22. Takdir.

2.1K 180 13
                                    

Aisyah duduk termenung di bangku taman. Sesekali terdengar embusan napasnya yang tampak lelah. Ia tak menyangka gara-gara insiden buku diary itu hidupnya di sekolah ini makin rumit. Baru saja selesai dengan Jovan. Kini ia kembali harus menghadapi Jesica dan Alan. Entah apa yang akan terjadi besok. Jesica pasti akan sangat membencinya. Pikir Aisyah.

"Nih, minum," ucap Arya yang baru saja datang. Cowok itu mengulurkan satu botol minuman dingin ke arah gadis itu.

"Makasih, Kak." Aisyah menerima air minum yang diberikan Arya. Arya lantas duduk di samping Aisyah sembari meneguk minumannya. Begitu juga Aisyah.

"Sepertinya banyak hal yang terjadi selama seminggu aku nggak ada." Arya membuka percakapan.

Aisyah menarik napas dalam sebelum menjawab ucapan Arya. "Gitu lah, Kak. Aku juga nggak mengira hidup aku bakal jadi serumit ini. Dulu aku hanya ingin sekolah dengan tenang di sini." Aisyah terdengar lesu.

Arya menatap gadis di sampingnya yang terlihat begitu murung. "Sebenarnya apa yang terjadi, Sa? Apa bener kamu suka sama Jovan?" Arya penasaran.

Kembali, terdengar embusan napas berat Aisyah.
"Entah lah, awalnya aku hanya kagum sama Kak Jovan. Hanya sebatas itu, sebelum beberapa bulan ini dia mulai mengusik ketenangan aku. Dia seperti malaikat yang datang dikirim Allah untuk aku. Entah sejak kapan rasa kagum itu mulai berubah lebih dari yang aku bayangkan."

Arya tersenyum kecut mendengar penuturan jujur Aisyah. Ekspresi Aisyah ketika membicarakan perasaannya pada Jovan membuat hati Arya teriris.

"Ternyata beneran udah nggak ada harapan," gumam Arya lebih pada dirinya sendiri. Dia tak sadar mengucapkan kalimat itu.

"Kakak ngomong apa tadi?" tanya Aisyah yang sekilas mendengar gumaman Arya.

"Ah, nggak. Bukan apa-apa kok." Arya gugup. Ada jeda sejenak sebelum Arya kembali membuka percakapan.

"Emm ... saran aku mending kamu selesaikan baik-baik masalah tadi sama mereka. Biar kamu nggak perlu dibenci lagi, Sa." Arya menasihati.

Aisyah mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau gitu aku duluan ya. Jangan sedih terus. Insyaallah ada jalan. Kamu sabar aja," sambung Arya.

Aisyah mengangguk lagi sebelum Arya melangkah pergi. Menatap punggung Arya yang menjauh Aisyah kembali mengembuskan napas berat. Gadis itu teringat kejadian tadi di lapangan basket.

"Gue udah bilang berhenti bikin Jesica nangis! Selama ini gue diem karena gue masih berusaha menghargai lo sebagai sahabat gue, Jo. Tapi, kalau lo bikin Jesica nangis sampai kayak gitu gue nggak bisa tinggal diam," seru Alan menatap marah ke arah Jovan.

Jovan masih diam di tempatnya tersungkur setelah Alan memukulnya cukup keras. Ditatapnya Alan dengan tatapan datar sebelum Jovan bangkit dan menyeka darah di ujung bibirnya akibat ulah Alan.

"Gue nggak ada maksud nyakitin sepupu lo. Lo tahu alasan pastinya kenapa gue nglakuin ini. Lo sendiri, kan, yang minta gue kasih ketegasan sama Jesica?"

"Tapi bukan gini caranya!" seru Alan sengit.

Jovan menatap Alan sejenak. Sebelum cowok itu memutar tubuhnya berniat meninggalkan sang sahabat agar susana tak makin memanas. Tapi, baru hendak melangkah baju belakang Jovan ditarik Alan, kemudian terdengar kembali pekikan kaget semua orang karena secara mendadak Alan memukul Jovan berkali-kali.

"Berhenti! Alan berhenti!" teriak Jesica yang datang bersama Ciko dan Shanum di belakangnya. Gadis itu menarik Alan dibantu Ciko. Sementara Shanum menolong kakaknya yang masih terduduk di lantai.

Tasbih Ketulusan Aisyah: Repost (Complet)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang