#Problem 21

109 4 2
                                    

Ting tong... Ting tong...

Suara dentingan bell terdengar meriah di sebuah rumah. Reza yg sedang asik bermain PS di kamarnya langsung terdiam sejenak lalu kembali lagi pada PSnya.

"Bii, bukain pintu!" teriaknya keras dari dalam kamar tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari layar di depannya

Suara bel yg kembali mengaum-ngaum dari bawah membuat Reza jengah. Dengan sebal ia bangkit lalu menekan interkom yg ada di kamarnya. "Bibiii, bukain pintu!" teriaknya tanpa malu. Namun tetap tidak ada jawaban. Ia mengernyitkan dahinya bingung. Kenapa rumah ini kayaknya sepi banget ya.

"Astaga gue lupa, kan bibi lagi disuruh nemenin nyokap ke mall!"Reza menepuk jidatnya sendiri karena kepikunannya.

Ting tong... Ting tong... Ting tong...

Suara bel yg semakin lama semakin menjadi membuat Reza tersentak. Dengan perasaan yg sudah kesal ia menekan tombol pause pada game yg sedang dimainkannya lalu turun. Langkahnya semakin dekat ke pintu namun suara raungan bel itu pun semakin kencang. Persis seperti anak bayi belum dikasih makan.

"Bentar elah!" gerutunya sambil setengah berlari.

DUAK!

Baru saja tangan Reza hendak menggapai gagang pintu, wajahnya sudah dicium mesra oleh daun pintu itu sendiri. Ia menunduk sambil meringis sakit saat merasakan denyutan di hidungnya.

"Za, lo ngapain malah nunduk gitu? Nyari apaan?" tanya sebuah suara yg lembut namun juga penuh kebingungan.

Dengan tangan masih memegang hidungnya, Reza melotot kearah Kiara yg sudah berada di depan pintunya. "Lo tuh kalo buka rumah orang pelan-pelan, stress! Muka gue nemplok di pintu nih," sungutnya dengan nada sebal namun terdengar berdengung karena tangannya yg masih menutup hidung.

"Astaga gue gak tau kalo lo ada di belakang pintu!" seru Kiara panik. "Abisnya gue pencet bel dari tadi gak ada yg bukain, yaudah gue pake kunci dari lo aja," tangan Kiara memegang hidung Reza yg sudah memerah lalu mengusap-usapnya sejenak.

Reza mendengus. "Kebiasaan!" Ia menjitak kepala sepupunya itu dengan gemas. "Yaudah terus mau n

gapain kesini?"

"Hah? Gue mau ngapain ya tadi?" gumam Kiara yg kini terlihat sedang berpikir.

Dahi Reza berkerut bingung. "Ya mana tau. Lo aja kesini gak bilang-bilang dulu"

Perkataan Reza yg barusan membuat otak Kiara semakin keras berpikir. Berusaha menyusup ke memori-memori terdalamnya. Apa yg tadi mau ia lakukan kesini?

"Kelamaan mikir! Keburu tepar gue!"

Sebuah suara agak berat dan serak membuyarkan lamunan Kiara. Ia menoleh dan mendapati Calvin sudah bersender di ambang pintu sambil sedikit meringis.

"Astaga! Maap cal, gue lupa!"

Kiara mendekati Calvin lalu langsung memapahnya menuju lantai atas. Meninggalkan Reza yg masih terbengong-bengong sendiri di lantai bawah rumahnya.

Calvin mengerling sejenak kearah Kiara yg sedang memapahnya. Walau ia hanya sedikit menumpukan berat badannya pada gadis itu, namun sepertinya Kiara masih saja kewalahan. Jelas saja kan berat badannya beda 20 kg dengan Kiara.

"Berat ya?" tanya Calvin di sela-sela perjalanan mereka pada Kiara. Ia mengulum bibirnya menahan tawa.

Kiara mendengus. "Pake nanya!" gerutu Kiara cepat yg langsung membuat Calvin terkekeh.

Akhirnya mereka sampai di kamar Reza. Tanpa basa-basi lagi, Kiara langsung mendudukkan Calvin pada sofa empuk sementara tangannya memencet interkom untuk meminta kompres. Namun sama seperti Reza tadi. Tidak ada jawaban dari bawah.

It's Always Been YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang