4# USANG

144 17 0
                                    

Hari ini Nara sudah bersiap. Menggunakan baju kodok panjang di atas lutut. Dan sepatu kets nya. Rambutnya ia gerai bebas. Sangat cantik. Nara bercermin lantas memuji dirinya sendiri.

Nara akan pergi bersama Fatin pagi ini. Berhubung ini adalah hari minggu jadi ia bisa hang out seharian ini. Selain itu Nara ingin membuat Fatin senang. Karena di saat-saat Fatin sedang sedih ia akan mengajak Nara main seharian full tanpa jeda.
Entah itu sekedar jalan-jalan sambil shoping di mall. Atau pun hanya mengelilingi Jakarta seharian penuh.

Nara tak pernah bosan. Baginya, membahagiakan hati orang lain juga akan membuat hatinya bahagia. Dan melupakan beberapa masalah yang ada untuk beberapa saat. Setidaknya ia ingat sangat apa yang pernah di ajarkan bundanya. Mengingat itu, Nara tersenyum miris.

Nara bergegas untuk keluar rumah saat arloji di pergelangannya sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.

Nara berjalan keluar rumahnya. Sesekali berlari kecil. Tak ingin Fatin datang lebih dulu darinya.
Seperti biasa, Nara akan menunggu Fatin di depan kompleks rumahnya.

Jangan tanya kenapa Nara tidak pernah membawa temannya ke rumah. Jangankan ke rumah. Saat di antar Fatin pun Nara tak pernah membiarkannya masuk kompleks.begitu pula dengan Rafa dulu. Dan beberapa hari kemarin Kafin.

Nara tersenyum mengingat beberapa hari ini ia banyak berinteraksi dengan cowok itu.

Suara klakson mobil mengagetkan Nara. Menyadarkannya dari lamunan kosong yang tidak bermanfaat. Fatin membuka kaca mobilnya. "Ayo masuk!" teriaknya.

Nara mengangguk. Lalu ikut masuk ke dalam mobil berwarna merah milik Fatin. Memasang seatbelt kemudian memyandarkam tubuhnya dengan nyaman.

"Lama nunggu Ra? "

"Enggak kok. Baru lima belas menit."

Fatin ber oh ria. "Kita ke kafe biasa ya, Ra?"

"Terserah lo lah. Gue ikut aja."

Hening. Tak ada suara sampai sepersekian detik. Hingga Nara mencoba menghidupkan musik tapi suara Fatin menghentikan niatnya.

"Jangan hidupin ,Ra. Lagunya mellow semua. Gue lagi nggak mood."

Nara mengangguk mengerti. Ia tahu Fatin sedang tidak dalam mood yang baik sekarang. Karena sejak tadi Fatin yang biasanya selalu berbicara kini lebih banyak diam.

"Lagi ada problem?" tanya Nara.

"Nanti gue ceritanya di kafe aja ya."

Nara tersenyum lalu mengangguk. Lalu keduanya terdiam lagi sampai mobilnya sampai di sebuah kafe.

Nara dan Fatin turun dari mobil. Lalu masuk ke dalam kafe. Duduk pada kursi kosong yang berada di ujung ruangan di dekat jendela. Kemudian memesan minuman dan beberapa makanan camilan.

"Jadi?" tanya Nara saat pesanan mereka sudah datang.

Fatin nampak menghela nafas. Meminum lemon tea yang ia pesan.lantas mengusap wajahnya. Kemudian sedikit menunduk.

"Nyokap gue masih aja maksa buat jodohin gue. Padahal gue masih belom ada tujuh belas tahun, Ra. Gue masih mau bebas. Masih mau main. Seneng-seneng sana sini. Bukannya malah mikirin jodoh kayak gini. Gue nggak mau, Ra." mata Fatin memanas. Cairan bening keluar dari matanya. Tapi rasa lega yang ia dapat. Ia merasa bebannya sudah berkurang jika dirinya bercerita pada Nara.

"Gue nggak tau mau ngomong apa, Fat. Gue nggak bisa kasih nasehat karena gue bukan mario teguh. Lo harus kuat ya. Lo sabar dulu. Mungkin nyokap lo pengen ada yang jagain lo makanya dia jodohin lo."

Fatin mendongak menatap Nara. Tangannya bergerak menghapus air mata. "Nggak, Ra. Dia bukan pengen jagain gue. Tapi dia pengen bisnisnya jadi makin maju dengan jodohin gue sama partner bisnisnya. Dan parahnya lagi, gue nggak tau mau di jodohin sama siapa. Karna cowok itu sekokah di luar negeri. Yang gue tau namanya Tomi."

Nara mengerti perasaan Fatin. Melakukan hal yang tidak di inginkan meskipun itu yang terbaik adalah hal yang menyesakkan. Rasanya seperti di kekang. Tidak bebas.

"Lo sabar aja. Siapa tau lo di jodohin sama cogan," celetuk Nara berusaha menghibur Fatin.

Dan berhasil. Fatin tersenyum.
"Tai, lo," ucapnya sambil memukul lengan Nara. Lantas keduanya tertawa.

"Kadang gue suka mikir, pengen tinggal sama papi aja. Kayanya lebih seru deh." Fatin kembali menunduk.

Sejak perceraian orang tuanya Fatin memang tinggal bersama ibunya. Dan jarang sekali bertemu ayahnya. Tidak tentu setahun lima kali. Selain ayahnya yang sibuk. Ibunya melarang Fatin untuk menemui ayahnya. Dan ini lah yang membuat Fatin merasa kesepian.

Nara tak merespon. Mendengar ucapan Fatin tadi membuatnya terdiam. Ia mengerjap lalu menatap Fatin kembali.
"Udah, jalanin aja apa yang ada. Coba lo berusaha menikmati apa yang tuhan kasih. Walaupun itu sakit." seperti gue juga. Lanjut Nara dalam hati.

"Terkadang kita harus sakit dulu kan biar ngerasain bahagia? Gue tau lo kuat Fat. Lo sabar ya. Tetap semangat," ucap Nara menyemangati sambil mengepalkan tangannya ke udara lantas tersenyum.

"Makasih ya, Ra udah selalu ada di saat gue susah."

Nara tersenyum seraya menaikkan turunkan kedua alisnya.
"Nggak gratis. Lo harus traktir gue seharian ini ya? "

"Kampret. Gue kira lo tulus. Ternyata cuma modus." Fatin memalingkan wajahnya.

Nara pun menoel lengan Fatin. "Jangan ngambek dong neng."

Fatin kembali menatap Nara. Lalu keduanya terkekeh. "Ayo makan dulu ini. Gue traktir." Fatin menyodorkan kentang goreng ke arah Nara. Lalu mengambilnya satu dan memasukkan ke dalam mulut.

Hal selanjutnya yang di lakukan Nara dan Fatin adalah berkeliling mall. Untuk sekedar cuci mata melihat cogan-cogan nganggur, nonton, makan, atau bahkan hanya sekedar mencoba aksesoris dan numpang foto. Hampir semua mereka lakukan.

Yang terpenting bagi Nara, apapun yang membuat mood sahabatnya kembali baik akan ia lakukan.

Fatin mengantar Nara pulang saat senja mulai datang. Fatin yang sekarang sudah lebih senang di banding sebelumnya tersenyum ramah kepada Nara. Melambaikan tangan dari dalam mobil. Yang kemudian di balas oleh Nara. Lalu meninggalkan Nara dan dia menuju rumahnya.

Musik yang tadinya di larang untuk di hidupkan kini melantun dengan nyaring nan indah. Bukan musik mellow lagi. Tetapi kali ini musik kosidah.

Fatin terkekeh mengingat Nara tadi memutarkan lagu yang katanya tidak akan membuatnya bersedih lagi. Saat Fatin sudah sangat penasaran dengan lagu dari Nara. Lantas Fatin tertawa terbahak mendengar lagu bismillah ala grub kosidah jaman dulu. Sedangkan Nara malah menirukan penyanyinya dengan lirik yang salah-salah dengan gerakan tangan yang sangat absurd.

Nara memang selalu bisa membuat mood nya kembali bagus kapan pun. Di saat ia butuhkan sandaran, pelukan, dan kasih sayang di waktu yang bersamaan. Nara sanggup memberikan semua itu.

Begitu juga sebaliknya. Fatin juga selalu ada di saat Nara membutuhkannya. Seperti saat setiap hari Fatin selalu mentraktirnya.

Seperti itulah persahabatan mereka. Mereka adalah orang yang saling membutuhkan, saling memberikan, dan saling menenangkan.

Fatin bersyukur memilik sahabat seperti Nara. Dan Nara, juga bersyukur memiliki sahabat seperti Fatin.

USANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang