Ramadhan telah tiba! Waktunya para anggota Geledek Squad mempersiapkan diri di bulan yang suci ini. Dan pastinya, ada momen lucu dan seru yang dialami oleh mereka. Apa saja yaa??
"Geledek Squad" berisikan orang-orang yang rada absurd, ada yang baper...
Pagi hari yang cerah, tapi juga mendung. Para warga di komplek Wakandah tengah membersihkan rumah. Ada yang bersihin rumahnya sendiri, ada juga yang saling bekerja sama bersihin rumah tetangga, bahkan tetangga yang nggak dikenal sama sekali. Sudah menjadi tradisi di komplek ini, setiap menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Mereka semua terlihat gembira, kecuali seonggok makhluk sejenis manusia yang tengah duduk di pos ronda. Ya, itu Darto. Hanya berpakaian piyama garis-garis biru dia termenung sambil memasang raut muka sedih. Ada apakah gerangan? Danang yang kebetulan lewat di depannya kemudian menghampirinya dan ikut duduk di sampingnya.
"Kenapa, bro?" tanyanya.
Darto masih terdiam. Sambil sesekali dia mengeluarkan air liur, eh salah, air mata. Dia terisak. Dia pengen nangis, tapi takut kedengeran warga. Jadilah dia nangis di dalam hati.
"Woy. Ngomong nape? Diem-diem bae. Kenapa sih? Cerita dong sama gue" tanya Danang sekali lagi.
"Bro. Gue kecewa berat sama bos gue" gumam Darto dengan nada pelan.
"Hah? Kecewa kenapa?"
"Gini, bro. Gue ngundurin diri dari kantor gue karena gue udah nggak tahan lagi sama kelakuan aneh bos gue"
"Lah, emang bos lu kelakuannya kayak gimana? Ngupil sembarangan, gitu?"
"Lebih dari sekedar ngupil sembarangan"
"Maksudnya?"
"Jadi, dia ngupil sembarangan, terus dipeperin ke tangan orang, termasuk ke tangan gue sendiri"
Danang mendadak bingung.
"Jadi, setiap dia berjabat tangan, itu upil udah 'merantau' ke tangan orang lain. Lo tahu, nggak? Udah tiga tahun dia ngelakuin ini. Tiga tahun!" jelas Darto.
"Iiih... Jorok amat sih, bos lu!" ujar Danang jijik.
"Iya. Makanya, gue ngundurin diri dari kantor. Dan sekarang... Gue ngangguuur... Hueeee" kata Darto sambil menangis.
"Bentar deh, jadi lu sedih karena kecewa sama bos atau karena lo nganggur?" tanya Danang kebingungan.
"Dua-duanya"
Mendengar jawaban temannya itu, Danang juga ikutan nangis. Akhirnya mereka saling berpelukan dan menangis berjamaah. Bahkan Andre yang baru saja balik dari warung Bu Nunung langsung ikut nimbrung dan menangis. Begitupun Sule, Vincent, Desta, abang-abang pedagang es cincau, kang cireng, kang siomay sampai pedagang es kepal milo juga ikut memeluk erat Darto dan menangis. Padahal mereka nggak tahu apa-apa.
"Eh, bentar deh. Ini yang lain kenapa ikut-ikutan nangis, sih? Emang kalian semua tau permasalahan gue?" tanya Darto heran.
"Enggak" jawab yang lain (kecuali Danang) berbarengan.
Darto langsung berdiri dan pergi meninggalkan pos ronda beserta orang-orangnya. Sementara para pedagang tersebut langsung membubarkan diri.
"Eh, si Darto napa dah?" tanya Andre.
"Iya nih. Napa, yak?" tanya Sule.
"Biar gue yang jelasin nanti. Udah, udah, kita bersihin komplek aja, yuk!" kata Danang.
"Ayuk! Mumpung bentar lagi Ramadhan" ujar Desta.
"Ayuuuk!" seru Vincent.
Mereka langsung meninggalkan pos ronda dan langsung membersihkan komplek mereka.
***
Waktu: Sore hari Tempat: Rumah Ustad Apoy Suasana: Sunyi
Terlihat Darto tengah mendatangi rumah Ustad Apoy. Setelah sampai, dia mengetuk pintu sambil mengucap salam.
"Assalamu'alaikum"
Tiba-tiba pintunya terbuka. Yang membukanya adalah Pak Ustad Apoy, sang pemilik rumah.
"Waalaikumsalam. Eh, Bang Darto! Ade ape nih? Tumben sore-sore kemari" sambut Pak Ustad.
Pak Ustad Apoy ini keturunan Betawi-Arab. Lulusan pesantren pula. Selain pintar mengaji, dia jago silat juga. Sama kayak Babeh-nya. Punya adik namanya Wan Qodir, penjual parfum Arab di pasar dekat komplek.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seperti inilah penampakan sang adik dari Pak Ustad Apoy tersebut.
"Ini. Mau balikin pulpen. Makasih ya udah mau dipinjemin pulpennya" kata Darto.
Yap. Dia kesini cuma balikin pulpen doang. Soalnya pulpen yang baru dibelinya kemarin hilang digondol orang di kantor.
"Kagak usah dibalikkin. Ane ikhlas, kok. Dah, itu buat ente aje" ujar Pak Ustad.
"Bener nih? Alhamdulillah... Makasih, Pak Ustad!"
"Same-same"
"Em.. Pak Ustad, boleh nggak saya curhat ke Pak Ustad?"
"Oh, boleh kok, boleh"
Kemudian Pak Ustad mempersilakan Darto duduk di kursi teras. Diikuti dengan Pak Ustad yang langsung duduk di kursi satunya lagi.
"Mau curhat soal ape, Bang? Insya Allah ane bisa bantu" ujar Pak Ustad.
"Jadi gini, Pak Ustad. Saya baru saja mengundurkan diri dari kantor saya yang lama, karena saya udah nggak tahan sama kelakuan bos saya yang menjijikkan. Nah, sekarang saya jadi bingung mau kerja dimana lagi. Banyak sih temen-temen pada rekomendasiin kantor yang cocok buat saya. Tapi kan, masalahnya letak kantornya pada berjauhan dari komplek. Punya kendaraan sih, tapi itu punya Babeh semua. Punya duit juga, tapi cuma cukup buat beli kebutuhan pokok keluarga. Jadi saya harus gimana nih, Pak Ustad?" jelas Darto.
Lumayan panjang, ya?
"Hmm... Menurut ane, sih, coba deh ente jualan kecil-kecilan gitu, kayak adek ane tuh yang lagi jualan parfum di pasar. Kalo ente nggak suka jualan di pasar, jualan onlenaje. Kan lagi nge-trend,gitu. Daripade ente nganggur mending buka onlen sop, kan?" begitulah saran yang dikasih Pak Ustad.
"Hm, boleh juga. Tapi jualan apa?"
"Yaa terserah ente. Asal barangnye bikinan sendiri dan kagak bikin maksiat. Contohnye, makanan, kesing henpon, dompet, tas, baju, dan laennye."
Darto terdiam.
"Ya udah deh. Makasih ya, Pak Ustad buat sarannya. Nanti saya pikirin deh" katanya.
"Same-same. Moga-moga sarannye ngebantu"
Karena hari sudah semakin sore, Darto berpamitan kepada Pak Ustad lalu pulang ke rumahnya sendiri.
***
"Eh, kenafa ana nggak dikasih dialog?" - Wan Qodir