"Bagaimana sekolahmu?,"
"Seperti biasa, tak ada yang menarik,"
Hari ini moodku telah kembali. Yang tadinya mood ku sangat buruk karena si Marcel yang tidak menepati janjinya itu, berbalik menjadi mood yang sangat baik. Hari ini aku sangat senang. Senang karena meja makan kali ini lengkap. Lengkap oleh keluargaku kecilku.
Ada ayah, dan ibu juga. Mereka menyempatkan pulang ditengah kesibukan mereka hanya untuk melihatku. Sarapan yang biasanya sepi, sekarang jadi lebih bernyawa. Ramai oleh perbincangan ayah ibu yang bertanya tentang sekolah atau candaan ayah yang menurutku garing. Tapi walau begitu, aku tetap tertawa.
"Hari ini ayah yang akan mengantarmu,"
"Oke,"
"Ayo, kita harus bergegas. Nanti terlambat,"
"Iya iya,"
Setelah menyelesaikan sarapan, kami berangkat. Ayah dan ibu akan mengurusi pekerjaannya yang disini selama 3 hari. Lalu mereka akan kembali ke luar kota untuk melanjutkan pekerjaan mereka disana.
Setelah dimobil, Bunda yang pertama kali memecah keheningan, "Nanti pulang sama siapa?,"
"Ayah tak bisa menjemputmu, mungkin akan lembur," ayah menambahkan.
"Ooh, aku bisa pulang dengan Sean, "
"Begitu," "Ooh," Mereka menjawab bersamaan. Dan kami menikmati perjalanan dengan keheningan.
"Kami berangkat dulu ya, sayang,"
Sesampainya di sekolah, mereka berpamitan dan mencium pipiku bergantian. Setelah memastikan mobil mereka menghilang dari pandanganku, aku memutuskan melangkah cepat menuju kelasku. Hampir bel.
Dan benar saja, saat aku baru memasuki koridor, bel sudah berbunyi. Spontan saja aku berlari, takut kena hukuman lagi.
Kurasa sia-sia saja aku berlari. Ternyata pintu kelasku sudah tertutup. Itu tandanya sudah ada guru yang mengisi. Sekarang pelajaran siapa ya? Kuharap bukan guru yang buas.
Dengan gugup aku mengetuk pintu dan membukanya pelan. Dengan sopan aku memasuki kelas dengan kepala yang tertunduk. Saat aku mendongakkan kepalaku, mataku terbelalak, tak percaya dengan apa yang kulihat.
Didepanku. Berdiri makhluk yang sukses erusak moodku. Marcel disana. Berdiri dengan percaya diri didepan kelas. Kenapa dia bisa disini?
"Kenapa kau terlambat,"
Aku masih saja diam tak merespon. Nyawaku belum terkumpul sepertinya.
"Silahkan duduk atau silahkan keluar jika kau tak bersedia ikut pelajaranku," Katanya lagi.
Dengan linglung kulangkahkan kakiku menuju bangkuku. Kududukkan bokongku dan meletakkan tasku disamping kursiku. Setelah duduk, baru kusadari jika dia ternyata seorang guru baru.
Ya, guru. GURU. Aku tak mendengarkan apa yang dia bicarakan didepan. Aku terus berpikir. Bagaimana bisa dia menjadi seorang guru disini? Ini sungguh aneh. Kalian pasti tak mengira dia menjadi guru apa. Dia mengajar pelajaran Sejarah. Bagaimana dia bisa tahu sejarah disini, dia kan bukan orang sini.
Tapi, dilihat dari manapun, dia adalah sosok guru yang sempurna. Dia menyampaikan pelajaran secara detail dan mudah dipahami. Dan jangan lupakan fakta kalau dia tampan. Lihat saja, semua siswi dikelas ini sangat antusias dengan pelajarannya. Ralat, bukan pelajarannya tapi dengan wajahnya.
Aku berani bertaruh kalau mereka tak memperhatikan pelajarannya. Tapi mereka memperhatikan wajahnya. Aku sangat yakin itu karena mereka dengan terang-terangan membisikkan guru itu sambil senyum-senyum tidak jelas.
Ini sangat menyebalkan. Dia bahkan berlagak tak mengenaliku. Jangankan menyapa, melirik saja tidak. Sombong.
Awas saja. Jika dia berakting tak kenal denganku, aku juga bisa seperti itu. Aku akan berlagak tak mengenalinya.
Lihat saja nanti.
~~
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGEL(IA)
FantasyBagaimana rasanya menjadi seorang pahlawan? Kau tahu? Aku merasakan banyak sekali perasaan. Seperti? Mungkin senang? bangga? Bingung? Sedih? Takut? Terkejut? Dan.. Entahlah Yaaah, yang perlu kalian tau, menjadi pahlawan itu memiliki banyak rasa. W...