Kawanan Tak Dikenal

1.3K 4 0
                                    

Wah, susah juga berbaikan dengan Ully kalau dia sudah marah. Nyatanya dari detik mereka bertengkar tadi, sampai saat ini ketika sudah ada di mobil dalam perjalanan pulang, Ully terus-terusan diam dan buang muka ke Ogie. Walaupun Ogie ngomong terus sampai mulutnya keriting, Ully tetap tidak merespon.

“Sampai kapan kamu mau diam terus begitu?”

Ully masih bergeming.

“Aku sadar aku banyak salah sama kamu. Kemarin, tadi sebelum kita nonton, sebelum kita pulang…aku sepertinya selalu salah ngomong di depanmu.”

Ully melihat ke luar jendela mobil. “Mau kamu ngaku salah karena omongan-omonganmu juga nggak bakal ada yang berubah, Gie. Aku tetep nggak pantas buat kamu.” Ully teringat kata-kata Ogie sebelum nonton, dan sikapnya pada cewek di mall tadi. Ingatan itu menyadarkan Ully betapa bodohnya dia berharap Ogie akan ‘melihat’ ke arahnya. Dia menahan diri karena matanya sudah berkaca-kaca. Dia tidak mau terlihat konyol dengan menangis di depan Ogie, untuk sesuatu yang tidak penting buat Ogie.

Apa lagi yang bisa membuat hatimu merasa lebih miris, selain perasaan ‘tidak layak’ dan ‘tidak diinginkan’? Ketika kita mengalaminya, mungkin tidak akan terpikir jawaban apapun. Ya, Ully sedang mengalami hal itu, dan dia tidak bisa memikirkan hal lain kecuali merasa ‘tidak berharga’. Sebenarnya toh itu cuma hal sepele yang akan selesai dengan bertanya langsung pada Ogie…tapi apa iya sesederhana itu??

Untuk pertama kalinya Ully merasa sakit hati yang teramat sangat ke cowok, lebih dari sakitnya sewaktu mengetahui Isa berpacaran dengan teman sekolahnya. Dia bahkan tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk bertanya atau sekedar berbasa-basi pada Ogie. Sepertinya kalau dia membuka mulut, tangisnya akan pecah saat itu juga. Jadi untuk sekarang lebih baik dia tetap diam.

Ogie serba salah, apalagi setelah merasa ada yang tidak beres pada Ully. Sedari tadi Ully belum menoleh ke arahnya, dia seakan mnyembunyikan wajahnya karena muak melihat Ogie…atau karena dia menyembunyikan sesuatu?? Belum pernah aura Ully terlihat semuram ini, pikirnya. Apakah harus tetap mendesak Ully untuk bicara, atau diam dulu untuk sementara waktu??

*  *  *

Cuma hal sepele begini, kenapa nyebelin banget sih?” pikir Ully. “Kenapa coba, aku jadi sebel kalau dia nggak ‘lihat’ aku?” Ully mencoba untuk tetap berpikir rasional. Dia berusaha untuk tegar. Dicari-carinya alasan untuk bisa meyakinkan dirinya kalau ini bukanlah apa-apa. Seharusnya dia tidak berpikir kalau ini penting, seharusnya dia tidak terganggu. “Ya, aku nggak kenal dia, dia bukan siapa-siapaku. Aku dan dia nggak ada apa-apa, kita punya hidup sendiri-sendiri.” Tapi semakin keras Ully berpikir, ingatan-ingatan itu justru semakin mengganggu. Ingatan ketika mereka bertemu untuk pertama kalinya, ingatan ketika Ogie mengantarnya pulang, ingatan ketika mereka bertemu saat Ully mengerjakan tugas kelompok. Tiba-tiba timbul sebersit rasa dalam diri Ully. Apa ya? Bukan perasaan sebal atau sedih atau apa, tapi lebih cenderung…senang?? Semacam nostalgia? Jelas sekali terasa, ketika Ully mengingatnya lagi, ingin rasanya dia bisa kembali ke saat-saat itu. Namun kemudian ingatannya itu membawanya kembali pada kenyataan bahwa malam ini…

Ully kembali merasakan sakit, sekilas senyum di bibirnya menghilang bersama dengan hilangnya ingatannya yang dirasanya menyenangkan. Seketika itu juga yang bisa dia ingat hanyalah kenyataan-kenyataan pahit dalam hidupnya, terutama pada kenyataan bahwa sampai saat ini Isa tidak pernah memandangnya sebagai seorang cewek. Selama ini, selalu, ketika Ully menyukai seseorang tidak pernah perasaannya terbalas. Orang yang dia suka, selalu, menyukai orang lain. Baginya, menyukai seseorang berarti mencintai diri sendiri. Karena hanya dia yang punya perasaan itu, sedangkan orang itu tidak. Sama seperti mencintai diri sendiri, hanya kita lah yang paling mencintai diri kita sendiri, tidak ada orang lain yang memberikan perasaannya seperti kita mencintai diri kita.

Cuma Kamu...Titik!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang