“Demi apa sekarang aku malah terjebak jadi pemain basket dadakan??”
Ully berdiri di dekat ring basket menunggu operan dari temannya. Olahraga yang tidak dia suka justru dia mainkan dalam kegiatan classmate tahun ini. Entah apa yang ada dalam pikiran teman-temannya sampai dia diikutkan dalam kelompok basket. Dan di sinilah dia sekarang, bergulat dengan pertandingan basket di bawah sinar matahari yang mulai terik dan keringat yang mulai membanjiri tubuhnya.
PRIITTT…!!
Bunyi peluit menandakan berakhirnya pertandingan basket dengan keluarnya XI IPA 1 sebagai pemenang. “Syukurlah kelasku kalah, jadi aku nggak perlu main lagi.”
Para pemain yang baru selesai tanding tadi segera berhamburan keluar lapangan, beberapa di antaranya singgah ke kantin dekat lapangan, termasuk Ully.
“Wah, kamu ternyata jago ya main basket? Haha.” seru Lina saat Ully datang menghampirinya di kantin.
“Nyindir ya, neng? Udah tahu aku asal main aja tadi.” ujarnya sambil manyun.
“Eh, tapi kan lumayan buat pemula kayak kamu.”
“Su-per pe-mu-la! Aku ini bukan ‘pemula’ biasa.”
“Yee…jadi pemula, bangga…”
“Udah ah, nggak usah bahas itu lagi, males. Cerita yang lain aja.”
Lina mendekatkan kepalanya ke arah Ully sambil memilin-milin rambutnya. Ully tahu, kalau sudah seperti ini berarti Lina bakal merayunya. Hmm…kira-kira apa ya, yang akan diminta Lina dari Ully?
“Ly, ayo nginep di rumahku!” Tuh kan, benar.
“Hah? Ngapain?”
“Ngapain? Ya main, lah. Kita kan udah lama nggak hang out bareng, ujiannya juga udah selesai.”
Mengingat rumah Lina berarti mengingat tempat ‘kenangannya’ bersama Ogie, dan segera setelah itu bayangan yang menghampiri Ully adalah tentang Ogie, Ogie dan Ogie. Sudah berbulan-bulan berlalu memang, sejak dia ‘berpisah’ dari Ogie, tapi dia tak mau ambil resiko untuk membuka luka lamanya itu.
“Enggak ah, Lin.”
“Yah…padahal kan aku pengen gila-gilaan lagi sama kamu, Ly.”
Melihat temannya cemberut, Ully tak tega. “Gimana kalau kamu aja yang nginep di rumahku? Gantian…”
“Di rumahmu?” Ully mengangguk. “Nggak apa-apa?”
“Yaelah…kalau nggak boleh mah nggak aku tawarin, Lin.”
Lina tersenyum lebar. “Oke deh!”
“Kalau begitu bayarin makanku, ya.” lalu Ully langsung kabur begitu saja. “Mbak! Aku dibayarin dia!” serunya sambil menunjuk ke arah Lina yang masih bengong. Dari kejauhan Ully berteriak riang, “Makasih ya, Lin!”
***
“Apalagi Lin, yang dibutuhin?” Ully memasukkan 2 sachet susu kental manis dan margarin ke dalam keranjang belanjaan yang dibawa Lina.
“Hmm…tepung udah, susu, baking powder, selai coklat, margarin…Kayaknya udah lengkap kok, Ly.”
“Ya udah, langsung ke kasir aja yuk.”
Hari itu Lina berencana untuk menginap di rumah Ully. Setelah pulang sekolah dan mampir terlebih dahulu ke rumah Lina untuk mengambil baju gantinya, saat ini mereka sedang berada di sebuah swalayan di dekat rumah Ully. Kesempatan itu akan mereka manfaatkan untuk mencoba resep baru, yaitu “crepes”.
Lina turun lebih dulu setelah Ully menghentikan laju motornya tepat di halaman rumah. Kedatangan mereka disambut oleh mamanya Ully, siapa lagi.
“Halo! Ini Lina, ya?”

KAMU SEDANG MEMBACA
Cuma Kamu...Titik!
Ficção AdolescenteUlly, cewek yang baru masuk SMA, bertemu dengan cowok yang sama sekali tidak dia perhitungkan sebelumnya, karena dia sudah punya perasaan lebih dulu pada teman dekatnya sejak SMP. Siapakah yang akhirnya akan Ully pilih? Dan bisakah dia memilihnya? A...