Part 28-Aku dan Rencanaku

942 53 1
                                    

Full Kate pov.

Hatiku hancur. Bahkan, aku tak bisa melupakan kejadian itu. Aku sangat menyayanginya dengan tulus tapi dia hanya menyayangiku karena sebuah taruhan.

Aku menenggelamkan wajahku di bantal, membiarkan Kakakku yang terus menggedor pintu.

"Kate! Gue itung sampe tiga! Kalo gak lo bukak, gue dobrak pintunya!" seru Kakakku, dengan langkah gontai aku membuka pintunya lalu kembali bergelung dengan selimut dan bantalku.

Aku merasakan Kakakku duduk di pinggir kasur, "Bangun, ada Daniel noh dibawah." katanya, aku segera terduduk lalu memeluknya.

"Lo nggak bisa ngusir dia Kak? Please. Gue gak mau ketemu dia lagi." isakan kembali terdengar di sela bicaraku.

Kak Juna mengelus puncak kepalaku, "Perlu dia gue hajar? Biar lo gak nangis lagi, hm?" aku menggeleng.

"Cukup bilang sama dia jangan ganggu gue lagi." Kak Juna menangkup pipiku, dia mencium kedua mataku yang membengkak lalu mencium keningku.

"Apapun yang lo katakan."

"Huaa, Kakak."

"Manja lo, udah sana mandi. Bau banget badan lo."

"Nangis lagi gue ya?"

"Jangan, yaudah. Gue bakalan nyuruh dia pergi. Abis mandi turun kebawah, kita makan bareng."

"Sok bos, lo."

Dia segera beranjak keluar, aku segera mandi. Selesai mandi aku mengganti baju dan menyisir rambutku. Aku melihat wajahku dicermin. Kantung mata menghitam dan membengkak. Ditambah lagi, mataku yang memerah. Lengkaplah sudah.

Aku kembali mengingat kejadian kemarin yang membuat hatiku hancur. Bahkan dengan mengingat  namanya saja aku terasa ingin menangis.

"Lo kuat Kate, lo harus semangat!" aku menyemangati diriku.

Aku segera turun, mencium aroma masakan yang sangat enak. Di meja makan sudah ada kedua orang tuaku, Kakakku, dan Daniel.

Tunggu, aku tadi bilang apa? Daniel? Aku membulatkan mataku lalu menghembuskan nafas dengan kasar. Aku tau, dia sedari tadi menatapku dengan lekat. Aku memilih diam dan bersikap tak acuh.

"Loh, mata kamu kenapa, sayang?" Tanya Momku, aku hanya tersenyum.

"Tadi kelilipan sama kurang tidur doang ma." jawabku setengah berbohong. Aku tidak salah kan? Aku mengatakan bahwa aku kurang tidur dan memang itu faktanya. Tapi kalau masalah kelilipan..., yah begitulah.

"Kelilipan kok bisa dua-dua? Aneh kamu." timpal Dadku, aku menggaruk tengkukku dengan gelisah.

"Kate laper Dad, nanti aja ya kalo mau nanya. Sekalian Ada yang mau Kate omongin." ungkapku, Dad menghela nafas.

Setelah selesai makan, aku, kedua orang tuaku, kakakku serta dia, duduk di ruang tamu. Aku menatap dengan malas ke arah Daniel.

"Tante, Om, Daniel mau pamit pulang." aku bernafas dengan lega, namun aku kembali mendengus saat Mom melarangnya untuk pulang.

"Loh, tunggu dulu. Biar kita dengerin sama-sama apa yang Kate mau."

"Biarin aja sih Mom, dia kan mau pulang juga." ungkapku.

"Gak boleh gitu, dia kan pacar kamu." aku memutar kedua mataku, udah putus juga, fikirku.

Tanpa memperdulikan dia, aku pun mengutarakan apa yang ingin aku lakukan, "Mom, Dad, Kak, Kate mau pergi ke London untuk mencapai cita-cita Kate."

Semuanya terdiam, aku tau ini akan terjadi, "Gak boleh!" seru Daniel.

"Aku gak bicara sama kamu." sinisku, aku kembali menatap Mom dan Dadku yang sedang berpandangan.

"Maaf Tante, Om, Daniel mau bicara sama Kate sebentar aja." dia menarik tanganku. Aku berulang kali meronta, tapi ia mempererat genggamannya.

Dia membawaku ke kamarku, dia semakin meremas tanganku saat aku berusaha melepaskan tangannya sampai aku merintih.

Cukup lama kami terdiam, aku pun berusaha sekuat tenaga agar tidak menangis lagi.

"Kalo gak ada yang mau kamu omongin, aku mau keluar." aku berusaha melepaskan tangannya lalu berjalan keluar. Namun, ia kembali menarikku ke dalam kamar.

"Apa si--"

Dia memelukku dengan erat, menenggelamkan wajahnya di lekukan leherku. Aku ingin memberontak tapi tidak bisa. Karna pelukan ini tak pernah aku rasakan, pelukan ini seolah memberitahuku bahwa Daniel benar-benar takut kehilanganku.

Air mataku mulai keluar, menembus benteng yang sedari tadi telah aku pertahankan. Kenapa aku dan dia harus dipertemukan, jika akhirnya Daniel hanya menyakitinya saja.

Ketika pelukannya melonggar, aku merasa kakiku bergetar, bahkan untuk sekedar berdiri saja sudah tak bisa. Dan akhirnya aku terduduk sambil menutup mukaku.


"Kenapa?" dia berjongkok dan membawaku ke dalam pelukannya lagi.

"Aku benci kamu." Lirihku, aku menangis di dadanya.

"Aku cinta kamu."

"Aku benci kamu."

"Aku cinta kamu."

"Aku benci kamu!" aku berteriak, meluapkan segalanya. Aku mengurai pelukan lalu menatapnya dengan serius, "Dengan izin atau pun nggak, aku tetap akan pergi ke London."

Aku kembali bergabung bersama kedua orang tuaku dengan berurai air mata, "Tidak ada izinkah untuk Kate, Mom, Dad?"

Daniel tiba-tiba saja sudah berada disampingku, aku pun beranjak mendekat ke orang tuaku.

"Kate mohon?"

"Baiklah, Kate. Mom dan Dad mengizinkanmu."

KATE✅✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang