42: Confession

337 39 4
                                    

Tugas kulyah ternyata nggak pandang waktu, liburan gini malah makin bejibun aja --"

Dan Pitik malah updet wattpad!! wqwq

.

.

.

"Kenapa kalian berempat bisa kompak tidak mengerjakan tugas, hah?" bentak sang guru pada empat murid yang berdiri di depan kelas sambil meremas kedua tangan mereka masing-masing karena gugup.

Empat orang itu jelas Kim Mingyu, Jeon Wonwoo, Lee Jihoon, dan Kwon Soonyoung. Itu karena tidak peduli apa yang terjadi di sekolah saat mereka pergi, mereka langsung tidur dan bangun keesokan harinya tanpa memikirkan kemungkinan ada tugas.

"Kalian ibu hukum membersihkan seluruh toilet sekolah pulang nanti," mutlaknya.

Soonyoung menelan ludahnya sendiri karena merasa terbebani dengan hukuman barusan. Walaupun tampak bodoh seperti itu, ia belum pernah dihukum separah ini sampai membersihkan toilet.

"Kalian dengar?"

Keempatnya mengangguk.

"Mengerti?"

Keempatnya mengangguk lagi.

"Paham?"

Lagi.

"Sekarang kalian kembali ke tempat! Kita akan melajutkan materi pertemuan lalu."

Pada akhirnya mereka berempat kembali duduk ke bangku masing-masing. Seperti sebelumnya, Soonyoung menempel di sebelah Jihoon. Mingyu dan Wonwoo tidak duduk bersebelahan. Hanya saja depan-belakang dan keduanya bersebelahan langsung dengan jendela.

Mingyu duduk di dekat jendela agar ada yang bisa diperhatikan saat bosan dengan materi kelas. Wonwoo karena ia bisa memperhatikan side profile Mingyu saat ia menoleh ke jendela. Kehidupan sekolah biasa mungkin telah kembali lagi, mengesampingkan fakta bahwa sosok di hadapan Wonwoo ini masih seorang penyihir.

"Terima kasih, anak-anak!"

Tak terasa kelas berakhir begitu cepat. Guru mereka pun selesai menerangkan materi. Sebelum beliau beranjak keluar kelas, tak lupa ia mengingatkan mereka berempat tentang hukuman sepulang sekolah. Tidak ada alasan untuk menolak hukuman tersebut.

Berhubung toilet sekolah ada masing-masing satu di setiap lantai dan lantai sekolah mereka ada tiga, jadi hukuman di antara mereka berempat dibagi. Toilet lantai dua menjadi tanggung jawab Soonyoung dan Jihoon, lantai tiga menjadi tanggung jawab Mingyu dan Wonwoo. Lalu mereka akan berkumpul di lantai satu untuk membersihkan sisanya bersama, setelahnya mengembalikan alat-alat kebersihan di gudang.

"Aku akan membersihkan toiletnya. Kau urus saja bagian wastafel!" perintah Jihoon karena menganggap Soonyoung tidak akan berkompeten untuk urusan seperti ini.

Tapi Soonyoug justru menahan lengan Jihoon untuk tidak mengangkat sikat wc serta ember berisi air ke dalam bilik.

"Tidak, aku saja yang bagian toilet. Kau wastafel saja," tolaknya atas dasar sikap seorang dominan.

Jihoon menghela nafasnya sejenak sebelum akhirnya mengangguk untuk mengiyakan perkataan Soonyoung. "Silakan!" ujarnya kemudian beralih mengambil sikat dan membasahinya dengan sabun.

"Semangat, chagiya," seru Soonyoung sebelum membawa sikat wc serta ember ke dalam bilik toilet.

Jihoon berhenti melakukan kegiatan menyikatnya dan menoleh ke arah bilik toilet dengan tatapan tajam. "Barusan kau memanggilku apa?" tanyanya dengan nada mengancam.

Dengan santainya Soonyoung menyembulkan kepalanya dari bilik toilet dan tersenyum lebar, membuat kedua matanya terlihat semakin sipit. "Bukan apa-apa."

Jihoon mendengus kesal dan kembali pada kegiatan menyikatnya. Ia sangat yakin tidak salah dengar soal 'chagiya' barusan dan itu adalah sebuah panggilan afeksi.

"Chagiya."

Jihoon mendengarnya lagi dari dalam toilet. Hanya mereka berdua yang ada di dalam toilet sekarang. Kalau bukan Soonyoung, lantas siapa lagi yang barusan bicara?

"Chagiya."

Jihoon tetap bersikukuh dengan kegiatan sikat-menyikatnya dan mengabaikan panggilan afeksi barusan.

"Jihoon-ah, kau marah ku panggil chagiya?" ujar seseorang yang jelas-jelas Soonyoung karena suaranya berasal dari dalam bilik toilet.

Entah mengapa Jihoon jengkel dan sekali lagi menghentikan kegiatan menyikatnya, berbalik menghadap Soonyoung yang juga sedang berhenti menyikat kloset.

"Mengapa kau harus memanggilku seperti itu?" tanyanya dengan nada kesal setengah mati.

Namun Soonyoung hanya tersenyum lebar seperti tadi. "Karena aku menyayangimu."

Jihoon tahu ini tidak elit, namun kedua pipinya sontak memerah. Ia tidak ingin Soonyoung mengetahuinya dan berbalik menghadap wastafel, kembali sibuk dengan sikatnya.

"Berbalik pun aku bisa melihat betapa merahnya wajahmu di cermin," celetuk Soonyoung malah mamasang pose bersandar di dinding kamar mandi.

"Lanjutkan saja hukumanmu!" elak Jihoon.

Soonyoung berdiri tegak dan membuat gestur hormat dengan menaruh telapak tangannya di atas dahi. "Siap, chagiya!" Kemudian meraih sikat wc di dalam bilik dan lanjut bekerja.

Jihoon berhenti menyikat sejenak dan memandang bayangannya sendiri di cermin, mengecek apakah wajahnya benar-benar sedang memerah.

"Dasar aneh," umpatnya pelan.

.

.

.

Berbeda dengan toilet lantai dua, suasana toilet lantai tiga malah cenderung hening. Kedua, Mingyu dan Wonwoo justru sibuk dengan kegiatan bersih-bersih mereka. Begitu sampai Wonwoo mencairkan keheningan itu dengan berdehem. Mingyu berhenti mengepel lantai dan menyandarkan alat pelnya ke dinding toilet.

"Maaf membuatmu harus—"

"Tidak," potong Mingyu cepat.

Wonwoo mengerjap pelan karena sedikit terkejut.

"Maaf aku membuatmu ikut campur dalam sesuatu yang berbahaya."

"Tidak. Aku yang ikut campur, juga membuatmu harus repot-repot berhadapan dengan vampir sampai harus mengorbankan nyawa seseorang. Aku yang salah."

"Bukan kau, tapi aku."

"Hey, aku sedang— aih, hentikan! Ini tidak akan ada habisnya. Intinya aku minta maaf. Maafkan aku," ujar Wonwoo kemudian membungkukkan badannya.

Mingyu menelan ludahnya sendiri ketika Wonwoo berbalik, lanjut mengelap cermin di atas wastafel dengan lap basah.

Sekolah sudah sepi sekarang, apalagi lantai tiga. Hanya suara lap yang beradu dengan permukaan cermin dan tetes-tetes air keran wastafel yang belum tertutup dengan benar.

Tiba-tiba suara gesekan lap Wonwoo tidak terdengar lagi. Tangannya berhenti melakukannya saat ia merasakan tubuhnya sedang dipeluk dengan erat dari belakang.

"Maafkan aku tidak bisa menyelamatkanmu," bisik Mingyu di telinganya.

Wonwoo menghela nafasnya sejenak, memikirkan balasan apa yang tepat untuk menyudahi sesi minta maaf ini. Semuanya salah, Wonwoo menyadari hal itu.

"Gwaenchanayo," balasnya kemudian.
.

.

.

To be continued...

[√] bewitched | svt & pd101 s2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang