"eungghh"
Aku memaksakan agar mataku terbuka. Entah berapa lama mataku ini terpejam.
Saat mataku perlahan terbuka, hal pertama yang kulihat adalah hidung mancung seseorang didepanku. Aku mengumpulkan kesadaran dan konsentrasiku. Setelah mataku memfokuskan diri, ternyata benda yang kulihat memang benar hidung seseorang. Hidung Sean.
Bagaimana ceritanya aku bisa berada disini? Apakah aku ketiduran?
Coba kuingat-ingat lagi. Tadi Kak Dira menyuruhku ke kamar Sean untuk memanggilnya makan malam. Setelah masuk kamar Sean, aku melihatnya tertidur. Saat aku berniat membangunkannya, aku mengurungkan niatku itu karena tak tega melihatnya tertidur nyenyak seperti itu.
Kemudian aku ikut berbaring dibelakang punggungnya. Memainkan punggu lebarnya dan apa? Aku mengantukkah? Kemudian tertidur?
Lalu,
Bagaimana makan malamnya? Oh tidak!! Aku harus segera membangunkannya atau mereka yang menunggu kami marah.
Saat tanganku menyentuh wajah didepanku, untuk mengguncangnya, ada sebuah tangan yang menahan agar tanganku menetap di rahang itu.
"Hei!! bangunlah, kita harus segera turun untuk makan malam," aku berucap sambil menggoyangkan tanganku yang berada dibawah genggamannya.
Tak ada respon. Aku kembali mengguncangnya, kali ini lebih keras. Dia membuka matanya perlahan. Setelah mengumpulkan kesadarannya, dia tersenyum padaku. "Selamat pagi,"
"Ayo bangunlah, kita harus makan malam, yang lain sudah menunggu kita. Dan kenapa kau mengucapkan selamat pa- Ooh tidak, kenapa diluar sudah sangat terang? Jam erapa ini? Apa aku tengah bermimpi?,"
Dan yang membuatku semakin jengkel adalah, Sean yang hanya tersenyum menatapku tanpa merespon ucapanku tadi. "Apakah ini sudah besok? maksudku, apakah sekarang sudah berganti hari? sekarang sudah bukan kemarin?," Aku kembali histeris mendumelkan kalimat tak jelas.
"Tenanglah, kau sangat berisik,"
"Tenang? Bagaimana aku bisa tenang? seharusnya tadi, eh bukan, maksudku kemarin aku membangunkanmu untuk makan malam bersama, kenapa malah sekarang sudah berganti hari? Ini semua salahmu!! Seharusnya kau bangun dan membangunkan aku juga,"
"Bawel. Mau kau marah-marah tak jelas seperti itupun, sekarang faktanya memang sudah berganti hari. Dan satui lagi, itu bukan salahku. Tapi salahmu. Sehrusnya kau yang membangunkanku, kenapa malah kau ikutan tidur disini?"
Aku hanya terdiam mencerna semua perkataannya. Ya. Semua yang dikatakannya benar. Ini semua salahku. Seharusnya aku yang membangunkan Sean, bukan malah ikutan tidur disini.
"Aish. Sudahlah. Yang terpenting sekarang kita harus bangun dan bersiap-siap. Bukankah hari ini kita akan melakukan upacara di sekolah?," aku bangkit dari tidurku dan beranjak keluar kamar. Tentu saja aku akan pulang ke rumahku.
Saat menuruni tangga, kulihat di meja makan sudah berkumpul papa, mama, dan kak Dira. Aku yang ditatap oleh semua orang itu hanya tersenyum kikuk. Bagaimana tidak? Aku melalaikan tugasku tadi malam.
Aku mendekati meja makan sambil menunduk. "Maaf ya, Audi malah ketiduran sampai pagi. Lupa ngga bangunin Sean"
"Iya sayang, ngga papa. Sekarang mendingan kamu sarapan dulu. Tadi malem kan kamu belom makan." Mama trersenyum dan mengambilkan piring berniat mengisinya dengan nasi untukku.
Segera saja kutolak. "Eeh, ngga usah ma, Audi mau langsung berangkat aja, nanti gampang sarapan di kantin. Udah siang soalnya,"
"Ooh, gitu,"
"Ya udah, Audi pulang dulu ya, mau mandi sama siap-siap, Daaah,"
Aku berlari meninggalkan rumah Sean dengan terburu-buru. Setelahnya, kalian pasti tahu kan? Tentu saja aku bersiap-siap dengan segala keperluanku untuk ke sekolah.
Sudahlah, sekarang aku sibuk dan terburu-buru.
Jadi, jangan ganggu aku dulu.
~~
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGEL(IA)
FantasyBagaimana rasanya menjadi seorang pahlawan? Kau tahu? Aku merasakan banyak sekali perasaan. Seperti? Mungkin senang? bangga? Bingung? Sedih? Takut? Terkejut? Dan.. Entahlah Yaaah, yang perlu kalian tau, menjadi pahlawan itu memiliki banyak rasa. W...