"Di, tadi dicariin Guru ganteng,"
Aku hanya menatap wajah teman sekelasku dengan pandangan penuh tanya. Aku? Dicari? Siapa tadi? Guru ganteng? Siapa?
"Guru ganteng?," aku kembali meminta penjelasan kepadanya.
"Masa ngga tau? Itu lhoo, Pak Marcel," dia menjelaskan dengan wajah yang.. Em.. Geregetan mungkin?
Dan apa katanya? Pak Marcel? Dia? Si Guru ganteng itu? Ingin rasanya aku tertawa terpingkal-pingkal.
"Ooh, ada apa?," kutahan tawaku dan kembali bertanya.
"Ngga tau, dateng aja. Lumayan juga buat modusan," dia mengatakannya dengan diselingi tawa. Modus apaan?
Belum genap aku melangkah, suaranya kembali terdengar, "Sekalian bawain buku tugasnya ya, Hehe,"
"Kenapa aku?,"
"Biar sekalian aja, lagi pula sekarang kau piket kan?,"
Ah benar juga, maklum saja aku tak ingat jadwal piketku. Sekalipun aku tak pernah piket.
"Baiklah," pasrahku.Setelah itu aku melangkahkan kakiku menuju meja guru dan mengangkat setumpuk buku tugas sejarah itu, kubawa tumpukan itu ke ruangan Marcel. Yang katanya Guru ganteng -_-
Dengan susah payah aku mengulurkan tangan untuk mengetuk pintu didepanku. Pintu ruangan sang Guru ganteng - katanya.
"Masuk,"
Setelah mendengar suara dari dalam, aku segera kubuka pintu itu. Dengan perlahan aku memasuki ruangan tadi.
"Ini tugas sejarahnya Pak, mau ditaruh dimana ya,?" aku berusaha bertanya dengan nada sesopan mungkin. Tak lupa memamerkan senyum manisku.
"Taruh saja disitu," dia hanya menunjuk ke arah meja dipojok dengan dagunya. Sangat tidak sopan.
Tapi tak apa. Kali ini tak ku hiraukan. Aku harus sabar. Bagaimanapun dia seorang guru. Dengan perasaan dongkol ku letakkan setumpuk buku tadi diatas meja yang dimaksudnya.
Setelah meletakkannya, aku kembali ketempat dimana tadi aku berdiri, "Bapak tadi mencari saya?, ada apa ya Pak?,"
"Tidak perlu senormal itu, tapi aku tak keberatan jika kau terus bersikap sopan seperti ini, menurutku itu manis," dia mengatakannya dengan tampang seperti orang mengajak bertengkar. Sangat menyebalkan. Ingib rasanya kucakar wajah menyebalkan itu.
"Kau pikir aku betah bersikap seperti tadi denganmu?, yang menurutmu manis itu?," jebol sudah kesabaranku. Kutumpahkan segala unek-unekku padanya.
"Dan apa maksudnya ini? Kenapa kau bisa disini? Menjadi guru? Apa yang sebenarnya kau pikirkan? Hah?," aku berteriak didepan wajahnya dengan menggebu-gebu.
"Santai saja, tak perlu berteriak. Aku bisa memdengarnya dengan jelas,"
"Jawab saja, dasar makhluk aneh menyebalkan,"
"Baiklah, akan ku jelaskan." dia memberikan banyak jeda di akhir kalimatnya. Lama sekali ku menunggu. Tentu saja hak itu membuat amarahku kembali memuncak.
"Cepatlah," teriakku tak sabar dengan jawabannya.
Mendengar teriakannku, dia hanya tersenyum menyebalkan, "Tentu saja agar aku bisa mengawasimu, dan sebagai tambahan agar kau tak perlu mencariku, bukankah kau merindukanku?,"
"Siapa yang merindukanmu, bodoh!!," apa-apaan dia itu. Seenaknya saja berkata seperti itu.
"Bukankah kau merindukanku? Apa perlu kuingatkan siapa yang seharian menggerutu sambil menanyakan keberadaanku, eh?"
Sekelebat ingatan saat aku mencarinya untuk mendapat penjelasan mengenai tato yang kudapat muncul. "Itu karena aku ingin menanyakan sesuatu,"
"Bilang saja kau rindu. Iyakan?," dia menjadi sosok yang menyebalkan. Sialan memang.
"Benar kan? Tak usah malu,"
"Kalau rindu bilang saja,"
Dia menggodaku. Dan aku tak suka itu. Sangat menjengkelkan menurutku.
"Katakan saja, kau rindu ka-
Aku malas mendengarnya.
"Terserah kau saja," dengan menghentak-hentakkan kakiku, aku beranjak keluar dari ruangan laknat itu. Aku benar-benar marah. Dan itu semua karena ulah makhluk aneh sialan itu. Marcel. Segala umpatan kupersembahkan hanya untukknya. Untuk tambahan, kuberi jari tengah untuknya.Menyebalkan.
~~
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGEL(IA)
FantasyBagaimana rasanya menjadi seorang pahlawan? Kau tahu? Aku merasakan banyak sekali perasaan. Seperti? Mungkin senang? bangga? Bingung? Sedih? Takut? Terkejut? Dan.. Entahlah Yaaah, yang perlu kalian tau, menjadi pahlawan itu memiliki banyak rasa. W...