wajah Sean saat mendengarnya. 

Dia hanya menatapku . Aku tak paham arti tatapannya. Aku kan hanya bercanda? kenapa kelihatannya dia marah ya? apakah aku salah bicara?

"Kenapa?,"

"Tidak, aku hanya berpikir, kalau aku akan selalu menjadi Seanmu, maka lebih cocok lagi kalau kau menjadi Audiku," dia mengatakannya sambil terus menatapku. Tapi kurasa dia juga sama, hanya berniat bercanda.

"Yaaah, tentu saja," aku hanya mengiyakan saja.

"Sean, apakah kau tahu dimana Reina tinggal?," Aku kembali pada topik yang tadi dilupakan.

"Kenapa kau tak menanyakannya langsung? Atau kau bisa bertanya di ruang Tata Usaha?,"

Kurasa Sean ada benarnya. Ruang Tata Usaha, aku bisa mendapatkan informasi tentang Reina disana. Aku merespon Sean hanya dengan mengangguk.

Kami melanjutkan perjalanan pulang dengan celotehan-celotehan yang tak penting. Sean juga membahas tentang poni baruku. Dia banyak bertanya tentang poni ini. Aku menjawabnya dengan asal, seperti sedang ingin menggunakan poni, atau sedang tren para gadis memakai poni.

Setelah ikut makan malam, aku memutuskan untuk ke kamarku. Disana, hal pertama yang kucari adalah cermin. Aku kembali memandang gambar yang melekat pada keningku. Kurasa aku sudah terbiasa dengan ini, juga dengan poni baruku. Kembali aku ingat dengan Marcel. Dimana dia? Biasanya dia akan langsung nongol jika aku sudah berada dikamar. Muncul tiba-tiba. Dia menyebalkan. Dia selalu muncul saat aku tak ingin melihatnya, tapi dia tak pernah muncul bila aku membutuhkannya, ingin bertanya sebenarnya.

katanya akan sering bertemu. Apaan. Dia tak lebih dari seorang pembual, pembohong juga mestinya.

Setelah merasa moodku hancur karenanya, aku putuskan untuk mencata pelajaran sekolah yang tadi tak kucatat karena harus menjalani hukuman sialan itu. 

Hari yang sangat melelahkan.


~~ 

ANGEL(IA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang