Calvin melangkah menyebrangi pekarangan rumahnya seusai memarkirkan Lexus mewahnya pada garasi mobil. Dengan sedikit memberikan senyuman langkanya pada para penjaga rumah, Calvin masuk lalu bergegas menaiki tangga kearah kamarnya.
"Calvin, kamu tidak ingin makan malam?"
Sebuah suara dari bawah membuat Calvin menoleh. Ia mendapati Papanya tengah berdiri disana. Sedang Mamanya --oh maaf salah, lebih tepatnya Mama tirinya tengah tersenyum manis padanya. Hal itu justru membuatnya enek setengah mati. Untung saja tadi ia tidak makan terlalu banyak diluar, jika iya maka ia akan muntah sepuluh ember sekarang juga karena melihat begitu banyak fake yg ditampilkan wanita ular ini di depannya.
Calvin melirik kearah wanita itu sejenak lalu kembali menatap papanya. "Makan dengan dia? Yg benar saja," ucapnya santai namun penuh keseriusan.
"Apa maksud kamu bicara seperti itu pada Mama kamu sendiri?!"tanya Papa dengan sedikit membentak. Sementara wanita ular itu sibuk mengelus-elus dada suaminya. Cih! Sok baik!
Bibir Calvin tersenyum menghina. "Mama? Sejak kapan dia ngelahirin Calvin? Lagian juga enggak sudi dilahirin sama dia." Calvin membuang muka kearah lain sambil mendengus.
"KAUU..." tunjuk Papa pada Calvin. Tangannya bergetar karena menahan emosi. Wajahnya memerah menahan marah. "Seperti itukah gaya bicaramu sebagai putra tunggal keluarga Anthony yg terhormat?!"
Mendengar itu Calvin bukannya takut justru semakin tersenyum menghina. "Aku memang keturunan Anthony. Keluarga yg terkenal dengan martabat dan keunggulannya dalam dunia berbisnis. Tapi aku heran kenapa keluarga seperti ini bisa terjebak dalam begitu banyak kebohongan"
Wajah Papa yg tadi memerah kini berkerut karena bingung. "Apa maksud kamu? Kebohongan apa?"
Calvin hanya mengedikkan bahunya sejenak. "Yah, tanya aja sendiri sama ratu fake di sebelah Papa. Actingnya good job banget! Padahal aku tau kalo dia cuma ngincer harta kekayaan Papa doang," kata Calvin cuek.
"Kamu keterlaluan Calvin!" bentak Papa marah. Ia tidak mengerti lagi dengan jalan pikiran putra satu-satunya ini.
Sementara itu Mama Wina --oh jangan sebut dia Mama. Sebut saja tante girang atau wanita ular atau apa sajalah yg pas untuk muka duanya itu. Ia tidak pantas disebut sebagai Mama. Tidak cocok dengan iblis macam dia. Oke sebut saja Wanita Ular. Wanita ular itu sekarang sibuk mengelus-elus dada Papa Calvin yg nampak naik turun menahan emosi. Wajahnya sesekali nampak manja, namun bagi Calvin itulah wajah yg membuatnya ingin sekali menjeratnya dengan tali lalu menggantungnya diatap rumah hingga tewas. Terlalu kejam ya? Itu menurut kalian tapi menurut Calvin semua itu belum setimpal dengan apa yg dilakukan Wanita ular itu dalam hidupnya.
"Sudah Pa. Calvin mungkin masih butuh penyesuaian diri," ujar wanita ular itu dengan perlahan. Suaranya sok-sok dilembutkan. Cih! Hina bener deh itu wanita!
"Calvin, kamu juga. Papa kan baru pulang kenapa kamu ajak berantem terus sih? Ayo ikut makan malem aja," Wanita ular itu menoleh kearah Calvin dan berbicara lembut. Namun beberapa menit kemudian wajahnya berubah menakutkan. Hah! Siapa nenek sihirnya sekarang?
"Gak usah sok-sok manis lah di depan bokap. Caper amat sih," cibir Calvin lagi. Ia membalas tatapan mematikan wanita ular itu dengan santai. Ia tidak akan pernah takut.
"Kamu ---"
"Sudah mas. Biar aku yg bicara," potong Wanita ular itu pada Papa yg sudah siap memaki-maki Calvin lagi. "Sayang kok kamu ngomongnya gitu sih? Udah yuk kita makan aja."
"Eh jangan deket-deket gue!" desis Calvin tajam saat melihat wanita ular itu sudah menaiki satu tangga kearahnya. "Gue gak sudi deket-deket sama orang muka dua kayak lo." Ia memandang wanita ular itu dengan santai. Sementara wanita ular itu tengah menatapnya marah. Tuh kan liat? Gitu tuh kelakuannya di belakang Papa. Sungguh muka dua! ckck.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Always Been You
Teen FictionKita ketemu tanpa sepotong rasa yg berarti. Sama-sama tidak peduli pada masing-masing hati. Hingga semua terjadi dan membuat aku tidak bisa memungkiri bahwa aku telah jatuh hati. Padamu yg (mungkin) takkan bisa terganti...