*Pict hanya ilustrasi*
***
"Kita putus". Ucapnya dengan nada santai.
Tubuh Virly menegang dengan tangan yang seketika meremas ujung roknya. Kepalanya tiba-tiba pusing. Memikirkan kesalahan apa yang sudah dirinya perbuat hingga mereka harus berpisah.
"Ke--napa?".
Vande mendengus. Mensejajarkan wajahnya dengan Virly. Menatap Virly dengan tatapan nyalang dan rahang yang sudah mulai Mengeras.
"Gua rasa lu ga bego sampai harus nanya pertanyaan ini". Ucapnya dengan penekanan.
Virly membuang pandangannya kearah lorong sekolah yang sepi. Pandangannya mulai buram oleh air mata. Hatinya benar-benar hancur kali Ini. Dirinya melupakan sesuatu karena terlalu hanyut oleh buayan seorang Ravande Revivo.
Vande berdecak kencang saat melihat Virly meneteskan air mata. Vande mengusap wajah kasar dengan raut wajah yang mengeras, menahan amarah.
"Sadar diri Vir. Lu, gua pacarin karna gua kalah taruhan. Lu bahan taruhan. Lu harus sadar itu".
Kali ini lebih sakit lagi saat dirinya harus terhempas oleh sebuah kesadaran yang benar-benar menampar keras jiwa nya. Menyadarkan betapa asing dirinya selama ini meski mereka terikat oleh status pacaran. Virly memejamkan mata dan menunduk kepalanya menahan semua pilu yang mulai menimpuk dirinya.
"Lu terlalu percaya diri dengan mencintai gua. Taruhan tetap taruhan. Waktu gua pacarin lu sudah habis". Vande menatap jengah Virly yang masih saja menunduk di depannya.
"Dengan lu nangis gak akan buat gua luluh dan bener-bener jadiin lu pacar gua". Lanjutnya dengan tangan yang memegang kuat dagu Virly.
Virly akhirnya tersadar dari mimpi indahnya, bahwa dicintai seorang Ravande Revivo adalah sesutu hal yang mustahil. Virly menarik napasnya dalam-dalam sambil menahan isakan tangis yang seharusnya keluar. Dirinya harus terlihat tegar kali ini.
"Iya". Virly merasa Vande hanya butuh jawaban iya-Nya. Virly menatap Vande beberapa detik dengan mata yang sudah kabur karna air mata, menepis kasar tangan Vande, berbalik badan untuk mengambil tas nya di bangku lorong dan meninggalkan Vande yang diam di tempat.
"Sayang". Vande menoleh saat suara dari arah belakang. Vande tersenyum dan langsung menarik orang itu mendekat kearahnya.
"Udah mutusin pacar taruhan kamu?" tanya Rabel dengan nada manja.
Vande mengelus rambut Rabel sambil tersenyum. "Udah, ayo kita pulang". Dan keduanya pun pergi dari lorong sana.
Drrrrtttt
"Iya hallo".
"Lu dimana Virly. Masih lama?".
"Gua di lorong kelas 12".
Terdengar helaan nafas di sebrang sana "gua otw".
Bahkan Virly benar-benar tak pergi dari lorong sana. Apa yang baru saja dirinya lihat di balik tembok lorong menyadarkan dirinya yang harus mengikhlaskan Vande untuk orang lain.
***
Setelah Franda menyusul Virly ke lorong kelas 12. Dan Virly hanya diam membisu dengan mata yang menatap kosong kedepan seperti tak memiliki nyawa.
Franda menghela nafas sekali lagi. Ini pertama kalinya Franda melihat Virly seperti ini yang membuat pikirannya buntu harus melakukan apa. Saat dirinya di lobby sekolah, menunggu Virly yang tiba-tiba di tarik Vande entah kemana, dan setelah menunggu hampir 20 menit, dirinya justru melihat Vande berjalan beriringan dengan Rabel. Franda langsung cepat-cepat menghubungi Virly. Dirinya takut jika Virly melihat itu. Tapi sepertinya, dirinya sudah telat.
"Vande mutusin gua".
Sontak Franda melebarkan bola matanya. Menoleh kearah Virly dengan tatapan tak percaya.
"Ko bisa?". Franda langsung menyeletuk.
Virly menoleh sesaat sambil memperlihatkan senyum tipisnya. "Taruhan".
Lidah Franda langsung keluh. Seketika linglung mendengar penuturan Virly. Franda mendekatkan dirinya kepada Virly. Meneliti wajah datar Virly dengan seksama.
"Taruhan?" tanya ulang Franda dengan nada hampir seperti berbisik.
Virly diam tak menjawab pertanyaan Franda, memilih menundukkan kepalanya dan menangis sesegukan. Franda langsung menarik Virly kedalam pelukan, mengeratkan pelukannya tatkala isakan Virly makin kencang.
Semuanya baru saja dimulai. Jembatan awal yang menentukan kebahagiaan atau penderitaan yang di terima setelah ini.
***
Terimakasih dan selamat datang di cerita ku, semoga kalian suka dengan cerita aku. Dan untuk visual para pemain aku masih abu-abu.
Di mohon vote nya ya, terimakasih((:
KAMU SEDANG MEMBACA
Vi N De | ✔
Fiksi RemajaMungkin benar kata pepatah "sakit hati itu kita yang buat sendiri" . Dan aku benci mengakuinya bahwa itu benar adanya. Ah mungkin, lebih tepatnya sakit perasaan. Karna hati itu salah satu organ tubuh, sedangkan perasaan itu suatu hal yang dirasa di...