7. Orangtua Muda

4.3K 562 107
                                    

"Duduk di situ." perintah Seokmin.

Begitu ia sampai di apartemen, ternyata Jisoo sudah berpakaian rapi. Menyambut pemuda itu dengan wajah penuh keringat dan rasa khawatir yang luar biasa.

Kondisi Hayun semakin memburuk. Dan itulah sebabnya kenapa Jisoo minta Seokmin untuk pulang secepat yang ia bisa. Berpakaian rapi, agar begitu Seokmin tiba, bisa langsung berangkat ke rumah sakit dan memeriksa keadaan Hayun.

Sekarang, mereka berdua tengah menaiki bus. Dengan cepat Seokmin menarik Jisoo untuk menduduki kursi yang baru saja ditinggalkan oleh penumpang sebelumnya. Sedangkan ia sendiri hanya bisa berdiri, karena memang bus itu sudah penuh.

Sebelum Jisoo mendapat tempat duduk, Seokmin harus rela berdiri tegap dan menjadikan tubuh besarnya itu sebagai benteng untuk menghalangi desakan yang mungkin akan menghimpit Jisoo dan Hayun.

Ia juga harus menajamkan indra penglihatan beberapa kali lipat untuk menemukan siapa yang hendak meninggalkan bus. Membidiknya, agar Jisoo lah yang berhasil mendapatkan kursi itu sebelum direbut oleh penumpang lain.

Semakin lama, ruam di leher Hayun semakin jelas terlihat. awalnya hanya sedikit kemerahan, sehingga mereka mengira bahwa ruam itu adalah dampak dari cuaca panas yang cukup menyengat hari ini. Ternyata malah semakin merah dan menyebar, membuat Jisoo panik setengah mati.

Mendatangi dokter anak, Seokmin dan Jisoo menyaksikan bagaimana Hayun yang tengah diperiksa oleh sang dokter dengan harap-harap cemas.

"Anak kalian tidak apa-apa. Hanya sakit tenggorokan dan karena itulah dia rewel seharian." jelas dokter.

"Apa benar tidak apa?" tanya Seokmin lagi untuk memastikan.

Mengangguk, lalu tersenyum tipis memandangi Seokmin serta Jisoo yang nampak begitu khawatir. "Kalian pasangan muda, wajar jika sangat panik. Ini pengalaman pertama, kan? Hayun hanya perlu diberi vitamin dan obat penghilang rasa sakit." ujar dokter lalu mengambil bolpoin untuk menulis resep.

Mengangguk paham, mereka seolah tuli dengan apa yang baru saja sang dokter ucapkan mengenai pasangan muda. Keduanya sudah begitu senang melihat Hayun yang mulai tenang di pangkuan Jisoo.

"Hng ... Dok," tegur Jisoo. "Menurut dokter Hayun umurnya berapa?"

Menghentikan gerakan tangannya yang tengah menulis resep obat, si dokter membalas pandangan Jisoo. "Maksud ibu?"

"Ah, m-maksudku-"

"Begini, dok." Seokmin mengambil alih pembicaraan. "Banyak yang mengira kalau Hayun ini berumur 6 bulan, karena tubuhnya yang gempal."

"kalau dilihat secara fisik, Hayun berumur kurang lebih 5 bulan."

Keluar dari ruangan dokter anak, akhirnya kedua orangtua dadakan itu dapat bernafas dengan lega. Merapatkan gendongannya, Jisoo beberapa kali mencuri ciuman tepat di kedua pipi tembam Hayun. Bergumam bahwa kejadian ini harus menjadi yang terakhir kalinya. Hayun tidak boleh lagi membuat Jisoo khawatir setengah mati seperti tadi.

Seokmin yang berdiri di sampingnya hanya terkekeh geli melihat. Sesaat, lalu kembali terpikir dengan apa yang dokter ucapkan tadi.

"Jadi kau berumur 5 bulan?" tanya Seokmin pada Hayun, yang secara otomatis juga menarik perhatian Jisoo. "Kalau sekarang bulan Juni ... Itu artinya kau lahir di bulan Februari."

Jisoo mengangguk setuju. "Wah, Hayun! Kau lahir di bulan yang sama dengan kuda ini." dan mengarahkan jarinya tepat ke hadapan Seokmin.

"Tanggal berapa?"

"Tanggal lahirmu?"

Seokmin mendengus. "Bukan aku, tapi Hayun!"

Not Our Baby (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang