Part 32-Dufan

897 48 0
                                    

"Thalia, come on! Were gonna be late!" seru Rayn, ia berdecak,  adiknya ini lama sekali, fikirnya.

"I'm coming, Bro!" balasnya dari dalam kamar. 

Ia keluar menggunakan baju crop warna hitam dan jeans warna hitam juga. Ia memakai sneakers putihnya dengan cepat.

"Kita mau kemana?" tanyanya saat mereka berada di dalam mobil.

"Dufan," jeda Kakaknya, "Selagi Mom and Dad lagi ngurusin rapat sama koleganya. Soalnya Kakak yakin, nanti malam kita akan diajak ke pesta kolega temannya Dad."

Thalia hanya mengangguk, Dufan? Kaya pernah denger deh, fikirnya. Kepalanya tiba-tiba terasa pusing. Ia seperti pernah mendengar nama tempat itu. Ia memijat pangkal hidungnya.

"Sshh." ringisnya pelan, kepalanya semakin sakit.

"Ada apa, Thalia?"

"Ngga, aku tidur ya Kak. Nanti kalo udah sampe bangunin." ucapnya, ia menurunkan sandaran kursi agar bisa tertidur dengan nyenyak.

Ia mulai memejamkan matanya.

"Aku menyayangimu, Thalia. Bagaimana jika kau tau rahasia yang 5 tahun ini kami tutupi." gadis itu samar-samar mendengar apa yang Kakaknya bilang. Tapi ia mengenyahkan fikirannya dan berfikir bahwa itu hanya mimpi.

*****

"Ini yang namanya Dufan, Kak?" Kakaknya mengangguk, gadis itu mulai merasakan sakit di kepalanya.

Tapi, ia menepis rasa sakit itu lalu menunjuk wahana yang membuat jantung berdetak kencang. Histeria.

"Kamu yakin? Aku tak mau jika kamu muntah. Lagi pula mukamu terlihat pucat, Thalia."

"It's okey, buat apa kita kemari? Menghambur-hamburkan duit jika tak menaiki wahana apapun, aku tak menyukainya."

Akhirnya, mereka menaiki berbagai macam wahana. Setelah selesai bermain-main, mereka berjalan menuju keluar Dufan. Thalia berkata bahwa ia ingin mengunjungi sea world.

Sesampainya disana, ia berdecak kagum. Beragam ikan berada di sana. Disampingnya, ada Rayn yang sibuk dengan handphonenya.

Ia menghentikan langkahnya ketika mendengar tangisan anak perempuan. Ia menghampirinya, "Kamu kenapa, sayang?"

"Mama! Mama!" rengeknya, Thalia mengerutkan keningnya.

"Kamu tertinggal?"

Anak kecil itu mengangguk, ia diam. Tetapi masih sesegukan.

"Yaudah, tante anter ya? Rumah kamu dimana?" Thalia menggendong anak kecil itu.

"Di legenda wisata."

*****

Anak kecil itu diam di dalam gendongan Thalia.

"Nama kamu siapa, anak manis?"

"Vinka."

"Apa kamu lapar?"

Vinka mengangguk.

"Baiklah, mari kita makan."

"Pak, KFC terdekat disini ada?"

Supir taxi itu mengangguk, "Ada atuh neng, kesana?"

"Iya pak, tapi bapak nunggu gak papa?"

"Bapak mah siap sedia neng."

Setelah sampai di KFC tersebut, Thalia mendudukkan Vinka lalu memesan makanannya.

"Ini buat kamu, cantik."

Vinka memakan ayam itu dengan lahap, sementara Thalia menatap kosong minuman yang ia pesan. Perasaannya ada yang mengganjal, tapi apa?

Seketika ia teringat, ia meninggalkan Rayn, Kakaknya begitu saja. Entahlah, setelah melihat anak kecil yang tadi menangis ini, ia seakan tak peduli dengan sekitarnya.

To: Ma bro

Kak, maaf, aku akan pulang nanti, aku sedang menolong seseorang.

Send.

Tapi kenapa tetap saja perasaanya menjadi gelisah? Perasaannya sekarang campur aduk.

"Anteeee, mikilin apa?" Vinka mengemut sisa makanan yang ada di jarinya.

"Ngga ada, kamu udah siap? Cuci tangan yuk?"  Thalia menuntun anak kecil itu untuk mencuci tangan.

"Udah selesai kan? Tante antar kerumah ya?" Vinka mengangguk, Thalia kembali menggendong Vinka dan membawanya kedalam taxi.

"Pak ke tujuan utama yah."

"Beres neng."

Tak lama, mobil itu sampai dengan selamat. Thalia melihat rumah itu dengan tatapan bingung. Kepalanya mendadak sakit lagi.

"Ayuk ante, masuk."

Thalia hanya mengangguk saja, supir taxi itu tetap menunggunya.

Vinka masuk sambil berlari, sementara Thalia hanya terdiam kepalanya terasa semakin sakit melihat rumah megah di hadapannya ini.

"Mama!" Vinka kembali menangis ketika melihat ibunya menangis. Di ruang keluarga semuanya sedang berkumpul.

"Maaf mama lalai menjaga kamu sayang."

"Nda papa ma. Mah di depan ada ante cantik yang nolongin aku."

"Mari kita temui." putus Juna, ia akan membayar seberapapun karena telah menemukan anaknya.

Tapi ketika mereka sampai di depan, tubuh mereka semua menegang, bagaimana bisa?

Thalia pun menatap satu persatu dengan perlahan, kemudian bayangan demi bayangan muncul di kepalanya.

"Sshh." ringisnya, lagi.

"K-kate?"

"Bukan, nama saya Thalia."

Gadis itu memegangi kepalanya yang sakit berkali lipat daripada sebelumnya. Kenapa ini? batin Thalia.

"Kamu gak ingat sama mama sayang? Ini mama kamu nak." Tari menangis terisak, ia selalu berdoa kepada Allah untuk kembali menyatukan keluarganya.

"Ngga, anda bukan ibu saya." jeritnya frustasi, rasa sakit ini tak bisa mengontrol emosinya.

"Argh, to-tolong." ucapnya sebelum kegelapan mendatanginya. Ia limbung dengan darah yang mengalir dari kedua lubang hidungnya.

*****

Pendek ya? Haha aku sengaja.

Jadi, gimana part ini?

Dont forget to leave your vomments please:)

Salam sayang, Annisa Umairah

KATE✅✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang