Abraham benar-benar menyesali tindakannya kali ini. Bisa-bisanya ia mengajak Nara yang selalu berusaha ia lindungi pergi ke pesta yang sangat mengancam ini.
Alhasil apa yang di khawatirkannya benar-benar terjadi. Putri kecilnya, putri yang selama ini susah payah ia tak pedulikan akhirnya dalam bahaya. Ini salahnya, sudah seharusnya ia bisa melindungi Nara, tapi semuanya malah jadi seperti ini.
Abraham merasa frustasi. Helaian rambut putihnya kini tampak tak serapih sebelumnya. Ia sudah menjadi kalap.
"Halo? Sudah ada kemajuan?"
Jawaban dari telepon di seberang sana membuatnya mengerang. Sudah tak berguna kalau ia marah-marah kepada anak buahnya. Sekarang saatnya berpikir menggunakan akal sehat jika ingin putrinya selamat. Ia tak boleh gegabah.
Abraham hendak menelpon seseorang sekali lagi sebelum akhirnya Kafin datang menghampirinya.
Di pandangnya anak muda di depannya ini adalah yang akan di jodohkan dengan Retta, putrinya sulungnya.
Penampilan Kafin tak beda jauh darinya, malah jauh lebih berantakan. Setelan jas yang ia tadinya ia kenakan sudah terlepas dari bajunya. Hanya tersisa kemeja putih yang kancing atasnya sudah terlepas beberapa. Rambutnya juga tak lagi tersisir rapi.
Kenapa anak ini? Kenapa penampilannya seperti ini, lebih kacau darinya padahal yang hilang disini bukanlah putrinya, tetapi putri Abrahan."Om, kenapa om diem aja? Om nggak khawatir sama Nara? Om, Nara itu anak om, kenapa om bisa sesantai ini Nara di culik?"
Abraham memicingkan matanya, "Kamu bilang saya santai? Kamu gila? Mengenai Nara, itu urusan saya, bukan kamu. Jadi tolong kamu jangan ikut campur. Kamu ini tunangannya Retta kenapa malah pedulikan Nara?"
Kafin melotot. apa katanya? Bukan urusan Kafin? Gila. Papanya Nara emang sinting. Bisa-bisanya Kafin di bilang tidak ada urusan denga Nara. Om, saya ini pacar Nara asal om tau.
Kata kafin dalam hati.Kafin sudah lari-larian dari tadi, ia kalap, belum lagi rasa bersalahnya. Sejak prosesi tukar cincin yang gagal akibat kabar Nara di culik Kafin langsung Lari keluar dari gedung. Berniat mengejar penculiknya, apapun ia lakukan agar bisa menemukan Nara. Tapi hasilnya nihil. Andai ia punya koneksi seperti papanya dan papa Kafin. Tapi apa yang Kafin liat, papanya malah santai tetap bergeming di tempat tanpa usaha sedikitpun.
"Om, saya kasih tau ya, saya ini belom tunangan sama Retta. Saya juga nggak pengen. Satu lagi, saya itu pacarnya Nara, om. Jadi mana mungkin saya nggak bisa ikut campur sama urusan Nara? Apalagi ini menyangkut keselamatan Nara, astagfirullah, maaf saya kurang ajar. Tapi saya sayang sama Nara, saya nggak mau dia kenapa-napa."
Abraham terkejut. "Kamu pacar Nara? Kenapa saya tidak tahu? Kalau saya tahu saya tidak akan menjodohkan kamu dengan Retta."
Abraham menarik Nafas, ia harus tetap tenang. Pertama, kesalahannya karena ia tidak tau ia sudah salah menjodohkan putrinya sulungnya dengan pacar Nara. Lagi, ia pasti membuat Nara tersiksa. Sekarang, ia harus tenang.
"Sini kamu!" panggil Abraham dan Kafin mendekat.
"Kamu pikir saya orang tua macam apa? Saya juga berusaha mencari anak saya! Ah sudahlah. Sekarang bukan saatnya memarahi kamu.
Saya baru ingat, saya pernah memasang alat pelacak di kalung yang Nara pakai. Sekarang masalahnya adalah, kamu bisa kan melacak lokasinya sekarang?"
Kafin mengangguk, untungnya dia memiliki skill soal komputer di atas rata-rata. Jadi kali ini ia yakin ia bisa membantu menyelamatkan Nara.
"Bisa. Ayo om kita mulai pencariannya sekarang.""Kamu masuk mobil saya di depan. Ada hal yang harus saya urus. Nanti saya menyusul."
****
"GPS hp Nara juga aktif om. Kita bisa liat disini ada dua titik di tempat yang sama."
KAMU SEDANG MEMBACA
USANG
Teen Fiction"Kamu adalah harapan ku yang telah lama Usang" Nara Kissya Alifia, cewek yang mendapat julukan bad girl di sekolahnya karena selalu terlambat. Tidak mempan dengan semua hukuman yang di berikan guru, terlalu santai dalam menghadapi semua masalah yan...