1. Tanggung Jawab!

8.2K 745 91
                                    

Jisoo memamerkan raut wajah yang hampir meledak. Beberapa kali memicingkan mata, berusaha mengintimidasi laki-laki bangir yang turut berdiri di sana.

Bukannya merasa takut, Seokmin malah begitu jelas beberapa kali menahan tawa. Tak sanggup, ia hampir tertawa lepas sebelum akhirnya kembali tertahan berkat kehadiran kepala bagian kepegawaian.

Sama-sama bekerja sebagai agent perusahaan pembiayaan, Seokmin dan Jisoo seringkali mendapatkan tugas yang sama. Bukannya membuat kedua insan ini semakin dekat, malah membuat mereka lebih sering saling cakar dan membuat gondok siapa saja yang melihatnya. Tidak pernah damai. Tiada hari tanpa ribut. Setiap detiknya berisi makian yang dilayangkan untuk satu sama lain.

Sebenarnya, baik Seokmin maupun Jisoo memiliki begitu banyak kesamaan. Salah satunya, berlatar belakang dari keluarga yang begitu sederhana. Jisoo terlahir di Gangnam dengan orang tua yang mendirikan sebuah rumah makan sederhana di salah satu sudut kota. Sedangkan Seokmin yang berdarah asli Seoul, memiliki ibu sebagai petugas kebersihan di sebuah rumah sakit dan sang ayah telah menghilang sejak 15 tahun yang lalu.

Berkat pengalaman Seokmin yang merasa dikhianati oleh sang ayah, ia berpikir bahwa menyakiti perempuan adalah suatu kekejaman. Perbuatan paling keji di dunia.

Lantas, kenapa ia sama sekali tidak bisa berdamai dengan Jisoo?

Brak!

Kedua karyawan itu tersentak kaget. Kembali menegakkan kepalanya, melihat lurus ke arah sang atasan yang sudah mengomel sedari tadi. Baik Jisoo maupun Seokmin nampak harap-harap cemas.

Usai menghempaskan beberapa berkas ke atas meja, Kim Yuhwan membenarkan posisi dasi yang menjerat lehernya. Merasa begitu gerah akan tingkah laku kedua karyawan yang tengah ada di hadapan. Ingin mencerca. Namun juga tahu persis selain segala macam kekurangan mereka, tentu ada begitu banyak hal yang menjadi nilai lebih.

"Temui calon klien kita." ucapnya berusaha tenang. "Di kafe WISH jam 3 sore. Hari ini! Dan ingat, jangan sampai gagal!" tegasnya lagi.

"Tapi pak-"

"Tidak ada tapi-tapian, Hong Jisoo!"

"Pak, ka-"

"Apa? Mau cari alasan juga?"

Meringis, Seokmin tertunduk. "Tidak, pak."

Kalau saja ia tidak ingat dengan sebuah Surat Peringatan yang telah didapat sebelumnya, pasti Seokmin akan melakukan apa saja agar tugas kali ini cukup dikerjakannya seorang diri atau dialihkan pada karyawan lain.

"Pak," Jisoo menampakkan wajah memelasnya. Berusaha mencari alasan lain agar sang kepala bidang mau berbaik hati untuk kali ini saja. Ia sudah terlalu lelah berhadapan dengan Seokmin seharian. "Bapak tahu sendiri kalau aku dan Seok-"

"Sudah! Cepat keluar!" tegasnya lagi. "Kalau hari ini kalian gagal menarik klien, jangan harap bisa bekerja lagi di sini!"

---

Enggan jalan beriringan, Jisoo melambankan setiap langkahnya. Menundukkan pandangan, sambil menggumamkan sumpah serapah serta caci makinya yang ditujukan pada pria mancung di depan. Memang begitu samar terdengar. Jisoo sendiri pun kurang jelas untuk mendengar cercaannya itu.

Not Our Baby (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang