Is It Good Enough?

762 4 2
                                    

Di dunia ini segalanya serba relatif, termasuk kebaikan dan kejahatan.

Orang yang terlihat baik di luar, tidak sepenuhnya baik di dalam.

Orang yang terlihat jahat sikapnya, belum tentu dia tidak punya sisi baik dalam dirinya…

***

Keputusan Ully sudah bulat, dia bertekad untuk tidak menggunakan HP pemberian Gina lagi. Itu tidak masalah buatnya, tapi yang jadi masalah adalah bagaimana dia menjelaskannya pada orangtuanya. Mustahil disembunyikan, mereka pasti tahu. Lalu kalau ditanya ‘kenapa’, dia harus menjawab apa? Menjelaskan yang sebenarnya atau berbohong? HP hilang atau dicuri orang, misalnya. Hmm…sepertinya itu bukan ide yang bagus.

“Ma, HP-nya itu mau aku balikin aja deh ke Gina.”

“Hah? Kenapa? Oh ya, ngomong-omong soal Gina, gimana kabarnya? Mama udah lama nggak lihat dia.”

“Lama apanya? Baru 2 bulan kemarin dia ke sini.”

“Biasanya kan dia sering mampir ke sini. Kalian lagi marahan, ya?”

“Ehm…”

“Ya gitu deh.” mama meneruskan, sambil tersenyum menggoda Ully.

“Ya pokoknya aku nggak bisa pake HP itu lagi.”

Mama salah sangka kalau pertengkaran Ully dengan Gina hanyalah masalah ABG biasa, “Ly, ribut-ribut kecil sama teman itu biasa. Nggak perlu ngambek sampai nggak mau pake barang pemberiannya segala. Kalian kayak orang pacaran aja, begitu putus terus mau balikin semua pemberiannya.”

DEG! Ully merasa tidak nyaman ketika mendengar mama mengatakan hal itu.

“Aku nggak ngambek kok, cuma…dia udah baik banget sama aku, aku nggak enak sama dia…gitu, Ma.”

Mama mengerutkan dahi, “Memangnya ada masalah apa sih?”

“Ya…enggak ada apa-apa, Ma.”

“Karena cowok?”

Ully kaget karena mamanya berpikir sampai ke situ.

“Cowok itu ya? Yang waktu itu kesini?”

Ully menggeleng, “Bukan lah, Ma! Masa kita rebutan cowok…”

Mama tertawa mendengarnya. “Ya sudah, kalau memang maumu mengembalikan HP itu ya nggak apa-apa. Mama sih ngikut aja keputusanmu gimana. Mama percaya kalau keputusanmu itu sudah kamu pikirkan baik-baik. Cuman pesan Mama, jangan gampang ngambek begitu ada masalah sedikit sama teman…nggak baik.”

“Iya Ma, Ully ngerti…Seandainya Mama tahu yang sebenarnya.

Tapi apa benar dia akan mengembalikan barang itu? Bukankah mereka harus bertemu lagi kalau Ully benar-benar berniat mengembalikannya? Dan bukankah Ully tidak mau bertemu lagi dengannya?

Yang penting sekarang udah nggak bakal ditanyain kalau aku nggak pake HP lagi. Masalah mau beneran dibalikin atau enggak…pikirin ntar aja deh.”

***

Hilang satu tumbuh seribu, mungkin itu peribahasa yang cocok untuk Ully. Hilang satu masalah, muncul seribu masalah baru. Jangan lupa kalau masih ada Ogie yang menunggu jawabannya.

Sudah 4 hari berlalu, Ully belum juga memberikan kabar. Pernah hari itu Ogie menelpon Ully untuk memastikan kalau dia masih ingat dengan perjanjian mereka. Ully tentu saja ingat, tapi dia belum mau memberi kepastian. Dan hari ini, Ully akan mengakhiri ketidakpastian itu.

Kebetulan sekali tidak ada orang di rumah, Ully memanfaatkan kesempatan ini untuk menelpon Ogie. Sudah saatnya dia mengatakannya pada Ogie, hal itu sudah dipikirkannya baik-baik. Ully mencoba untuk tetap tenang, berkali-kali dia menarik napas karena saking gugupnya. Diangkatnya gagang telepon dan dimantapkan hatinya untuk menghubungi Ogie. Dia tak bisa membeyangkan apa yang akan terjadi nanti setelah mengatakan semuanya pada Ogie.

Cuma Kamu...Titik!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang