Seorang pria baru saja menyelesaikan salat sunnah setelah Isya,dia berdiam sejenak untuk berdzikir dan berdo'a. "Ya Allah ya Tuhanku. Rasanya hamba malu jika terus menerus meminta kepadamu,namun yang hamba inginkan hanyalah keselamatan dan kesehatan lahir batin keluarga hamba yaitu umi abi dan kak Humaira. Lindungilah mereka ya Allah. Karena keselamatannya akan menjadi keselamatanku juga" Do'anya dalam hati. Dia mengusap wajahnya dan mengamini ucapannya. Dia beranjak dari duduknya dan melenggang keluar mesjid tersebut dan pulang kerumahnya,tepatnya rumah orang tuanya.
Dia mendapati Sabilla yaitu uminya tengah berada diruang makan menyiapkan makan malam,dia menghampirinya dan memeluk Sabilla dari belakang "Assalamu'alaikum mi"
Sabilla tersenyum dan mengusap lengan pria yang tak lain adalah putranya, "Wa'alaikumsalam"
Pria tampan berusia dua puluh tiga tahun itu adalah anak kedua sekaligus terakhir dari Sabilla dan Nizar setelah putri pertama mereka yang bernama Humaira Afifah As-sidiq dan pria itu bernama Alfandy Rashdan As-Sidiq. Dia kini bekerja di sebuah perusahaan yang memang dia pimpin sendiri,tentunya bukan hanya dia yang membuat perusahaan tersebut sukses tetapi berawal dari bantuan Nizar yaitu abinya. Nizar masih menjadi dokter namun berhenti menjadi dosen karena Sabilla yang memintanya,tentu bukan tanpa alasan Sabilla meminta hal tersebut.
"Kak Ira mana mi?"
"Dikamarnya"ucap Sabilla lembut. Alfan melepaskan pelukannya.
"Oh terus abi belum pulang?"
Sabilla menggelengkan kepalanya, "Mungkin sebebentar lagi. Kamu ganti pakaian dulu lalu kembali kemari untuk makan malam"
Alfan tersenyum dan mengangguk, "Aku kekamar mi, Assalamu'alaikum"
Sabilla juga tersenyum, "Wa'alaikumsalam. Sekalian panggil Ira"
Alfan yang tengah berjalan langsung membalikkan tubuhnya namun terus berjalan lalu mengangkat tangannya dan menunjukkan ibu jarinya seolah pertanda dia setuju.
Sabilla menggelengkan kepalanya dan terkekeh,dia melanjutkan kegiatannya.
Alfan berjalan menuju kekamarnya,namun sebelumnya dia melihat pintu kamar Humaira terbuka alhasil dia pun masuk untuk merecoki kakak satu-satunya itu. Humaira tengah menyisir rambutnya dan Alfan diam-diam mengambil ikat rambut Humaira. Humaira yang bersiap mengikat rambutnya bingung dimana ikat rambutnya dan saat membalikkan tubuhnya dia mendapati Alfan tengah duduk ditepi ranjangnya, "Alfan ih ikat rambut kakak mana?"
Alfan mendongak dan mengerutkan dahinya,dia mengangkat kedua bahunya. "Kok ke Aku sih kak? Aku dari tadi ada disini. Em,maksudnya baru aja duduk disini"
Humaira mengerucutkan bibirnya, "Jangan bohong nggak baik Alfan! Kakak lagi nggak mau bercanda"
Alfan menggelengkan kepalanya bersikukuh tidak ingin mengaku,Humaira memegang kedua lengan Alfan yang berada dibelakang, "Kemarikan"
Alfan terus menjauhkan tangannya dari jangakauan Humaira,bahkan dia berdiri dan mengangkat tangannya yang memegang ikat rambut tersebut sehingga Humaira tidak bisa menjangkaunya karena Alfan sangat tinggi. "Coba ambillah"
"Alfan..." ucap Humaira dengan memohon.
Alfan menghela napas dan memeluk bahu Humaira,"Ini"dia menyerahkan ikat rambut tersebut. Humaira tersenyum. Adiknya ini sudah besar tetapi tetap saja seperti anak kecil,namun berbeda jika Alfan sudah mengurusi masalah pekerjaan apalagi urusan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan lain dia sangat menakutkan bahkan tak jarang dia dengan mudah bisa mendapatkan kontrak kerja sama dengan berbagai perusahaan.
"Terima kasih"
"Kata umi makan malam dulu"
"Iya Fan"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFAN (Cinta Untuk Nishrina)
Espiritual-Ambil hal positifnya dan tinggalkan hal negatifnya- Second story of Cinta Sabilla. •••• "Setiap saat aku akan meminta kepada Allah agar dengan cepat menghadirkan perasaan dihatimu untuk diriku. Kamu,sudah Dia takdirkan menjadi pria yang akan selal...