Multimedia: Rose and Rosie.
*-----*
Rose terbangun saat ia merasakan usapan lembut di pipinya, gadis tomboy itu cepat-cepat mengangkat kepala hanya untuk mendapati Rosie tengah mengerang "Bisa kau mengambilkanku minum?" suara serak itu lolos dari bibir tipis Rosie yang terlihat kering dan juga sepa.
Rose segera berdiri dengan cepat lantas menumpahkan air mineral dari dispenser dan cepat-cepat menyerahkannya pada gadis cantik yang terlihat lemas itu. Rose membantu menahan belakang kepala Rosie untuk membuat gadis itu tidak tersedak saat ia menelan air ke dalam kerongkongannya dan gadis cantik itu terlihat menikmati tiap tetes air di dalam gelasnya.
Meskipun Rosie merasakan mual di dalam perutnya, gadis cantik berambut blonde itu masih saja menyempatkan diri untuk memberikan senyum kecil kepada Rose sebagai tanda terimakasihnya. Melihat keadaan Rosie yang tambah memburuk, Rose jadi khawatir dengan gadis itu "Apa aku perlu membawamu ke Rumah sakit?" nada cemas itu tercipta diantara pertanyaan Rose.
Rosie malah menggeleng lemah sebagai jawaban "Aku ingin pulang" lagi-lagi suara serak itu membuat Rose ikut merasakan sakit yang didera gadis cantik yang terbaring itu. Rose segera saja membantu Rosie duduk meskipun gadis cantik itu sedikit mengerang kesakitan sambil memegangi kepalanya.
Sesekali, Rosie juga membungkuk sambil memegangi perutnya saat mereka berjalan menuju Halte. Untung saja ada Rose yang siap sedia berada di sampingnya, Rosie bahkan tidak bisa memikirkan bagaimana keadannya jika saja gadis tomboy berparas cantik itu tidak menemaninya seharian ini.
Saat mereka terduduk di Halte bus seraya menunggu taksi yang mereka pesan, Rosie merebahkan kepalanya pada bahu Rose, mengerang kesakitan sambil terus-terusan menggigil kedinginan. Cuaca yang mendung membuat angin-angin nakal itu semakin bebas berkeliaran dan mengganggu tubuh Rosie yang sedang rentan persis seperti daun yang sudah mengering dan akhirnya terjatuh ke atas tanah.
Setelah sekitar lima menit menunggu dengan hanya ditemani erangan kesakitan dari Rosie, akhirnya taksi pun tiba. Rose memapah Rosie dengan perlahan seraya ikut serta terduduk di samping gadis cantik itu untuk terus-terusan menjaganya.
Dalam perjalanan, Rosie tertidur. Terlelap di atas bahu Rose dan juga di dalam pelukan gadis itu yang membuat suhu tubuhnya berkali-kali lipat lebih hangat. Gadis cantik berambut blonde itu bahkan sudah berhenti menggigil saat Rose mengusapi belakang punggungnya dengan lembut.
Sang sopir taksi bahkan sampai terenyuh saat melihat ketelatenan Rose saat mengusap punggung Rosie dan mencoba menghangatkan gadis itu dengan meniupi kedua telapak tangannya. "Kuharap kekasihmu segera sembuh" ujar lelaki senja berparas tampan dengan dihiasi mata biru dan juga hidung mancung itu.
Rose hanya bisa tersenyum seraya mengeluarkan beberapa dollar sebelum ia keluar. Namun, alih-alih menerima uluran uang dari tangan Rose, sang sopir justru turun dari belakang kemudi dan membukakan pintu untuk Rosie "Simpan saja uangmu untuk membelikannya obat. Kalian lebih membutuhkannya dibanding aku"
Hati Rose menghangat saat mendapatkan perhatian dari lelaki senja itu, namun gadis itu tetap keukeuh dengan menyodorkan lembaran dollarnya pada si sopir "Aku tahu aku membutuhkan uangnya, tapi kau juga sama membutuhkannya bukan?"
Menolak, sang sopir justru mengambil langkah mundur "Anggap saja kutraktir untuk kesehatan kekasihmu" si sopir mengedipkan sebelah mata sambil membuka pintu taksinya, saat Rose terkekeh membalas perbuatan lelaki senja itu, ia malah membunyikan klakson dua kali sebagai tanda perpisahan yang di balas dengan gelengan kepala.
Saat Rose merasa kalau kaki Rosie semakin melemah, gadis tomboy itu segera saja merengkuh tangan berisi milik Rosie ke atas bahunya "Sebentar lagi kita sampai" ucapan Rose hanya dibalas anggukan saja oleh Rosie sambil lalu berusaha tetap berdiri di atas kedua kakinya yang sudah tidak memiliki tenaga.
Dengan langkah perlahan, Rose memapah Rosie. Sambil terus-terusan mengusapi belakang punggung gadis cantik berambut blonde itu agar ia tidak merasakan kedinginan yang semakin melanda karena matahari sudah tersembunyi di balik awan hitam yang bergelantungan di atas sana.
*--*
Rose segera berlari saat ia mendengar erangan Rosie dari arah kamar gadis itu, saat ia sampai di sana Rose mendapati bahwa Rosie sudah memuntahkan semua isi perutnya di atas lantai. Hal yang membuat gadis tomboy itu ikut mengerang karena aroma tidak sedap yang keluar dari sana.
Rosie bersikeras untuk terbangun hanya untuk membereskan kekacauan yang telah ia perbuat, namun ternyata Rose lebih dulu menceramahi gadis itu dengan wejangan panjang lebar yang pada akhirnya membuat Rosie hanya bisa tertidur di atas ranjang dengan perasaan bersalah karena harus membiarkan Rose membersihkan isi perutnya yang berluberan di atas lantai.
Dengan cekatan, Rose mengambil pel dan ember untuk membersihkan isi perut Rosie. Sambil sedikit membenyit hidungnya, Rose mencuci semua kekacauan itu dengan secepat mungkin, dan hanya dalam waktu tiga puluh detik, semua kekacauan yang Rosie buat hilang dan digantikan dengan lantai bersih berbau lemon.
Kembali ke dapur, Rose mengumpat dengan nada geram yang berusaha ia tahan di dalam tenggorokan "Kenapa aku tidak bisa menjaganya?" geram Rose dengan gigi-gigi yang mengatup rapat. Gadis itu berjalan perlahan menuju cermin yang tertempel di dekat wastafel dan segera melanjutkan umpatannya "Kenapa aku membiarkan dia sakit seperti ini?" ia kemudian menyalakan keran air dan membasuh wajahnya dengan kasar "Kenapa aku begitu bodoh?" ujarnya dengan air mata yang tertutupi basahnya air yang membasuh wajahnya "Meskipun aku mencintainya, aku tetap membiarkannya sakit seperti ini" lanjut gadis tomboy itu masih saja meruntuk.
Secara tiba-tiba, kedua kakinya terasa lemas tidak berdaya dan membuat Rose jatuh tersungkur "Kenapa aku tidak benar-benar menjaganya?" lirihnya sambil memeluk lutut. "Jika saja aku lebih pandai untuk menjaganya, mungkin dia tidak akan sakit seperti sekarang. Jika saja aku tidak ceroboh dengan membuat diriku sendiri sakit dan menularkannya kepada Rosie, mungkin dia tidak akan berbaring di sana sekarang" ia terisak sambil mulai membernyit ujung hidung mancungnya yang sedikit mengeluarkan lendir.
Pemikiran Rose mengenai seberapa buruknya ia menjaga Rosie akhirnya menimbulkan sebuah pertanyaan besar yang ia takuti, ia berdiri lantas segera menatap bayangan wajah kacau balaunya di cermin sambil bergumam ketakutan "Apa mungkin keberadaanku disampingnya justru membuat ia mendapatkan kesialan?" ujarnya saat ka melihat bayangan di depannya dengan jelas.
Gadis itu menggelengkan kepalanya tidak yakin. Mana mungkin keberadaan Rose membuat Rosie jadi sial kan? Mana mungkin semesta membuat kesialan ini hanya karena Rose mencintai Rosie bukan? Mana mungkin kan?
Atau mungkin memang semesta sudah kurang ajar dengan membuat keberadaan Rose jadi kesialan tersendiri kepada Rosie?
Jika benar begitu adanya. Semesta sudah berbuat semena-mena!
Rose juga berhak untuk mencinta. Memangnya semesta bisa berbuat apa jika Ia tidak ingin menyerah kepada ketentuan yang telah dibuat olehnya?
*-----*
Riska Pramita Tobing.
Note: Follow all My social media, the link is gonna be in my profile. Please.
KAMU SEDANG MEMBACA
double 'R' (Lesbian Series)#1 |COMPLETED|
FanfictionRosianne Ellizabeth Spaughton baru saja masuk universitas selama beberapa hari. Tapi kenapa hidupnya bisa berubah drastis hanya karena mencintai seorang Gadis? Ew! Memikirkannya saja hampir membuat Rosie merasa mual dan ingin kencing di celana. Se...