Abraham baru menginjakkan kaki di kamarnya. Meletakkan tas kerja di meja rias sebelum kemudian ia melepas setelan jasnya.
Sejenak, ia menghela nafas. Ia sungguh lelah. Terlalu banyak yang di hadapinya akhir-akhir ini. Masalah pekerjaan utamanya. Kemudian, si bungsunya yang kemarin membuat ulah.
Sesudah selesai mandi, ia keluar untuk makan dan menemui putri kesayangannya, Retta.
Tapi Retta nampak tak bersahabat. Mukanya kusut dan cemberut penuh kesedihan. Tidak seperti biasanya yang selalu ceria. Ia mengerti, pasti ini gara-gara anak pembuat ulah satu itu.
"Kamu kenapa Retta? Makanannya nggak enak? Mau pesen yang lain? Biar papa pesankan." diam. Retta malah menatapnya tajam.
Retta meletakkan sendok yang sedari tadi hanya di genggamnya. "Pa, mau sampai kapan papa kaya gini ke Nara?"
"Mau makan pizza sayang?" alihnya berusaha tak mendengar.
"Ayolah, pa!"
"Kamu mengerti Retta. Tolong jangan memancing papa."
"Papa udah keterlaluan sama Nara pa! Dia juga butuh kasih sayang papa. Tolong jangan gini pa. Bunda pasti kecewa sama papa. Apa salah Nara pa?" Retta menatap Abraham yang kini sudah diam tak memandangnya. Mata Retta sudah basah sejak ia berusaha menyadarkan papanya.
"Kamu tau kenapa papa begini Retta! Kamu tau semaunya. Tolong mengerti papa! Semua ini juga bukan demi papa." tegasnya.
"Papa egois! memang selalu begitu. Seharusnya Retta tau, seharusnya Retta nggak perlu bicara sama papa." Retta pergi ke kamarnya. Meninggalkan Abraham yang masih berdiri dengan pandangan kosong.
****
Abraham membuka pintu kamar ini. Sudah sejak sebulan lalu ia tak masuk kesini.
Ia berjalan menuju sebuah lemari yang berada di ujung kamar. Mengambil sebuah kotak berukuran sedang berwarna biru tua di atas lemari. Tampaknya, kotak ini masih belum pernah dibuka orang lain selain dirinya.
Di dalam kotak isu terdapat banyak uang dan buku tabungan. Dibukanya, jumlahnya masih sama. Sepertinya memang benar, Nara masih belum pernah membuka uang yang setiap bulan ia berikan untuk Nara tanpa sepengatahuan Nara.
Di atas lemari itu terdapat cukup banyak kotak. Yang entah isinya tak abraham ketahui selain dua kotak. Salah satunya tadi, dan sebuah kotak lagi berwarna coklat. Mungkin inilah alasan Nara tidak pernah tahu ada sebuah kotak yang isinya tidak di ketahuinya. Abraham juga paham. Nara terlalu sibuk hanya untuk melihat kotak-kotak itu.
Ia mengembalikan kotak biru itu. Dan mendekati sebuah meja dimana sebuah bingkai yang terdapat foto keluarganya yang lengkap dan tampak bahagia disana. Abrahan tersenyum. Melihat gambar istrinya yang terlihat sangat cantik di foto itu.
Abraham duduk di tepi ranjang. Ia tersenyum membayangkan sebahagia apa keluarganya dulu.
"Papa..." panggil Nara saat Abraham keluar dari kamar dan menghampirinya.
Abraham tersenyum. Mengelus puncak kepala Nara, kemudian Retta bergantian. Keduanya tampak tersenyum manis.
"Pa, jangan berantakin rambut Retta dong," keluhnya.
"Bunda masak apa nih? Kok kayanya enak banget ya?"
Ratna datang sambil membawa omelet kesukaan suaminya. Ratna juga heran, di usianya ini, Abraham masih saja menyukai omelet.
"Kesukaan Papa dong,"
Abraham nampak berbinar saat melihat makanan kesukaannya tiba. Segera ia duduk dan mencicipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
USANG
Teen Fiction"Kamu adalah harapan ku yang telah lama Usang" Nara Kissya Alifia, cewek yang mendapat julukan bad girl di sekolahnya karena selalu terlambat. Tidak mempan dengan semua hukuman yang di berikan guru, terlalu santai dalam menghadapi semua masalah yan...