Hidup dalam ketakutan itu tidak menyenangkan, sangat tidak menyenangkan. Begitu pula dengan Ully. “Kamu harus menghentikan kecurigaanmu itu, Ly! Cuma gara-gara kesamaan seperti itu lantas kamu mencurigainya? Nggak masuk akal.” Ully mencoba untuk berpikiran positif karena terus dihantui oleh bayangan orang yang usil padanya beberapa bulan lalu. Terutama setelah membaca novel kemarin, ketakutan Ully muncul lagi. Rasa-rasanya orang itu sedang mengawasinya di suatu tempat, bagai sosok tak terlihat. Dan sekarang kecurigaan itu jatuh pada Bayu. Padahal bisa saja itu hanya kebetulan, mungkin orang lain yang melakukannya, bukan Bayu. Tapi tetap saja Ully merasa tidak tenang.
“Kalau memang pelakunya adalah orang di sekitarku, bisa saja dia bukan anak sekolah. Bisa jadi dia adalah seseorang yang sangat dekat denganku sampai-sampai aku tak menyadarinya. Mungkin dia karyawan di sini, guru atau jangan-jangan sahabatku sendiri…Lina?” Ully mengerjapkan matanya, dia menarik napas dalam-dalam. “Tidak. Bagaimana bisa aku mencurigai Lina? Kita adalah sahabat. Aku percaya padanya lebih dari yang orang lihat.”
Ingin rasanya dia bercerita pada Lina, tapi apa daya dia takut dicibir karena kejadian tempo hari yang ternyata kecurigaannya tak terbukti. Ully sangsi kalau sekarang Lina akan mendukungnya lagi. Duh, susah banget ya jadi orang sensitif? Bawaannya curiga melulu.
***
“Duh, bikin malas ke kantin aja.” gerutunya.
“Kenapa sih, Sa?” Mike menoleh ke arah sahabatnya, tanpa curiga ada yang aneh sedikitpun. Isa hanya menggerakkan kepalanya ke arah seseorang: Ogie.
“Oh…” Mike mengangguk mengerti. “Masalah yang dulu itu?”
Isa tak menjawab. Raut wajahnya terlihat masam sekali. Kalau sudah seperti ini, Mike paling tahu sahabatnya itu sudah sangat jengkel. Tapi yang Mike tidak tahu, kenapa Isa justru mendekati orang itu dan bahkan duduk berhadapan dengannya?
Ogie hanya melihat sekilas ke arah Isa ketika dia tiba-tiba duduk di depannya. Wajah Ogie tak kalah jengkelnya dengan Isa. Mike ingin ikut bergabung duduk dengan mereka tapi segera dicegah oleh Isa. Sepertinya mereka hendak membicarakan sesuatu yang serius.
Kini hanya tinggal Isa dan Ogie. Suasana tegang menyelimuti tempat mereka berada. Tak sepatah kata pun keluar dari mulut mereka. Baik Isa maupun Ogie tampaknya sedang mengumpulkan tenaga untuk berdebat.
Isa memulai pembicaraan dengan menyinggung tentang Ully, berharap pancingannya ini dapat membuat Ogie bicara. “Kamu apakan Ully?” Hal terakhir yang dia ingat adalah ketika melihat mereka di pantai. Sejak saat itu Isa berusaha untuk mengabaikan pikirannya yang terus saja kembali pada ingatan hari itu. Lalu setelah sekian waktu dia berhasil menyingkirkan ingatan tentang Ully sejenak, setelah Ocha menemaninya mengisi hari-hari sepinya, dia menemukan Ully yang tampak kacau. Mungkinkah itu karena Ogie? Pikirannya kembali diganggu dengan kehadiran sosok Ully. “Ully berubah. Apa yang terjadi padamu, Ly? Apa yang cowok itu lakukan padamu? Meski kamu tidak mengatakannya, tapi aku tahu itu pasti karena dia…”
“He…?” Lagi-lagi Ogie hanya menengok sekilas ke arah Isa lalu kembali menenggak softdrink-nya.
“Kamu masih sering ketemu sama dia?”
“Aku udah lama nggak ketemu Ully.”
“Maksudmu?” Tersirat betapa dia sangat menginginkan penjelasan dari Ogie.
“Maksudku kita udah nggak pernah ketemu lagi.” Ogie menjawab datar tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari HP.
“Sok banget sih dia? Apa menurutnya pembicaraan ini nggak penting? Huh!” Isa sebal. Dia merasa Ogie bersikap acuh tak acuh pada Ully…dan dia tak suka itu. “Oh, aku tahu. Pasti kamu sudah menemukan pengganti Ully kan?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Kamu...Titik!
Fiksi RemajaUlly, cewek yang baru masuk SMA, bertemu dengan cowok yang sama sekali tidak dia perhitungkan sebelumnya, karena dia sudah punya perasaan lebih dulu pada teman dekatnya sejak SMP. Siapakah yang akhirnya akan Ully pilih? Dan bisakah dia memilihnya? A...