Extra part (Vande POV)

42 11 0
                                    

***

"Happiness in your own way".

***

Drrrtttt

Notifikasi pesan masuk terdengar dari handphone yang berada di atas nakas, sang pemilik handphone tersebut masih tertidur pulas di kasur empuknya tanpa merasa terganggu sedikit pun.

Kringgggg

Kali ini suara alarm dari jam nya yang berbunyi. Vande meraba tangannya menuju jam tersebut, bergerak untuk mematikan bunyi alarm yang memekakkan telinganya. Matanya terbuka sedikit untuk melihat jam, pukul 7 pagi. Vande merenggangkan ototnya sambil bangkit dari kasur dengan rambut acak-acakan.

Hal yang pertama di lakukannya adalah membuka handphone. Berjalan menuju ujung kamarnya untuk membuka tirai jendela dengan tangan satu lagi yang mengenggam handphone.

Bunda :
Hari ini jadi kan pulang ke rumah?

Vande hampir melupakan janjinya itu. Semenjak lulus dari SMA, Vande memilih untuk pindah ke apartemen yang dekat dengan kampusnya. Vande bahkan lupa terakhir kali dirinya mengunjungi rumah sendiri.

Dengan perasaan malas tetapi janji tetaplah janji, maka Vande langsung bergegas menuju kamar mandi.

Hal yang pertama Vande lihat saat motor putih kesayangannya sampai di rumah adalah ramai. Ada 3 mobil yang terparkir di halaman rumahnya. Vande langsung melangkah memasuki rumahnya yang sudah terdengar sangat berisik dari luar.

"Assalamu'alaikum". Seru Vande saat sudah di ruang tamu yang penuh dengan para saudaranya.

Semua sontak menoleh, sambil membalas salam Vande. Sang bunda yang paling menantikan anaknya datang langsung berlari untuk memeluk anaknya.

"Bandel banget gak inget punya rumah. Gak inget orang tua". Maki Sang bunda sambil memeluk erat anak satu-satunya.

Vande terkekeh. Melepaskan pelukan bundanya. "Kan Vande kuliah bun bukan kelayapan".

Bunda mendengus, berjalan menuju tempatnya lagi. "Iya tau. Kamu juga bukan kerja yang gak bisa kerumah karna sibuk meeting". Sindir bunda.

Vande menggeleng kepala, memilih untuk tidak menanggapi sindiran sang bunda yang bisa semakin panjang. Vande berjalan mendekat ke saudaranya yang terlihat senang akan kedatangannya.

"Mas Vande sini, mas". Ucap balita berjenis kelamin perempuan yang menatapnya dengan bahagia, Gina namanya. Dengan senyuman tulusnya, Vande duduk di samping Gina.

Gina langsung melompat ke pangkuan Vande. Menarik-narik baju Vande sambil menatap Vande dengan mata hitam pekat miliknya.

"Mas Vande, mas kok tambah ganteng sih". Ucapnya dengan suara khas balita. Semua yang ada di ruang tamu langsung tertawa mendengar pernyataan polos dari Gina.

"Ganteng dong, kan mas Vande udah besar". Jawab Rabel, kakak dari Gina. Rabel duduk di samping Vande yang tadi di duduki Gina.

"Lupa jalan rumah lu ya. Kita udah tiga kali ngumpul, dan baru di acara kumpul ke tiga kali lu dateng". Ucap Rabel sambil menggunyah Kue kering.

"Gua kuliah beneran, bukan kaya lu yang hobinya masih suka nongkrong di mall". Sindir Vande yang masih membiarkan Gina di pangkuannya.

Rabel berdecak kencang. Menoleh kearah Gina yang sedang memilin telinga Vande. Rabel memicing mata saat melihat sesuatu di telinga Vande.

"Mas kok pake anting sih. Kaya cwe aja". Baru saja Rabel ingin berkata, tapi Gina sudah mendahuluinya. Seketika semua yang ada di sana menatap Gina.

"Siapa? ". Tanya tante Vani yang merupakan ibu dari Gina dan Rabel.

Gina menunjuk Vande yang raut wajah nya sudah pasrah akan makian yang sebentar lagi di dapatnya. "Mas Vande. Telinga kanan nya ada anting 3 mah. Kan kata mamah, kalau pake anting itu anak perempuan. Kok mas Vande pake anting?". Ucap Gina dengan polos.

Desi, sang bunda Vande langsung melotot, menatap Vande yang justru tak menatapnya. Bunda berjalan mendekati Vande, langsung memutar kepala Vande untuk menyerong ke kiri agar sang bunda dapat melihat telinga kanan Vande.

"Astaghfirullah Vande, siapa yang ngajarin kamu pake anting? Mau jadi cwe mau? Sini biar bunda dandanan kamu". Maki bundanya.

"Biar makin ganteng bun". Jawab sekenanya Vande. Sudah pasrah Vande, sudah bisa menebak akan reaksi bundanya saat melihat dirinya memakai anting.

Bunda memukul bahu Vande dengan wajah kesal. "Percuma juga ganteng kalau di tinggalin cwe, ngegalauin nnya sampe gak mau di ajak ngobrol".

Sial, bundanya mengungkit lagi. Memang nya kenapa kalau cwo galau? Kan cwo juga manusia. Bisa merasakan sakit hati saat di tinggal. Gak! Gak usah di ingat lagi.

Vande memindahkan Gina kepangkuan Rabel. "Mas mau ke atas, Gina sama mba Rabel dulu". Vande langsung pergi meninggalkan seluruh anggota keluarga yang menatap punggungnya.

"Kamu segala ngungkit sih bun, jadi galau lagi kan". Hardik Ayah Vande.

***

"Makan sini nak". Ajak sang bunda saat melihat Vande tengah menuruni anak tangga.

Setelah kejadian tadi, Vande tak sama sekali turun dari lantai 2. Entah apa yang di lakukannya. Tapi bundanya menebak pasti Vande selama 30 menit itu hanya diam sambil memandang figura besar Virly di dinding kamar.

Vande menoleh, melanjutkan langkahnya menuju meja makan yang sudah di penuhi oleh anggota keluarga. "Vande harus ke kampus, hari ini jadwal siang". Jawab Vande menolak halus ajakan sang bunda.

"Cih sibuk banget kali". Sindir Rabel lagi di hari ini. Vande menatap datar Rabel sebelum akhirnya menyadari ada orang asing di samping Rabel yang juga tengah menatapnya.

Vande mematung saat bola mata orang asing tersebut tepat menatapnya. Bola mata coklat terang, persis seperti milik Virly. Vande seolah merasa aura Virly sangat kuat di diri orang asing tersebut.

"Kenalin. Ini teman kampus gua, namanya Prilly". Ucap Rabel. Vande menatap Rabel dan orang yang bernama Prilly tersebut bergantian.

Tak lama Vande mengangguk, menatap Prilly sekali lagi sebelum menatap seluruh keluarganya. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Vande langsung membalikkan badan meninggalkan ruangan tersebut.

Tanpa sadar senyumannya mengembang tatkala menyebut nama Prilly. Desiran halus yang di rasakan saat ini, seperti perasaan nya dulu saat menyebut nama Virly. Entah bagaimana, mungkin kebahagian yang Vande inginkan dengan cara sendiri kini telah ditemukan.

***

Cerita ini resmi aku tutup. Terimakasih atas kerjasama kalian, sayang kalian❤.

Ini benar-benar akhir. Happy ending gak selalu tentang dua pemeran utama yang bersama, tapi bagaimana pemeran utama sama-sama bahagia dengan cara sendiri.

Di chapter terakhir mungkin aku akan menjelaskan bagian-bagian yang gak di jelasin di cerita ini. Poin-poin kecil yang aku lewatkan di cerita ini. Seperti kenapa sih Aksa selalu membela Virly? Itu akan aku kasih tau alasannya. Dan satu lagi, alasan kenapa cerita ini beralur benang kusut yang seperti tak memiliki ending semestinya.

Sekali lagi, terimakasih. Salam bahagia.

Note :
Pict Vande ber-anting.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Vi N De | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang