#Problem 6

140 4 0
                                    

Kiara mengaduk-aduk semangkok bakso di hadapannya dengan asal-asalan. Sebelah tangannya lagi menopang lurus dagunya. Kedua matanya menatap lurus ke depan, namun pikirannya bercabang kemana-mana. Ia menghembuskan nafas beberapa kali saat mengingat kejadian di ruang musik tadi. Ia menyanyi bersama cowok muka datar yg seremnya melebihi mumi itu? Sulit dipercaya! Apalagi ketika ia mengingat kejadian saat Calvin mengurungnya dengan kedua tangan. Cowok itu mendekatkan wajah dinginnya itu kearahnya. Sumpah! Mukanya itu emang ganteng. Ganteng banget! Siapa sih cewek yg enggak mau sama cowok kayak Calvin? Udah ganteng, senyumnya manis, pinter terus jago maen musik lagi. The most wanted boy yg paling sering dielu-elukan bak raja mesir pula.

Emang sih, tapi sifat dinginnya itu loh yg enggak nahan. Udah gitu kalo ngomong datar banget, tanpa ekspresi. Kan bikin serem yah? Tanpa sadar Kiara menggeleng-geleng sendiri.

Tapi tadi mukanya enggak gitu deh pas nyanyi. Ekspresinya keren banget. Udah gitu pake senyum yg manis banget lagi ngalahin gula. Ah kalo ada semut pasti udah dikerubungin tuh. Eh apa tadi dia bilang? Calvin manis? Ganteng? Lah kok jadi kesemsem gini sih? Wah mulai enggak beres nih sama otaknya. Kiara mengetok-ngetok kepalanya sendiri menggunakan tangan. Pasti otaknya sudah mulai terkontaminasi sama si mayat hidup itu. Ckck gak boleh dibiarin!

Dina yg sedang makan langsung melongo melihat ekspresi aneh yg sedari tadi dibuat sahabatnya ini. Ia menatap semangkok bakso yg masih penuh di depan Kiara. Mengamatinya sejenak apakah ada yg berkurang atau tidak. Dan nyatanya bakso itu tidak berkurang sedikit pun. Bahkan tidak setetes pun.

"Heh! Kenapa sih lo? Itu bakso kasian amat lo anggurin dari tadi."

"Hah? Gue gak bilang Calvin cakep kok!" seru Kiara ngelantur. Kemudian ia langsung membekap mulutnya sendiri saat dilihatnya Dina yg sedang mengunyah bakso membelalakkan mata kearahnya. Matilah! Pasti bakal jadi gosip yg aneh-aneh ini mah.

Setelah selesai mengunyah bakso, Dina mengambil minumnya lalu menenggaknya habis dengan mata lagi-lagi masih menatap Kiara menyelidik. Setelah dirasa bakso itu masuk dengan aman ke perutnya, ia langsung menopang dagunya sambil terus memandang sahabatnya itu. Ada yg enggak beres.

"Lo mikirin Calvin ya?" tebak Dina langsung sambil mengulum senyum.

Diserang pertanyaan seperti itu membuat Kiara langung tergagap. "Engg... gak! Lo salah denger kali."

Dina menggeleng sambil tersenyum mendengar jawaban Kiara dengan sedikit tergagap. "Cielah ada yg gagap nih," ledeknya sambil terkekeh. "Kalo mikirin mah ngaku aja kali. Gak dosa ini kok."

Bibir Kiara langsung manyun seketika. Ia merutuki dirinya sendiri yg salah berbicara seperti tadi. Ah kalau sudah begini bisa panjang urusannya!

"Enggak ye. Siapa yg mikirin mayat hidup itu. Kurang kerjaan," ujar Kiara cuek. Ia meneguk jusnya sejenak.

"Yah siapa tau aja masih kebayang-bayang mukanya pas tadi lo berdua konser dadakan di ruang musik." Dina mendelik santai kearah Kiara.

"Ah, enggak mung --eh kok lo tau sih soal di ruang musik tadi?" celoteh Kiara sambil menatap Dina yg tengah senyum-senyum sendiri. "Lo ngintip ya?!"

Dina kembali meresap kuah bakso dari sendoknya perlahan. "Salah sendiri kenapa pintunya enggak ditutup rapet kalo mau so sweetan," gumam Dina cuek.

"Pala lo beranak lima belas noh sweet-sweetan!" Kiara menjitak kepala Dina dengan gemas.

Bukannya kesakitan Dina justru langsung menutupi kepalanya dengan kedua tangannya seperti menahan sesuatu.

"Kenapa lo? Itu kepala dipegang begitu?"

Dengan setengah berbisik Dina menggumam," takut kepala gue beranak lima belas kayak kata lo tadi. Mangkanya gue pegangin."

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang