Begitu Aisyah sampai di depan sekolah semua sahabatnya sudah menunggu. Mereka sempat bosan setengah mati menunggu kehadirannya.
"Kamu lama banget si, Sa?" ucap Jesica seolah meminta penjelasan.
"Udah jelasinnya nanti aja di mobil. Kita nggak punya banyak waktu. Satu setengah jam lagi pesawat Kak Jovan take off," ucap Shanum mengingatkan. Akhirnya tanpa membuang waktu Alan beru-buru menancap gas menuju bandara.
Setelah terjebak macet hampir satu jam, mobil yang ditumpangi tujuh remaja itu sampai juga di depan bandara Soekarno-Hatta
"Lo semua mending langsung aja turun di sini. Biar gue markirin mobil." Ucapan Alan disetujui oleh yang lain.
Dari runaway satu mereka berlari menuju termenal tiga di mana keberangkatan Internasional berada. Para remaja itu berlarian untuk mengejar waktu. Membuat perhatian beberapa orang teralihkan pada mereka. Shanum dan yang lain terus mengedarkan pandangan ke seluruh sudut bandara berharap dapat menemukan keberadaan Jovan. Dengan napas terengah akhirnya mereka sepakat untuk berpencar.
"Cha, itu bukannya Kak Jovan?" ucap Aisyah menepuk bahu Shanum. Otomatis yang lain pun urung berpencar lalu bergegas mendatangi Jovan. Cowok yang kini tampak gagah dengan setelan jeans hitam, dipadukan jaket bomber berwarna army itu hampir saja memasuki gate andaikan tak mendengar namanya dipanggil.
"Kak Jovan!" seru Shanum. Jovan memutar tubuhnya, begitu pula Kayla dan Adit. Mereka lumayan terkejut dengan kehadiran semua remaja itu. Shanum bahkan langsung menubruk tubuh Jovan hingga terhuyung.
"Kakak jahat banget ,sih, sama aku! Mau pergi nggak pamit dulu. Nyebelin!" rajuk Shanum manja, tanpa melepas pelukannya pada sang kakak. Gadis itu bahkan menangis.
Jovan tersenyum simpul sembari menepuk punggung adiknya.
"Maaf, Kakak sengaja nggak ngasih tahu kalian, karena Kakak nggak mau kamu kayak gini."
"Tapi seenggaknya kan bisa ngomong, ngeselin!" rajuk Shanum mengerucutkan bibir sebal.
"Udah, sayang, kamu juga bisa kok jenguk Kakakmu ke sana kalo liburan," ucap Adit menenangkan. Laki-laki paruh baya itu pun terlihat tengah menenangkan Kayla yang menangis.
Jovan mengurai pelukannya pada Shanum. Lalu menatap sahabatnya satu persatu.
Cowok itu berjalan menghampiri semua orang untuk mengucap salam perpisahan. Hingga tibalah giliran Aisyah.Langkahnya terhenti tepat di depan gadis pemilik mata bulat itu, yang kini tengah menundukkan kepala dalam-dalam. Jovan tahu Aisyah kini menangis. Ini yang paling ia khawatirkan, ini lah alasannya tak ingin berpamitan pada Aisyah. Karena saat melihat gadis itu menangis ia semakin ingin tinggal dan terus berada di disisinya. Melindungi gadis rapuh ini sekuat tenaganya.
Sakit, rasanya amat sakit mencintai tapi tak bisa memiliki, itu yang dirasakan Jovan saat ini. Begitupun perasaan Aisyah. Ingin sekali ia menarik Aisyah dalam dekapan dan mengatakan pada gadis itu betapa ia sangat menyayanginya. Andai Jovan tahu masa depan, ia pasti akan menyuruh Aisyah untuk menunggunya. Tapi, Jovan tak dapat memberikan janji itu. Ia tak akan membuat Aisyah tersiksa karena menunggunya. Sedang masa depan tak ada yang bisa menebak akhirnya akan bagaimana.
Seperti kata Imam Syafi'i "Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang. Maka Allah timpakan ke atas mu pedihnya sebuah pengharapan. Supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap selain Dia. Maka Allah menghalangi kamu daripada perkara tersebut. Agar kamu kembali berharap hanya kepadaNya."
Maka dari itu, Jovan tak akan pernah membiarkan Allah 'Azza wa jalla' cemburu pada Aisyah. Bagaimanapun juga Jovan ingin Allah mendengar semua harapan Aisyah tentang dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tasbih Ketulusan Aisyah: Repost (Complet)
EspiritualSeri ke 3 Journey Of Love. Jovan&Aisyarah. Fersi teen. Bisa dibaca terpisah. Aisyah tidak pernah membayangkan jika perbuatan mendiang orang tuanya akan membawa kemalangan bagi dirinya. Berbulan - bulan menjadi objek bullying di sekolah, sampai kedu...