15# USANG

118 15 0
                                    

Selepas kejadian di rumah Nara tadi, disinilah Kafin, Fatin dan Rafa berada. Di dalam mobil Kafin dan masih terus berbincang mengenai hal tadi.  Yang menjadi bahan pembicaraan mereka sejak tadi adalah.

Apakah Nara akan baik-baik saja?

Mereka semua tau. Tidak semudah itu menghadapi rasa malu di depan teman-teman.  Meski sedekat apapun pertemanan sesorang. Akan tetap merasa malu apabila teman kita di perlakukan tidak semestinya oleh orang lain.  Apalagi ini adalaha ayahnya sendiri.

Kafin menghela nafas, "semoga Nara baik-baik aja ya."

"Gue yakin Nara pasti bisa bertahan.  Cuma gue nggak nyangka aja.  Ternyata selama ini dia nyembunyiin ini dari kita semua karena dia nggak pengen kita sakit hati sama papanya," Fatin berucap.

"Sampe dulu gue bohongin dia mau sekolah ke luar negeri gara-gara dia nggak mau kasih tau alamat rumahnya ke gue dan akhirnya gue di putusin. Ternyata dia nggak mau ini terjadi sama siapapun orang terdekatnya," Rafa jadi teringat masa lalunya bersama Nara.

Fatin merasa ada yang aneh pada dirinya saat Rafa bercerita. Semacam rasa tidak nyaman. Tapi, kenapa?
"Eh tapi bukannya kamu emang study ke luar negeri, kan?"

"Ya nggak lama setelah gue bohong ternyata bonyok paksa gue study ke luar. Mau nggk mau gue turutin," jawab Rafa.

Kafin melihat ke arah Rafa dan berpikir sejenak. "Kok lo bisa tau ya Fat?"

Fatin gelagapan. Iya juga,  dari mana ia tahu tentang Rafa?  Memang sudah sejauh itu ya Fatin stalkingnya?
"Ya Rafa kan lumayan populer di sekolah. Jadi gue tau dari mereka," alibi Fatin.  Tapi memang itu fakta yang sebenarnya.

Rafa dulu adalah mantan pacar Nara.  Nara famous di sekolah. Otomatis pacarnya juga jadi famous.

Drrrtt drrtt

Ponsel Fatin bergetar. Sebuah panggilan masuk dari nomor...  Nara?

Fatin dengan sigap menggeser tombol hijau. Dan mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Halo,  Ra? Lo... "

"Fatin?  Ini Fatin, kan? Bisa kesini secepetnya?  Ke rumah sakit?"

"Ha?  Rumah sakit?  Ini Kak Retta? Iya kak bisa. Nara nggak papa kan kak? Dia baik-baik aja kan?" Fatin menepuk pundak Kafin memberi tahu untuk memutar balik kendaraan mereka ke rumah sakit terdekat dari rumah Nara.

"Nara nggak baik-baik aja.  Dia masuk UGD."

Panggilan terputus.

Fatin sudah menangis sejak Retta bilang Nara tidak baik-baik saja.  Akhirnya apa yang mereka khawatirkan terjadi.

Mereka sampai. Kemudian berlari secepatnya menuju UGD tempat dimana Nara berada.

Fatin melihat Retta berdiri di depan ruang UGD. sambil menangis. Sendirian.

"Nara gimana kak? Dia kenapa?" tanya Kafin. Tanpa tau apa benar yang di tanyainya itu benar Retta atau bukan.

"Nara... Dia... Ngelukain dirinya sendiri. Gue nggak tau apa yang terjadi sebelum gue dateng. Pas gue masuk kamar dia..  Darah..  Tangan dia udah berlumuran darah dimana-mana."

Fatin terduduk lemas. Memang benar mereka tidak tau apa yang terjadi setelah mereka pulang tadi. Tapi Nara tidak seharusnya melukai dirinya sendiri.

Kafin terkejut. Ia menyibakkan rambutnya kemudian menjambak. Ia khawatir, sangat khawatir. Semoga,  Nara tetap baik saja.

"Dokter bilang Nara butuh darah golongan B negatif. Sedangkan aku A.  Stok darah disini abis.  Dari kalian ada yang golongan darahnya sama? gue mohon tolongin Nara. Gue takut," Retta kembali bergetar. Dan makin menangis.

USANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang