Tentang rasa sakit yang tak pernah jera. Selalu datang dan menoreh luka baru tanpa tahu waktu.
****
Nara baru bangun dari tidurnya. Setelah hari-hari yang selalu melelahkan untuknya. Tidurnya semalam terasa sangat panjang dan nyenyak tanpa gangguan.
Nara menggeliat di atas kasur besarnya. Melihat jam dinding dan langsung bangun untuk mencuci muka dan melakukan aktivitas paginya.
Nara tidak ingin telat lagi. Tapi mau bagaimana lagi. Ia selalu merasa waktunya serasa berjalan sangat cepat pada pagi hari. Dan akhirnya terlambat sudah menjadi rutinitasnya setiap harinya.
Waktu masih menunjukkan pukul 04:30.
Percaya atau tidak. Setiap hari Nara selalu bangun pada waktu yang sama. Tidak kurang tidak lebih. Jika ada yang bertanya mengapa Nara selalu telat ke sekolah padahal bangun tidur bahkan sebelum matahari mendahuluinya. Jawabannya adalah...
Nara terlalu sibuk dengan pekerjaan rumahnya.
Nara bergegas menuju ke kamar mandi. Membersihkan diri dan mempersiapkan diri untuk sekolah. Tapi tidak langsung memakai seragamnya. Karena ia masih harus bekerja.
Setelah Nara mengambil beberapa sayuran dan bahan makanan lain dari kulkas. Lantas Nara langsung memotong-motong sayuran seperlunya. Mengambil wajan dan menuangkan sedikit minyak untuk menggoreng bumbu yang telah di siapkannya.
Sudah selesai masak. Tanpa berlama-lama Nara langsung menyiapkan hasil masakannya di atas meja makan. Dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Seperti menyapu lantai, mengepel, menyiapkan baju kantor Abraham dan seragam sekolah miliknya dan Retta, serta membereskan kamar Abraham dan Retta saat sudah bangun dari tidurnya. Dan satu lagi, ia akan mencuci semua pakaian kotor penghuni rumah itu dalam pagi itu juga. Tanpa memikirkan waktu yang terus berputar. Ia terus bekerja. Sampai akhirnya ia selalu telat ke sekolah.
Nara memang tak memiliki satu pun pembantu rumah tangga. Papanya sama sekali tak memperbolehkannya untuk mempekerjakan barang satu pekerja sekalipun. Dengan alasan, agar Nara tidak menjadi anak yang manja dan malas-malas. Lantas bagaimana dengan Retta yang bahkan bersikap sebaliknya dengan Nara?
Abraham hanya ingin Nara menjadi anak yang tidak manja dan malas-malasan. Bukan Retta. Abraham justru sangat memanjakan Retta dengan semua fasilitas yang teebilanh sangat lebih dari cukup. Berbeda dengan Nara yang bahkan du beri uang jajan bulanan tidak pernah.
Nara mendengus lemas. Mengingat itu hanya membuat matanya mulai memamas dan hatinya terasa di remas kuat-kuat. Tapi ia harus kuat. Ini juga untuk kebaikan dirinya sendiri.
Nara tersenyum. Mencoba menyemangati dirinya sendiri.
"Pagi, pa." sapa Retta yang datang ke meja makan untuk sarapan bersama Abraham.
Abraham tersenyum. "Pagi, sayang."
"Papa anterin Retta 'kan?" tanya Retta, tangannya mulai bergerak memasukkan nasi goreng yang telah di siapkan Nara sebelumnya ke dalam mulut.
"Papa nggak bisa. Ada rapat pagi ini, sayang." jawaban yang sangat lembut dan hangat. Nara yang membelakangi keduanya hanya bisa memegangi dadanya. Menahan rasa sakit yang tengah di rasa.
Retta langsung cemberut. Lantas Abraham bergegas mengelus kepala Retta sayang. "Jangan ngambek dong. Kamu bisa bawa mobil sendiri. Besok papa janji anterin. Tapi kali ini nggak bisa Retta." Abraham mencoba membujuk Retta yang sekarang mulai menyunggingkan senyum terbaiknya.
Nara sama sekali tak membenci Retta. Sama sekali tidak. Ia hanya kecewa dengan sikap papanya yang selalu tidak adil dalam bersikap.
Nara lebih memilih meninggalkan keduanya. Dalam langkahnya, air mata Nara menetes dengan sendirinya. Tak lagi kuat menahan rasa sakit yang tak kunjung mereda. Luka di hatinya kini semakin menganga.
KAMU SEDANG MEMBACA
USANG
Teen Fiction"Kamu adalah harapan ku yang telah lama Usang" Nara Kissya Alifia, cewek yang mendapat julukan bad girl di sekolahnya karena selalu terlambat. Tidak mempan dengan semua hukuman yang di berikan guru, terlalu santai dalam menghadapi semua masalah yan...