Jam istirahat ke dua Aisyah memilih duduk termenung di taman belakang sekolah. Tempat yang tersembunyi dan jauh dari penglihatan murid lain itu, belakangan menjadi tempat favoritnya.
Sebab hanya tempat itulah yang bisa menyelamatkan dia dari diskriminasi semua orang. Selain sepi, di sana juga sejuk karena angin yang berembus menggoyangkan dedaunan, merasuk ke kalbu dan membuatnya jauh lebih tenang.
Di sana pula biasanya Aisyah akan meluapkan semua perasaan sedihnya. Ia akan mendengarkan salawat dari ponsel yang tersambung dengan headset. Gadis itu mulai memejamkan mata sambil menyandarkan kepalanya ke tembok. Menikmati semilir angin yang menerpa wajah ayunya.
Law kana bainanal habib
Ladanal-qasi wal-qarib
Min thoibatin qablal-maghrib
Tholiban qurbal habib
Aisyah mulai ikut melantunkan salawat, sementara matanya masih terpejam. Mencoba merasakan hatinya yang bergetar. Ada kerinduan di sana. Rindu akan sosok Nabi Muhamad, rindu akan ke dua orang tuanya, juga saudaranya yang yang kini terpisah. Rindu itu bercampur jadi satu, membuat dadanya semakin sesak.
Biqurbini-nafsu tathib
Wa tad'ullah fa yujib
Anwaru thoha la taghib
Ballighna liqahu ya mujib
Semakin hanyut ia dalam salawat, air matanya semakin deras mengalir. Seperti biasa saat salawat ini ia dengarkan, maka semua kesedihan dan keriduannya terasa meluap. Bagai air yang tumpah dari wadahnya, tak dapat dibendung. Lelah, rasanya ia lelah terus sendirian dalam keramaian ini.
Hudakal-kaunu rahib
Rahmatal-hadil-qarib
Hadithuka-nahurul a'zib
Jiwarukal-ghusnur-ratih
Gemuruh di hatinya semakin menggedor-gedor. Membuat ia ingin berteriak jika saja ia bisa. Tanpa sadar gadis itu menepuk dadanya yang mulai terasa sesak. Untuk sekedar bernapas saja rasanya sangat sulit.
Fadatkha-ruuhi ya habib
Muhammadun mukrimal-gharib
Biqurbikar-ruhu tathib
Ya rahmatal-lila'lamin
Ya habibi ya Muhammad
Ya thobibi ya mumajjad
Anta zul-fadhil muayyad
Jalla man solla a'laik
"Astaghfiruallah hal azim, kuatkan aku ya Allah, kuatkan aku. Aku ingin seperti Baginda Nabi yang tetap bertahan meski ia yatim sejak dalam kandungan. Meski bertubi-tubi ia kehilangan,"
"aku ingin seperti Baginda Nabi, meski setiap manusia memusuhinya, ia tetap membalas mereka dengan kebaikan dan doa ketulusan.
"aku ingin seperti Baginda Nabi. Meski hidup sebatangkara, ia tetap tak kesepian. Karena ia percaya jika Kau selalu ada. Kuatkan aku ya Allah ... kuatkan aku," lirih Aisyah memohon, sambil menepuk dadanya terus menerus. Berharap sesak yang ia rasakan berkurang. Air mata itu kini tak lagi bisa ia bendung. Gadis itu terisak dalam diam.
Ya habibi ya Muhammad
Ya thobibi ya mumajjad
Anta zul-fadhil muayyad
Jalla man solla a'laik
Bersamaan dengan lantunan salawat yang selesai, tangisnya samar-samar mulai terdengar. Ia berusaha membekap mulutnya agar isaknya tak terdengar siapa pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Ketulusan Aisyah: Repost (Complet)
SpiritualSeri ke 3 Journey Of Love. Jovan&Aisyarah. Fersi teen. Bisa dibaca terpisah. Aisyah tidak pernah membayangkan jika perbuatan mendiang orang tuanya akan membawa kemalangan bagi dirinya. Berbulan - bulan menjadi objek bullying di sekolah, sampai kedu...