Epilog

2K 110 22
                                    

Musim hujan telah berlalu tanpa terasa. Digantikan musim kemarau yang amat panjang. Daun-daun kering berguguran tertiup angin, seolah menerbangkan semua kenangan Aisyah di SMA harapan. Pandangannya ia edarkan ke sekeliling sekolah. Lapangan basket, koridor sekolah, perpustakaan, kantin. Bahkan semua sudut di sekolah ini menyimpan sebuah kenangan. Air matanya luruh ketika ia sadar hari ini mungkin saja akan jadi hari terakhir ia bisa bertemu sahabat-sabatnya.

Gagap-gempita suara riuh itu tetap saja membuat Aisyah merasa sepi. Bahkan semakin terasa sepi kala ia ingat bahwa pemandangan ini tak akan pernah lagi ia temui. Suara tawa Shanum yang bersahutan dengan suara tawa Jesica, juga teriakan girang Marsya yang tengah memeluk Husna. Membuat dadanya bergemuruh hebat. Bisakah waktu berhenti di sini saja? Bisakah selamanya ia bersama mereka semua? Bisakah selamanya canda, tawa, sedih, dan tangis ini mereka bagi bersama? Bisakah tak ada lagi perpisahan? Monolog-monolog itu terus bersahutan di dalam kepalanya bagai nyanyian perpisahan. Barangkali benar, bahwa masa SMA adalah masa-masa paling berarti dan tak mudah dilupakan. Karena di sini lah Aisyah tahu apa itu sahabat sebenarnya. Mereka bukan saudara, tapi ikatan mereka lebih kuat dari saudara.

"Sa, ayo kita foto bareng." Tepukan Shanum di bahu Aisyah seolah menarik gadis itu ke alam nyata. Memaksanya kembali menghadapi kenyataan bahwa setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan.begitulah semestinya. Aisyah menyeka sudut matanya yang berair, lalu menyunggingkan senyum terbaiknya untuk Shanum. Hari ini ia tak boleh bersedih. Setidaknya ia harus menikmati saat-saat terakhir kebersamaan ini. Batin Aisyah.

Tepat dua tahun berlalu setelah kepergian Jovan. Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan sekolah. Semua murid yang dinyatakan lulus tumpah ruah di lapangan basket. Riuh suara teriakan dan tawa bahagia menggema di penjuru sekolah. Mereka semua menyambut kelulusan dengan suka cita.

Ada yang beda dengan kelulusan kali ini. Sebab semua murid dilarang keras mencoret-coret baju seragam mereka dengan tinta. Sebagai wujud rasa syukur, baju seragam semua siswa akan disumbangkan ke sebuah yayasan sosial. Agar bermanfaat untuk orang yang membutuhkan.

"Guys, Kita perlu rayain kelulusan kita nggak nih?" tanya Jesica.

"Kita makan-makan yuk. Biar gue yang traktir," ucap Shanum.

"Yeeeeaay! ditraktir." teriak sahabatnya girang.

Lima gadis itu memutuskan pergi dari sekolah setelah selesai. Begitu sampai di parkiran sekolah Shanum dan yang lainnya dikagetkan dengan kehadiran laki-laki yang kini tengah berdiri menyilangkan tangannya, sembari menyandarkan punggung di pinggir mobil Shanum.

Semua remaja itu memicingkan mata, memastikan mereka sedang tak salah lihat. Jantung Aisyah berdetak lebih cepat dari biasanya ketika ia sadar siluit yang ia rindukan kini berdiri tak jauh darinya. Gemuruh di dadanya makin kuat dan tak terbendung. Rasa rindu dan putus ada membuat gadis itu hanya bisa terpaku.Mengingat hampir dua tahun ini ia tak bertmu dengan cowok itu atau bahkan berkomunikasi. Sahabatnya yang lain saling menatap, seolah menantikan raksi pertemuan dua orang yang diam-diam saling merindukan itu.

Beberapa saat dalam keheningan terdengar teriakan girang Shanum.

"Kak Jovan!" Shanum berlari menghampiri Kakaknya. Gadis itu langsung menubruk tubuh Jovan hingga terhuyung.

"Jovan terkekeh melihat tingkah adik semata wayangnya itu. Sebelum kemudian ia mengurai pelukannya pada Shanum.

"Selamat untuk kelulusanmu," ucap Jovan mengacak kepala adiknya sayang.

"Papa bilang Kakak nggak bisa pulang libur semester ini?" Shanum mengerucutkan bibirnya sebal. Ia merasa tertipu dengan ucapan ayahnya.

"Surprice," ujar Jovan. Tatapannya lantas beralih pada Aisyah yang kini menatap Jovan dengan mata berkaca-kaca. Kemudian ia menghampiri Aisyah dan berhenti tepat di depan cewek itu.

"Hai," ucap Jovan lembut. Aisyah tak bisa lagi membendung airmatanya yang sedari tadi memaksa turun. Gadis itu tak mengucap sepatah kata pun. Perasaannya saat ini benar-benar campur aduk. Rasa rindu dalam dadanya yang selama ini ia tahan seperti tanggul yang jebol. Ingin ia berteriak pada Jovan jika ia sangat merindukannya. Sayangnya pemikiran gila itu hanya mampu ia utarakan dalam hati. Setidaknya ia lega karena Allah masih mengizinkannya melihat Jovan.

"Aku meridukanmu," ujar Jovan kemudian. Aisyah tersenyum dan mengangguk yakin dengan air mata menetes. Seolah memberi tahu Jovan jika ia pun merasakan perasan yang sama.

"Maaf membuat kamu menunggu terlalu lama. Aku bangga kamu lulus dengan nilai terbaik." Jovan lantas mengusap kepala Aisyah lembut dan menyunggingkan senyum ke arah gadis itu.

"Dunia serasa milik berdua ya. Yang lain ngontrak," ucap suara Jesica. Otomatis Jovan mengalihkan perhatiannya pada yang lain.

"Sorry, gue sampe lupa ada kalian." Semua orang berdecap kesal mendengar ucapa Jovan.

"Kalau gitu ayo kita rayakan kelulusan kalian sama-sama." Semua remaja itu mengangguk semangat.

*****

Aisyah menatap Jovan dari tempatnya duduk. Cowok yang kini tengah bermain voli dengan Alan, ciko dan Jesica itu tampak menyeka peluh di dahinya. Sementara Aisyah dan tiga sahabatnya lebih memilih sebagai penonton.

Saat ini mereka tengah berlibur di pantai. Di sebuah Villa miliki keluarga Jovan. Tak berapa lama kemudian Shanum datang menghampiri Aisyah dan duduk tepat di samping gadis itu. Shanum mengulurkan kaleng minuman pada Aisyah.

"Makasih," ucap Aisyah.

"Gimana perasaan kamu, Sa?"

"Untuk?"

"Untuk kepulangan Kak Jovan." Aisyah terdiam sejenak. Ia menatap Shanum beberapa saat lalu tersenyum.

"Aku bahagia bisa lihat Kak Jovan lagi."

"Lalu kamu akan ke mana setelah ini?"

"Aku belum punya rencana. Tapi, aku nggak yakin akan tetap di Jakarta." Shanum mengembuskan napas berat. Agaknya dia sangat prihatin dengan hubungan Aisyah dan kakaknya yang sangat menyedihkan menurutnya.

"Aku kadang kasihan sama kalian berdua. Saling menyayangi tapi nggak ada kepastian gini. Andai Kak Jovan lamar kamu aja."

Aisyah tersenyum menatap Shanum.
"Aku yang belum siap. Aku bahagia kayak gini. Toh kalau jodoh juga nggak kemana, kan?"

"Yah, gue mesti bilang apa kalau kalian dah kayak gitu. Asal lo nggak sakit ati aja kalau nanti jodoh Kak Jovan bukan lo." Aisyah kembali tersenyum.

"Bisa ikut aku bentar, Ai," ucap Jovan yang tiba-tiba dah berada di depan Aisyah.

"Bialang aja mau pacaran," ledek Shanum pada kakaknya.

"Apa sih anak kecil. Udah sana pergi." Shanum menjulurkan lidah pada Jovan sebelum berlari dan menghampiri sahabatnya yang lain.

Sementara Jovan dan Aisyah memilih berjalan-jalan di sekitar pantai. Untuk menikmati deburan ombak. Dua remaja itu berjalan dalam diam. Tak ada dari mereka yang berusaha memulai percakapan.

Bagi Aisyah, begini saja sudah cukup. Bisa menikmati senja yang mulai datang dengan Jovan mungkin adalah waktu yang tak akan ia lupakan. Ia bahagia masih diizinkan menghirup udara yang sama dengan Jovan. Meski ia tahu setelah ini mungkin mereka benar-benar tak akan pernah bertemu lagi. Setidaknya biarkan ia menikmati kebersamaan ini meski hanya sesaat.

****

Udah ya semua. Ini terakhir updet. Karena nggak ada lagi ekstra part. Udah nggak ada ide lagi buat mereka. Hanya ini ending bahagia yang terpikir buat Jovan dan Aisyah. Jangan lupa mampir ke ceritaku yang lain. Insyaallah nggak akan kalah seru dari cerita Jovan Aisyah. Insyaallah bakal diselipin religi juga tp dengan konsep beda ya. Love u all.

🎉 Kamu telah selesai membaca Tasbih Ketulusan Aisyah: Repost (Complet) 🎉
Tasbih Ketulusan Aisyah: Repost (Complet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang