ENAM BELAS : Rencana 3

21.1K 944 32
                                    

Sorenya, gue dan temen-temen kumpul dulu di rumah si Mila. Biasa ngobrol dulu, tapi kali ini si Kevin kagak ada. Gue gak tau apa yang terjadi sama dia, mati? Mungkin. Tapi gue gak yakin si Kevin mati karena cuma ditusuk, gue ditusuk baik-baik aja, masa dia mati. Di ruang tamu rumah si Mila, gue dan temen-temen yang lain sibuk ngebahas tentang misteri itu.

“Kita kesini mau ngapain, sih?” kata si Rani.

“Kan kita mau mecahin misteri itu.” kata gue.

“Jangan gegabah, ya. Badan gue masih sakit.”

“Yaudah, sementara kita ke sekolah, lo sendiri aja di rumah ini. Biar si Irma yang nemenin.” kata gue dengan nada mengancam.

“Jangan gitu, dong. Coba aja lo tanya si Mila, pasti dia badannya masih sakit.” kata si Rani.

“Mila, badan lo masih sakit nggak?” kata gue.

“Saya tidak apa-apa. Saya baik-baik saja, untungnya saya sudah sembuh dari luka waktu itu.”

“Tuh, kan. Lo denger sendiri.” kata gue.

“Eh, iya. BTW kenapa waktu itu badan lo bisa berlumuran darah, sih?” kata si Rani.

“Oh, jadi ceritanya seperti ini....” semua orang lagi-lagi natap si Mila.

“Berhenti menatapku seperti itu!!! Saya tidak suka!” kata si Mila.

“I-iya, deh. Lanjut cerita.” kata gue.

“Jadi waktu saya ke lantai satu, disana saya melihat seorang siswi SMA yang sedang berdiri membelakangi saya sambil menangis, setelah itu saya menghampiri siswi itu dan saat saya memegang bahunya. Tiba-tiba saya ditusuk oleh pisau di bagian depan. Saya sempat melihat wajahnya yang berlumuran darah plus matanya yang hampir keluar dan seterusnya saya tidak tahu lagi alias saya tidak sadar.” jelas si Mila.

“Oh, gitu.” kata gue.

Tiba-tiba bel pintu rumah si Mila berbunyi. Tamu? Mungkin, tapi gue gak yakin ada tamu datang sore-sore.

“Tunggu sebentar, ya.” kata si Mila sambil berjalan ke pintu.

Pas si Mila bukain pintu, gue kaget ternyata dia adalah pacar gue, Cindi. Dia pake jaket dan tas.

“Cindi? Kamu adalah Cindi?” kata si Mila saat melihat wajah si Cindi.

“Hehehe, Iya ini aku.” katanya sambil senyum-senyum.

“Cindi, aku kangen banget sama kamu.” kata si Mila sambil meluk si Cindi. Tumben, dia nggak baku bahasanya.

“Iya, aku juga kangen kamu, kok.” kata si Cindi sambil melepas pelukannya.

“Kamu kemari ada perlu apa?” kata si Mila.

“Aku mau ikut kalian mecahin misteri itu.” kata si Cindi. “Boleh, kan?” katanya lagi.

“Oh, kamu tahu kami mau memecahkan misteri itu dari siapa?”

“Dari pacarku, Joshua.”

“Oh, mari masuk.”

“Iya, makasih.”

Dia langsung datang menghadap gue dan langsung meluk gue yang lagi duduk.

“Sayang, aku rindu.” katanya sambil meluk gue. Lebay amat dah.

“Iya, sini duduk di sampingku.” kata gue sambil melepas pelukannya.

“Khm.... Ciee... Ciee..” kata semua orang kecuali gue, Cindi sama si Mila.

“Apaan, sih?” kata gue.

“Oh, iya. Kenapa kamu kembali ke Indonesia?” kata si Rani.

“Aku dapet kabar bahwa pacarku dirawat di rumah sakit. Jadi, aku kesini.”

“Sampe segitunya ngebelain pacar. Kalian setia banget sih.” kata si Rani.

“Hehehe, kamu bisa aja. Tenang aja, minggu depan kok aku kembali lagi ke Singapore.” kata si Cindi.

“Oh, iya. BTW lo nge-chat ke gue bahwa ada yang terjadi sama si Kevin. Emangnya dia kenapa?” kata si Naura.

“Mati kali.” kata gue dengan nada datar.

“MATI?!” semua kaget. Gue nggak.

“Mungkin aja, soalnya kemaren gue nelepon dia kayak suara orang yang ditusuk.”

“Ditusuk? Sama siapa?” kata si Rani.

“Sama si Irma kali. Soalnya pas dia gak bicara lagi tiba-tiba gue ngedenger suara perempuan.”

“Emang bener dah, dia balas dendam.” kata si Andrian.

“Jadi kita harus gimana, dong?” kata si Raka.

“Kita harus mecahin misteri itu lagi, Ka.” kata gue dengan nada datar.

“Mecahin lagi? Bukannya kalian udah mecahin misteri itu?” kata si Naura.

“Siapa?” kata si Raka.

“Si Joshua sama si Mila. Makanya kumpul sama kita buat mecahin misteri itu, jangan sendiri mulu.” kata si Rani.

“Yaelah, nanya doang.”

“Jadi, sepertinya kita harus memecahkan misteri itu lagi, ya?” kata si Mila.

“Iya, Malam ini.” kata gue.

“Eh, tunggu dulu. Lo tau kita harus mecahin misteri itu lagi dari siapa?”

“Nih, gue nemu dua surat misterius plus waktu itu juga si Mila nemuin, kan? Isi pesannya sama aja.” kata gue sambil menyerahkan dua surat yang gue temuin itu sambil si Rani ngerebut dua surat itu.

“Kalian harus segera memecahkan misteri itu atau nyawa kalian akan menjadi taruhannya.” si Rani membaca surat itu.

“Itu doang? Kalau cuma itu aja kenapa harus malem ini mecahin misterinya? Besok aja dah.” kata si Andrian. Gak lama dari itu, jedela rumah si Mila tiba-tiba aja pecah dan angin pun muncul dari jendela itu. Cewek-cewek pada teriak.

“Waduh, bener-bener ni setan.” kata gue. “ Makanya, lo jangan ngomong sembarangan, jadi gini kan?” kata gue lagi.

“Iya, deh. Gue kan cuma ngomong nanti aja mecahin misterinya, kok sampe mecahin kaca segala?” kata si Andrian.

“Heh, lo dengerin ya.” kata gue. “Rani, baca tulisan itu, di sisi kanan bawah surat.” kata gue sambil nyuruh si Rani buat baca tulisan di kanan bawah surat itu.

“Malam ini?” katanya.

“Tuh, lo denger sendiri kan? Kita harus mecahin misteri itu malem ini. Pokoknya, sekarang kita turutin aja apa maunya.” kata gue.

“Hm, iya deh.” kata si Andrian.

“Jadi, langkah pertamanya apa dulu?” kata si Naura.

“Pertama kita tanya-tanya dulu ke si Maria.” kata gue.

“Kok, ke si Maria sih?” kata si Raka.

“Hah... Nanti lo juga ngerti.” kata si Andrian. Si Raka murung.

“Oke, jadi nanti malem kita lewat gerbang belakang lagi plus jangan ada yang ngomong sembarangan.” kata gue.

“Iya, saya paham. Apakah kalian paham?” kata si Mila.

“Paham, lah. Jangan mentang-mentang lo pinter nganggep kita ini kagak paham.” kata si Andrian.

“Hm, Saya hanya mengingatkan saja.” kata si Mila.

“Yaudah, kita berangkat sekarang?” kata si Rani.

“Bentar dulu aja. Makan-makan aja dulu atau apa aja.” kata gue.

“Oh, iya. Hehehe, saya lupa, tidak menyiapkan makanan. Tunggu sebentar, ya.” kata si Mila.

“Iya, makanannya yang banyak, ya.” kata si Raka.

“Dasar tukang makan, lo.” kata gue.

Hah, akhirnya si Mila bawa makanan juga. Perut gue udah bener-bener laper dah.

MISTERI BANGKU KOSONG (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang