Sebuah desa di tepian Sungai Brantas tampak sedang disibukkan oleh sebuah pesta. Seorang putra Lurah akan melangsungkan pernikahan dengan seorang putri juragan beras yang juga tinggal di desa itu. Ratnasari adalah gadis paling beruntung. Begitulah anggapan para gadis desa Sendang Tirta. Gadis ayu itu mampu memikat hati Basuki, putra sang lurah. Sebetulnya mereka memang sangat cocok. Basuki pemuda gagah rupawan yang menjadi pujaan gadis-gadis. Sementara Ratnasari, gadis manis yang juga banyak diincar para pemuda desa. Ada anggapan jika Ratnasari menggunakan ilmu pengasihan untuk memikat Basuki. Tapi nampaknya keluarga manten sama sekali tak terganggu dengan hadirnya kabar burung itu.
Pernikahan pun dilangsungkan dengan meriah. Terlebih Ratnasari merupakan putri tunggal Ki Rekso. Tak main-main pesta dilangsungkan selama tiga hari tiga malam. Ki Lurah Kisworo mengundang delapan orang penari cantik dan genit untuk memeriahkan pesta. Hal ini tentunya sangat menarik perhatian penduduk desa, terutama para pemuda. Sampai-sampai mereka rela begadang hingga semalam suntuk. Salah satunya Kerta Anom. Tapi baru sebentar pemuda itu ikut menari, lalu berhenti saat melihat dua manten duduk di pelaminan. Wajahnya langsung berubah dari cerah menjadi bengis dan kebencian memenuhi sorot matanya.
Bagaimana tidak? Sudah lama ia mendambakan Ratnasari bahkan pernah meminangnya. Entah apa alasannya sehingga lamarannya ditolak. Padahal orang tua Kerta Anom termasuk keluarga terpandang di sana. Ayahnya dulu bekas Lurah Sendang Tirta. Harga diri keluarganya langsung merasa terinjak-injak atas penolakan itu. Rasa cintanya telah berubah menjadi dendam. Sebenarnya Kerta Anom tak mau datang ke perkawinan Ratnasari dan Basuki. Tapi berhubung Basuki adalah teman baiknya, terpaksa ia datang meskipun hatinya diselubungi amarah dan kecemburuan.
Tak hanya penari cantiknya saja yang ditunggu, tetapi juga sang waranggana bersuara merdu, Puspa Resmi. Alunan lagu yang keluar dari mulut gadis itu mampu menyihir telinga siapa saja yang mendengarnya. Ditambah lagi dengan irama gamelan yang ditabuh para nayaga berpengalaman.
"Sudahlah, Anom. Lupakan Ratnasari. Lihat Puspa, gadis cantik yang ada di depanmu, bukankah dia lebih menggiurkan dibanding gadis yang sudah jadi musuh besar keluargamu?" salah satu teman Kerta Anom menyarankan.
Memang benar apa yang dikatakan pemuda tadi. Puspa Resmi memang gadis yang elok. Kulitnya putih bersih sesuai benar dengan pakaian biru langit yang dikenakannya malam ini. Roncean melati menghias sanggul di kepalanya bersama beberapa tusuk konde. Di tengah riuhnya pesta, seorang pemuda berkulit sawo matang dengan rambut tergerai hingga melewati bahu tampak memperhatikan sang waranggana dari kejauhan.
"Hei! Umbara, kapan kau datang?" tanya seorang pemuda.
"Baru saja," sahut Umbara.
"Ayo, ikutlah bergembira dengan kami!" ajak pemuda tadi.
Umbara menggeleng pelan. Setelah puas menikmati wajah ayu sang waranggana, pemuda itu beranjak pergi. Kakinya melangkah menjauhi tempat itu menuju ujung desa. Ia mendatangi sebuah rumah kecil dengan halaman depan yang luas. Sentir (lampu minyak) terpasang di dekat pintu masuk rumah dan juga di dekat pagar. Pastinya pemilik rumah tengah membantu pesta perkawinan Basuki dan Ratnasari. Umbara membuka pintu pagar yang terbuat dari bambu lalu segera duduk di bale serambi rumah.
Perjalanan dari Gunung Lawu ke tempat kelahirannya ini memang cukup jauh. Hampir sepekan lamanya Umbara berada di perjalanan. Letih menyelimuti sendi di tubuhnya. Umbara ingat sekali ketika ia masih kecil bermain petak umpet di halaman rumahnya ini. Umbara kecil punya tempat yang sangat rahasia hingga ia selalu jadi pemenang. Yakni semak belukar rimbun yang tumbuh di sudut halaman rumahnya. Hingga suatu ketika, Umbara kecil tak menyadari hadirnya seekor kobra waktu ia sembunyi di sesemakan itu. Beruntung teman-temannya dapat menemukan dan menolong Umbara. Kalau terlambat sedikit saja mungkin pemuda itu telah berada di tangan Batara Yamadipati. Setelah kejadian itu, sesemakan rimbun langsung dipangkas habis oleh ayahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana Berdarah
Historical Fiction...Tak lama terdengar suara seraknya menyanyikan tembang macapat Pangkur. Mangkono ilmu kang nyata... Sanyatane mung we reseping ati... Bungah ingaran cubluk... Sukeng tyas yen den ina... Nora kaya si punggung amung gumunggung... Ugungan sadina dina...