I LOVE YOU

56 2 0
                                        

           

Aku tak percaya ia mengikutiku. UGH, aku segera mempercepat gerakku sebelum semua orang melihat kami. Namun hasilnya nihil, ia malah menarik tanganku sedikit kencang dan mengejutkanku. Dia bahkan menyatukan tubuh kami, bersiap untuk menciumku namun kudorong tubuhnya kuat. Persis seperti pertama kali ia ingin menciumku dulu itu.

"Hentikan!" Aku sedikit teriak agar ia sadar aku tak mau disentuh.

Zayn masih tidak percaya aku serius, aku serius tidak ingin menyentuhnya lagi.

"Oh ayolah sayang, sudah sepi sekarang. Tidakkah kau merindukanku?" Ia kembali mendekatiku dengan tatapan laparnya dan aku malah menjauh, sama seperti mangsa yg menghindari pemangsanya yg kejam.

"Tidak." Jawabku dengan wajah serius. Dia harus tahu bahwa aku serius.

"Benarkah?" Zayn tertegun. Sepertinya ia sudah sadar.

Aku menelan ludahku pelan, "Jangan temui aku lagi, dan tolong, jangan pernah memanggilku sayang." Ujarku. Dan dia terdiam.

Matanya tersorot tajam pada mataku, ia tak berkutik, mungkin mencerna tiap kalimatku tadi. Semoga saja ia mengerti.

"Permisi." Aku pun langsung pergi tanpa meminta jawaban darinya.

Oh Tuhan, sakit sekali hati ini melihatnya tertegun seperti tadi, hancur hati ini saat aku merasa sebagai wanita paling bodoh dan brengsek dimuka bumi, yg berani-beraninya memutuskan hubungan dengan orang yg paling ia sayangi. Sialan.

Aku menahan isak tangisku saat hendak turun kebawah, bukan untuk menemui Rose atau Wendy atau bahkan si brengsek James namun aku ingin pergi sejauh-jauhnya. Aku tidak tahan harus berhadapan dengan Zayn.

Kenapa Ia harus se-innocent itu astaga! Tingkah lakunya barusan menunjukkan bahwa tidak ada apa-apa, tidak terjadi hal buruk antara hubungan kami, ia seperti, tidak merasa bersalah atas apa yg ia lakukan.

Foto postingan Gigi minggu lalu itu benar-benar menusuk jantung dan hatiku, aku bahkan masih sulit bernafas sampai saat ini. Beginikah rasanya diselingkuhi? Oh ini gila, tidak mungkin aku merasakan hal ini, akulah selingkuhannya, tapi kenapa ketika melihatnya bersama istrinya sendiri aku sakit hati? Kecewa dan bungkam? Aku ingin membunuh semua orang yg ada disini! Ah sialan! Kenapa sih aku tak pernah bisa bahagia? Ini tidak adil.

Sangat tidak adil.

Aku pun segera menghapus isak tangisku, memperbaiki make up, walau masih tersedu-sedu namun aku berusaha untuk santai.

Sebentar lagi aku harus kembali ke kantor, meeting akan segera dimulai. It must be a normal, usual day. I will get my coffee at starbucks and talk to Rose, as always. And I won't get any trouble bc I know, I don't make any mistake. I don't, lagipula, aku sudah tidak ada urusan dengan si boss, benar kan?

"Hey girl!" Seseorang menyapaku dari belakang ketika aku hendak naik ke atas, hufft, untunglah itu hanya suara Wendy.

"Hey Wen." Aku menyapanya balik.

"Darimana sih lama sekali?" Tanya-nya, menyatukan posisi kami. Sejajar.

"Toilet, kemudian aku sempat ke mini market beli pembalut hehe."

"Kau.. PMS lagi?" Ia tiba-tiba kaku. Entah kenapa.

"Belum sih, tapi stock di apartemen sudah habis. Aku harus mempersiapkannya lebih dulu sebelum aku mulai datang bulan." Ujarku, berbohong.

"OH begitu. Baiklah,"

"Mana Rose?" Aku bahkan tidak sudi menanyakan James.

"Ada diatas," Ujarnya.

Mistress // z.m [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang